|
Berkah Infaq Jurnal Muslimah - Sunday, 12 September 2004
Kafemuslimah.com “Aduh Neng Siti. Syukur alhamdulillah. Allah memang Maha Pengasih. Allah memang Maha Tahu. Rezeki pasti datang juga karena kita menjalankan suruhan-Nya. Ibu mah cuman mengejalankan ajaran agama saja. Tidak tahu jika balasannya akan sebesar ini.”
Perempuan muda yang dipanggil dengan sebutan Neng Siti itu pun tersenyum dengan konsentrasi yang masih tertuju pada wajah wanita paruh baya yang menyebut dirinya dengan sebutan Ibu. Masih dengan logat Sundanya yang kental Ibu itu terus melanjutkan ceritanya.
“Padahal Ibu tadi mah rencananya mau ke pasar. Banyak keperluan dapur yang harus dibeli. Tapi setelah dipikir-pikir nanti saja lah. Belum begitu mendesak,” Ibu itu mengibaskan tangannya.
“Waktu Ibu sibuk menyapu eh adik Ibu memanggil Ibu dari halaman depan. Katanya teh ada tamu. Tapi tamunya tidak mau turun dari mobil. Ibu juga sebenarnya sebel, tamu kok sombong sekali. Memang siapa yang perlu,” Ibu itu mencibirkan bibirnya, Siti tertawa kecil melihatnya.
“Waktu Ibu keluar rumah, Ibu lihat mobil bermerek mahal parkir di halaman. Awalnya Ibu bingung tuh, neng. Perasaan tidak punya kenalan yang punya mobil mahal itu. Waktu jendela mobil dibuka. Wah! Ternyata wajahnya Ibu kenal. Itu loh, pejabat tinggi daerah sini, neng,” si Ibu mencolek tangan Siti. Siti hanya tersenyum.
“Ya sudah, Ibu mendekat ke mobil. Untung alhamdulillah sekarang Ibu sudah terbiasa memakai daster panjang, ya neng. Jadi tidak malu-maluin.” Siti menggangguk dengan senyum masih dibibirnya.
“Bapak pejabat itu menanyakan bisnis laundry Ibu. Ibu bilang saja apa adanya. Bisnis laundry Ibu mah di sini hanya terima saja. Tapi proses laundynya mah dipegang orang lain. Ternyata neng, Bapak pejabat itu baru buka hotel baru dan butuh laundry untuk hotelnya. Ibu mah langsung bilang agar Beliau menghubungi kantor laundy pusatnya saja tapi bapak pejabat itu tidak mau. Beliau tetap mau berbisnis dengan Ibu. Walau Bapak itu bilang ada pembagian komisi tapi Ibu mah lebih senang kalau mereka langsung ke kantor laundry pusat. Ya, karena pejabat itu tidak mau berhubungan dengan kantor laundry pusat akhirnya Ibu menyanggupi. Kartu nama Ibu diminta. Untung masih ada, neng. Padahal tinggal satu-satunya di kamar. Tapi Ibu juga lupa nomor hp Ibu. Ya, Ibu kan baru bisa memakai hp jadi lupa nomornya,” si Ibu tergelak-gelak. Siti tertawa sambil menutupi mulutnya.
“Ibu tahu alamat atau apa pun yang bisa jadi alamat untuk menghubungi pejabat itu?” tanya Siti.
“Tadinya Ibu juga berpikiran begitu, neng. Tapi kata bapak pejabat itu Ibu besok langsung di suruh ke hotel itu saja langsung. Tapi Ibu mah mau cek tempat laundry dulu, biar saat di hotel nanti semua urusan sudah jelas, neng.”
“Iya, Bu. Bagus itu.” Siti mengangguk sambil tersenyum.
“Tapi neng. Ada yang Ibu pikirin.”
“Apa itu, Bu?”
“Apa ini balasan Allah karena infaq Ibu kemarin, ya?” si Ibu memegangi dagunya sambil merengut, berpikir.
“Alhamdullilah kalau emang begitu kan, bu?”
“Iya neng. Kemarin Ibu ada pengajian di mesjid raya. Ibu teh udah niat dari rumah pokoknya nanti di mesjid Ibu mau infaq seratus ribu rupiah. Baru saja Ibu niat mau infaq, saat hendak berangkat ada yang memberi dua ratus lima puluh ribu rupiah. Ya, sudah aja Ibu makin mantap untuk berinfaq. Padahal neng kan tahu sendiri, semenjak bapak anak-anak pergi, Ibu juga kesulitan uang. Ibu juga belum pernah berinfaq seratus ribu rupiah. Itu kan jumlah yang tidak sedikit bagi Ibu, neng. Tapi Ibu saat itu pengen sekali berinfaq sebesar itu,” si Ibu bertutur sambil memegangi dadanya. Tak ada maksud menyombongkan diri dari kata-kata jujurnya. “Mungkin ini balasannya, ya neng?”
“Insya Allah, Bu. Moga-moga begitu.” Siti tersenyum lagi.
“Ya moga-moga saja ya, neng. Tolong doakan ya. Moga-moga bisnis ini lancar. Moga-moga barokah untuk semua.”
“Insya Allah, Bu. Saya doakan. Amin” Siti tersenyum sangat manis.
***
Siapa sangka seorang Ibu tadi adalah seorang mualaf. Bergulirnya waktu, peritiwa yang datang silih berganti dan duka yang ada bukan menjadikan Ibu itu meninggalkan agama yang diyakininya tapi justru menguatkan dirinya bersandar hanya pada pertolongan Allah SWT semata. Dan kini Allah menunjukkan kasih sayangNya pada seorang hamba yang disetiap dukanya selalu hanya mengharapkan pertolonganNya dan selalu bersyukur disetiap kebahagiannya. Semoga sepenggal kisah di atas dapat menjadi suri tauladan buat kita semua. Amin.
Oleh : [email protected] [ 0 komentar]
|
|