|
Marital Rape: Pemerkosaan di Dalam Rumah Tangga Muslimah & Media - Wednesday, 08 September 2004
Kafemuslimah.com Perkosaan dalam Rumah Tangga. Memangnya ada? Dahulu ketika gaung istilah ini mulai diangkat ke permukaan oleh beberapa aktifis perempuan dengan menggugat kaum lelaki dan pemerintah, saya, yang termasuk perempuan, jujur merasa heran. Tidak terbayangkan apa sih yang disebut dengan perkosaan dalam rumah tangga tersebut.
Dalam kepala saya, yang terbayang adalah pasangan suami istri yang terikat dalam sebuah mahligai rumah tangga. Mereka saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasangannya, termasuk kebutuhan biologisnya. Karena pernikahan ini terjadi tentu atas persetujuan keduanya (setidaknya perkawinan itu bertahan dan dipertahankan atas kesepakatan mereka berdua, kan?), maka pemenuhan kebutuhan pasangannya mutlak dilakukan dan dipenuhi. Termasuk dalam hal ini pemenuhan kebutuhan biologis si suami atau si istri. Jika pemenuhan kebutuhan ini memang merupakan seharusnya sesuatu yang mutlak dipenuhi, lalu segi perkosaannya dimana?
Dalam keterbingungan saya inilah, Alhamdulillah, Allah memperlihatkan pada saya beberapa contoh yang bisa dijadikan rujukan untuk berpikir lebih jauh.
Yang pertama adalah kisah Sulastri (nama samaran), kisah tentang seorang istri yang mengaku mengalami perkosaan dalam rumah tangganya, di sebuah radio dang dut di Jakarta (hehehe, bukannya saya penggemar dangdut loh, tapi radio dangdut yang satu ini, punya program kajian tanya jawab antar muslimah setiap Jum’at dari pukul 11.30 – 13.00 WIB ). Sulastri ini sudah tiga tahun menikah dengan Sulastro (nama samaran juga). Mereka belum dikaruniai anak karena Sulastro memang belum ingin punya anak. Sulastro seorang pengangguran. Tubuhnya besar, gagah dan macho serta sedikit kasar dan galak (menurut Sulastri). Sebaliknya Sulastri, tubuhnya mungil dan langsing tapi berwajah cantik dan lemah gemulai, halus dan santun. Hidup di Kota Jakarta sangatlah besar biayanya. Semua orang tentu tahu ini. Untuk itulah Sulastri akhirnya bekerja membuka dagangan kecil-kecilan di depan rumahnya. Suaminya sebenarnya tidak pengangguran total, tapi pekerja serabutan, seorang makelar (perantara jual beli apa saja. Entah bagaimana idenya, Sulastro merasa bahwa dagangan istrinya laku keras justru karena sang istri punya wajah dan tubuh yang jelita. Perasaan ini kian terbukti setelah dia melihat dengan mata kepala sendiri bahwa beberapa pria sering terlihat menggoda istrinya, termasuk para kliennya. Dan syaithan rupanya berhasil bertahta di kepala Sulastro. Para klien yang ditawarinya jasa tertentu, akhirnya ditawarinya juga kesempatan untuk dapat meniduri istrinya, dengan imbalan tertentu (naudzubillahmindzaliik). Akhirnya jadilah Sulastri menjadi salah satu dagangan Sulastro, suaminya sendiri.
Sulastri tidak terima hal ini tapi dia berpikir bahwa dia tidak punya pilihan lain. Sulastri tahu ini sebuah dosa karena dia sama seperti pelacur. Tapi suaminya selalu memberi semangat dengan mengatakan bahwa yang dia lakukan adalah bakti seorang istri pada suaminya. Jika pun Sulastri terus protes, maka Sulastro langsung memberinya siksaan pukulan dengan alasan, seorang suami berhak memukul istri yang tidak mau berbakti pada suaminya!! Kata cerai tidak boleh terucap, karena perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah (saya sangat emosi mendengar penuturan cerita Sulastri di radio ini, jujur, saya sampai menangis dan merasa sesak dengan berbagai pertanyaan di kepala. Mengapa Sulastri begitu lemah jadi perempuan, mengapa Sulastro begitu pandai memutar balikkan logika agama, meng-atas namakan Islam!!).
Karena Sulastri sering protes inilah maka, akhirnya Sulastri dilarang berjualan lagi oleh suaminya. Lebih dari itu, dia bahkan dilarang keluar dari rumahnya. Sulastri hanya menunggu suaminya pulang (setelah melayani tamu suaminya, uang mereka memang lumayan banyak. Untuk itulah mereka berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya, dalam hal inilah Sulastrolah yang membeli segala sesuatunya). Menurut Sulastri, dia protes dan tidak terima atas semua ini. Tapi, setiap kali selesai melakukan tugas tersebut, Sulastro jadi teramat sangat manis memperlakukan dirinya dan memanjakan dirinya. Dia dipuji-puji sebagai seorang istri yang telah berbakti dengan sangat baik bagi suaminya. Ini yang kadang mengobati luka hatinya.
Tapi, pertanyaan besar di kepalanya tetap bergayut. Dosakah dia? Betulkan ini sebuah bakti? Itulah yang mendorongnya untuk menghubungi radio dangdut tempat saya mendengar penuturannya tersebut. Kebetulan suaminya sedang pergi. Akhirnya, sang ustadzah di radio tersebut, memberi tahu Sulastri bahwa yang dilakukannya itu merupakan sebuah dosa besar!! Tidak ada pengabdian seorang istri menyerupai seperti itu. Islam adalah agama yang membawa rahmat. Di dalamnya, tidak diperkenankan yang haram bersatu padu dengan yang halal. Yang haram adalah haram dan itu sangat jelas dilarang. Wanita, dalam pandangan Islam, sangat dimuliakan kedudukannya baik dalam keluarganya, masyarakatnya, maupun dalam pergaulannya secara umum. Sebenarnya, Islam memuliakan semua makhluk ciptaan Allah. Itu sebabnya seorang pelacur yang memberi minum seekor anjing yang kehausan diberikan ganjaran surga baginya. Hingga apa yang dialami oleh Sulastri oleh suaminya, dipandang sebagai sebuah kejahatan. Inilah kekerasan dalam rumah tangga yang bukan hanya dipandang sebagai sebuah kejahatan dalam hukum positif (hukum negara) tapi juga dipandang sebagai kejahatan dan tindakan sangat tercela dan berdosa dalam hokum Islam. Alhamdulillah, Sulastri akhirnya memperoleh perhatian lebih lanjut dari si ustadzah tersebut..
Semoga Allah segera memberi perlindungan bagi Sulastri dan mereka yang bernasib sama dengannya. Aamiin.
Kasus tentang perkosaan dalam rumah tangga kedua yang saya dengar adalah kasus tindak kekerasan seksual yang tidak wajar yang menyertai sebuah hubungan biologis antara pasangan suami istri dimana tindak kekerasan tersebut tidak diinginkan oleh sang istri. Dulu waktu saya masih duduk di bangku sekolah, pernah ada kasus serupa ini yang mencuat ke atas dan akhirnya diangkat ke layar lebar dengan pemeran utamanya Dewi Yul dan Cok Simbara. Judul filmnya “Penyesalan Seumur Hidup”. Adalah Dewi (pake nama pemainnya saja yah, soalnya saya lupa nama aslinya) yang bersuamikan Cok, seorang penderita …, yaitu kelainan seksual dimana seseorang baru akan merasakan kenikmatan melakukan hubungan seksual jika dia sudah menyiksa pasangan seksualnya. Serem yah.) Sejak malam pengantin sebenarnya Dewi ini sudah merasakan penderitaan tersebut. Bayangkan, bagi setiap pengantin baru, yang terbayang dalam malam-malam di sepanjang bulan madu adalah malam-malam yang indah penuh kemesraan. Tapi yang dialami oleh Dewi justru sebaliknya. Dia harus menahan pedih dan sakit karena sang suami harus menyiksanya dahulu sebelum melakukan hubungan biologis. Entah itu pukulan, sabetan, makian, tendangan, gigitan, dan sebagainya yang menyakitkan. Setelah menerima semua siksaan tersebut, barulah suami melampiaskan hasratnya dan akan memperlakukan istrinya sangat mesra (tapi tetap saja sudah babak belur duluan). Karena kesadaran, “kasihan suami saya”, dan pikiran “jika ini memang bagian dari bakti seorang istri untuk menyenangkan suaminya”, maka Dewi bersedia tubuhnya jadi saksak selama beberapa waktu, hingga Dewi akhirnya hamil. Tentu saja orang hamil harus diperlakukan dengan baik, artinya, suaminya tidak dapat melakukan kebiasaannya pada Dewi. Disinilah masalah mulai berkembang. Sebagai pelampiasannya, suaminya mencari wanita lain untuk hal tersebut. Kebetulan, dalma pencarian tersebut, bertemulah Cok dengan wanita yang justru menderita …. (yaitu kelainan seksual dimana dia baru akan merasakan kenikmatan seksual jika sudah disiksa terlebih dahulu oleh pasangannya). Mereka merasa cocok dan akhirnya perselingkuhan terjadi. Dewi yang sedang hamil muda, akhirnya mendengar kabar tentang perselingkuhan ini. Tentu saja dia protes dan tidak terima. Suami lalu kembali ke kebiasaan lamanya dan Dewi pun keguguran karena kebiasaan suaminya itu. Kehidupan berlanjut terus. Tidak lama, Dewi hamil lagi dan sebenarnya Cok tidak memutuskan hubungan dengan WIL (wanita idaman lain)-nya. Cok tetap berhubungan diam-diam. Dewi kembali mendengar kabar tersebut. Hatinya sakit karena merasa selama ini sudah berkorban sangat besar bagi suaminya (tubuhnya telah babak belur, janinnya telah gugur, kecantikannya telah pudar oleh derita) tapi ternyata suaminya malah berkhianat, ini menurutnya. Akhirnya, suatu malam, Dewi mengambil pisau dapur dan SREETT… Dia memotong alat kelamin suaminya hingga terputus. Suami menjerit kesakitan. Kasus ini akhirnya dilaporkan di kepolisian, sidang digelar dan akhirnya Dewi dipenjara sebagai hukumannya.
Hmm… lalu, kasus perkosaannya dimana?
Hehehehe….. keasyikan baca jadi lupa ngebahas yah?
Menurut para aktifis perempuan, apa yang dialami oleh Dewi sebenarnya merupakan sebuah tindakan perkosaan di dalam rumah tangga. Yaitu ketika seorang istri mengalami pemaksaan hubungan seksual yang tidak wajar dan tidak disukainya. Hal ini seharusnya bisa dilaporkan di pihak-pihak terkait agar istri memperoleh perlindungan lebih lanjut.
Kasus lain yang sering dianggap perkosaan dalam rumah tangga adalah kasus yang sering banget ditanyakan pada saya. Yaitu, jika istri sedang lelah dan sedang tidak “in the mood” untuk melakukan hubungan intim, tapi suaminya justru sebaliknya, lagi “pingin”, maka apakah ini bisa disebut sebagai tindakan pemerkosaan suami atas istrinya? Si penanya jujur berkata bahwa karena sedang tidak ingin melakukan hal itu, maka apa yang dilakukan oleh suaminya itu lebih mirip perkosaan atas dirinya. Ada keterpaksaan disana dan ada rasa kesal disana. Lebih kesal lagi jika mengingat bahwa mereka harus mandi junub setelah melakukan itu (hingga hilang harapan untuk terus berada di kasur empuk hingga pagi menjelang).
Kasus lain yang juga sering ditanyakan teman-teman adalah, apakah bisa disebut pelecehan seksual jika suami meminta macam-macam di luar kebiasaan umum ketika melakukan hubungan suami istri? Entah itu meminta untuk disentuh bagian tertentu dari tubuhnya, atau diminta untuk mengenakan sesuatu , atau diminta untuk melakukan gerakan tertentu, dan sebagainya.
Kebetulan, dari Koran Kompas edisi Kamis, 2/9/2004, hal. 10, ada berita tentang pembahasan pasal yang membahas tentang perkosaan dalam rumah tangga tersebut. Usulan DPR untuk melarang adanya kekerasan seksual dalam rumah tangga berupa pemaksaan hubungan seks dengan cara yang tidak wajar atau tak disukai (marital rape) akhirnya dihapus dari RUU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pasal ini dihilangkan karena ketidak setujuan para pria anggota Panja RUU Penghapusan KDRT.
Pembahasan pasal-pasal KDRT ini berjalan a lot. Bondan Abdul Majid (F-PBB) berkukuh menolak dengan mengutip hadits yang berbunyi, Bila seorang istri tidak mau melakukan hubungan badan, malaikat akan mengutuk dia sampai subuh.. Aisyah Baidlowi (F-PDIP), yang mewakili mereka yang menuntut diberlakukannya penghapusan KDRT mengemukakan, hadits bersumber dari Al Quran yang kedudukannya lebih tinggi. Ia menyebutkan Surat An Nissa yang berbunyi, ..dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan cara ma’ruf (baik).
Isi utuh pasal 5 draf versi DPR adalah, Setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual dalam rumah tangga yang berupa; A. pelecehan seksual. B. pemaksaan hubungan seksual. C. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan atau tak disukai. D. Pemaksaan hubungan seksual dengan ornag lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu. E. Perusakan organ reproduksi..
Debat pembahasan pasal-pasal KDRT ini, pada akhirnya, demikian lebih lanjut KOMPAS melaporkan, Panja (Panitia Kerja) kemudian menyetujui draft versi pemerintah yang berbunyi: Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 3C meliputi, a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang lain yang menetap dalam rumah tangga tersebut, b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Pasal pelecehan seksual hanya akan masuk dalam penjelasan karena, menurut Abdul Gani, soal itu sudah diatur dalam KUHP Pasal 298 tentang pencabulan.
Hmm.
Hari ini, ada berita tentang pasal-pasal tersebut di atas. Katanya sih RUU yang sudah disetujui tersebut akan segera dijadikan UU (Republika, 8/9/2004). Kemarin, tanggal 7/9/2004, 72 organisasi pendukung Penghapusan KDRT mengadakan diskusi dengan Ketua Pansus RUU tentang Penghapusan KDRT, Surya Chandra, di DPR RI. Mereka memberikan masukan agar RUU tersebut mengakomodasi hal-hal yang terjadi selama ini. Surya Chandra lebih lanjut dalam berita tersebut mengatakan bahwa Pansus sudah menerapkan sanksi hokum yang berat terhadap pelaku kekerasan di rumah tangga.
Jika saja… ini jika saja… kita-kita semua mau mempelajari Islam secara benar dan keseluruhan, mungkin banyak para muslimah yang tahu apa hak dan kewajiban yang berada di pundaknya sebagai seorang istri. Betul dia punya kewajiban untuk patuh, untuk berbakti, dan sebagainya pada suaminya, tapi dia juga punya hak untuk memperoleh perlindungan dan perlakuan baik dari suaminya. Dan khusus untuk sebuah tindakan yang bertentangan dengan ajaran syariat Islam, menentang hukum Allah dan bahkan bisa membawa pelakunya pada kebinasaan, Islam menganjurkan pada umatnya untuk tidak melakukannya. Bukan hanya pada suami, bahkan juga pada orang tua kita. Artinya, di atas segalanya, sebuah bakti dan kepatuhan haruslah dihadapi dengan ilmu, akal dan nurani.
Mungkin ini semua jadi PR buat kita dalam mensiarkan Islam yang sesungguhnya bagi masyarakat. ([email protected])
--- 9 Agustus 2004
Penulis: ade anita
[ 0 komentar]
|
|