[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Ingin Balas Dendam Pada Eks Pacar Yang Ingkar
Uneq-Uneq - Wednesday, 15 September 2004

Tanya: Assalamu'alaikum, saya (29) belum menikah tinggal di Kota S. Terimakasih Mba meluangkan waktu membaca ini. Saya diputus pacar, sebut saja X (32) bulan Februari lalu dengan alasan tidak menyukai saya lagi. Padahal saya merasa dia sudah tahu baik buruk saya, kenapa akhirnya itu dijadikan alasan memutus saya ?

Memang X sudah beristri, tetapi dia semula ingin menjadikan saya isteri keduanya karena katanya isterinya sudah mengijinkan. Saya bersedia menjadi isteri keduanya lantaran saya melihat keseriusan dia, disamping itu saya takut terus menerus berdosa. Karena kalau ketemu, kami (maaf) selalu bercinta. Apalagi dia berjanji akan mengajak saya bekerja ditempatnya.
Saya memang sudah bekerja, tetapi saya kurang puas dengan pekerjaan saya. Saya pikir, kami bisa mencari uang sama-sama karena dia kurang bermateri juga Mba. Saya juga merasa dialah pasangan jiwa saya karena kami banyak kesamaan.

Sampai kini saya masih mengingat dia. Antara marah, dendam dan rindu. Dia telah merusak hidup saya Mba. Sebelum kenal dia, saya menikmati kesendirian ini dan beribadah tenang. Ketika berjumpa dengannya, saya tidak bisa leluasa sholat karena dia tidak sholat walaupun dia muslim. Malah dia pernah memaksa saya berhubungan intim pada saat saya haid.

Itulah yang membuat saya dendam. Rasanya ingin bunuh diri setelah sebelumnya harus membunuh dia dahulu biar mati sama-sama.
Saya sudah mencari kesibukan dan kini sudah punya calon suami, tetapi masih saja ingat dia. Saya sampai meminta ampun pada Allah setiap habis sholat karena masih mengingat X. Saya berharap dia mendapat karma karena seenaknya memutus saya karena saya merasa tidak berbuat kesalahan fatal misalnya mempermalukan dia dihadapan teman-temannya atau perbuatan tercela lainnya.

Kesalahan saya hanya pernah mengatainya "jahat" ketika dia mulai tidak peduli dengan saya padahal saya saat itu sedang kalut karena mens saya terlambat. Dia malah cuek dengan tidak pernah lagi menelpon atau sms saya apalagi berusaha menemui saya.

Saya pernah ingin mendatangi kantornya, memberitahui orangtuanya bahkan ingin memberitahu isterinya. Saya siap dimaki-maki dituduh penggoda. Padahal dialah yang pertama menggoda saya, sumpah, bukan saya yang memulai. Malah dia sampai bilang pake "demi Allah" segala bahwa dia mencintai saya dan "demi Allah" lagi dia tidak mencintai isterinya.

Tetapi niat itu saya urungkan setelah berkonsultasi dengan teman baik saya. Saya disuruh sabar dan merelakan walaupun dalam hati saya belum rela.
Mba, apakah karma itu memang ada? Maafkan saya yang menulis begini. Saya sadar kualitas keimanan saya rendah, sholat hanya bisa lima waktu, belum bisa melakukan ibadah sunat lainnya.

Kini saya sudah punya calon suami, sebut saya A, pun sudah beristri, tetapi usianya 53 tahun dan dia tampaknya sangat serius menikahi saya. Katanya, isterinya sudah mengijinkan dan anak-anaknya, dia yakin menerima karena mereka berpendidikan agama yang cukup bagus. Kekasih saya sekarang ini pintar menasihati dan mengajari saya agama yang memang seperti inilah yang saya harapkan. Disamping itu ekonominya mapan bahkan dia membelikan saya kendaraan bermotor baru dan mencukupi kebutuhan saya.
Mba, saya takut "lepas dari mulut buaya jatuh ke moncong serigala". Apa yang harus saya lakukan ? Berdosakah saya yang mengharap X dapat karma walaupun X berkata bahwa dia meninggalkan saya bukan bermaksud menyakiti saya. Tetapi dia tidak suka saya lagi, karena sekarang isterinya hamil (dulu dia bilang isterinya tidak bakalan hamil dan ingin punya anak dari saya) dan ayahnya lagi sakit.

Menurut saya itu alasan yang terlalu naif dan dibuat-buat untuk memutuskan saya. Maafkan saya kalau Mba pusing membacanya. Tetapi besar harapan saya Mba Ade Anita dapat membantu dan menolong saya yang hingga kini masih saja berharap ingin mati saja. Karena masih ingat X padahal saya sudah punya A.

Oh ya, Maaf Mba, mungkin ada yang tertinggal dari saya. Saya masih ingin bertanya, apakah alasan saya mau menjadi isteri kedua dibenarkan ? Setahu saya -mungkin karena kedangkalan pikiran saya, poligami adalah untuk keadaan darurat misalnya perang atau untuk menikahi janda dan memuliakan anak yatim. Sedangkan saya belum pernah menikah meski saya anak yatim sehingga ekonomi keluarga pun yah ... lumayan saja. Mungkin karena saya anak yatim itulah, X berani karena tidak ada yang membela saya. Sebab, seandainya ayah saya masih ada, X pasti sudah dihajar. Sekian dulu dan terimakasih.

Terimakasih banyak telah membaca e mail saya.
Wassalam. Dari someone di Kota S.

Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ada beberapa hal yang ingin saya jelaskan pada ukhti terlebih dahulu sebelum saya memberikan tanggapan pada uneg-uneg ukhti.

Pertama, tentang karma dalam Islam. Islam tidak pernah mengenal Karma dan tidak mengajarkannya. Karma adalah sebuah peninggalan dari agama Hindu dan Budha. Dalam ajaran agama Hindu dan Budha sebelum seseorang mencapai nirwana (pengertian surga bagi mereka) maka yang berdosa harus membayar dahulu semua dosanya di dunia dengan cara diberi kesempatan kedua berupa karma. Yaitu mereka dilahirkan kembali dan katanya akan menghadapi masalah yang sama, nah katanya lagi nih, disinilah mereka diuji apakah mereka memang ingin menebus dosa atau tidak. DI Indonesia sendiri, pengertian karma ini berkembang menjadi hukuman setimpal yang akan menimpa anggota keluarga ke pelaku. Semua ini tentu saja tidak dikenal dalam ajaran Islam. Artinya, jika ada seseorang yang berbuat jahat, maka balasan atas perbuatan itu akan menimpa orang yang paling dicintai oleh pelaku di masa yang akan datang, entah itu adik atau kakaknya, anak atau cucunya. Begitu. Yang ingin saya tekankan kemudian adalah: Tidak ada karma dalam Islam.

Sehubungan dengan kesalahan dan kekhilafan yang diperbuat oleh seorang muslim, Islam mengingatkan umatnya akan dua jenis dosa yang akan diperoleh oleh pelaku kejahatan/kesalahan tersebut.

Yang pertama adalah dosa individu. Artinya, akibat dari kesalahan/kejahatan tersebut maka individu itu sendirilah yang akan memperoleh ganjarannya. Hal ini berlaku untuk kejahatan yang memang dilakukan oleh orang tersebut atas kehendaknya sendiri (baik disadari maupun tidak disadarinya). Seperti dosa atas mencuri, membunuh, berzina, berbohong, menyakiti orang tua, dll.

Yang kedua adalah dosa kolektif. Yaitu akibat dari kesalahan/kejahatan yang dilakukan oleh seorang individu ternyata menyebabkan orang lain di dekatnya akan terkena juga ganjarannya (getahnya). Hal ini berlaku untuk kejahatan/kesalahan yang dilakukan oleh seseorang (baik disadari maupun tidak disadari), tapi diketahui oleh orang lain dan orang lain itu tidak berusaha memperbaikinya. Orang lain itu, meski mereka tidak ikut-ikutan sama sekali atau/terlebih yang ikut-ikutan, membiarkannya hingga kesalahan/kejahatan itu terus berlangsung. Nah, akibatnya akan jatuhlah sebuah dosa kolektif dan ganjarannya pun bersifat kolektf. Misalnya, kejahatan illegal logging (perusakan hutan seperti yang terjadi di hutan kalimantan dan sumatra sana); perilaku korupsi, nepotisme dan kolusi; perilaku jorok, mencuri secara terang-terangan, berbuat maksiat di muka umum, dll.

Perbedaan kedua dosa tersebut, dosa individu, ganjarannya baru akan diterima nanti di akherat; Allahu’alam apa bentuknya. Hanya Allah yang Maha Tahu dan Maha Kuasa memberinya. Tapi kita tidak usah khawatir (cemburu) bahwa di dunia mereka bisa enak begitu saja. Ada juga hukuman bagi mereka di dunia, yaitu dengan menerapkan hokum positif (ditentukan oleh negara/pemerintah setempat). Di zaman Rasulullah dan para sahabat, karena berada dalam sebuah negara Islam, diterapkan hukum Islam seperti potong tangan untuk pencuri, rajam untuk pezina, cambuk untuk penyebar fitnah, dll. Hikmahnya adalah untuk memberikan shock terapi bagi masyarakat bahwa segala kesalahan itu amatlah berat hukumannya dan memberi efek takut pada masyarakat agar tidak melakukan kesalahan/kejahatan serupa. Syarat untuk menerapkan hukum Islam ini adalah ada bukti, saksi, hakim yang adil, dan penegak hukum yang tidak diragukan lagi keadilannya. Untuk masa sekarang ini, penerapan hukum positif ini disesuaikan dengan negara asal domisili masing-masing. DI Indonesia, kita mengikuti hukuman yang diatur di KUH Perdata dan KUH Pidana dan undang-undang terkait lainnya.

Kebesaran Islam dalam hal ini adalah; untuk dosa individu ini ada sebuah kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT bagi mereka yang telah berbuat salah untuk memperoleh maaf dari Allah jika mereka ingin bertobat. Allah memang Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat bagi siapa saja yang ingin bertobat dan tidak berputus asa akan rahmat Allah (ukhti bisa lihat kata, tidak berputus asa dari rahmat Allah disini, biasanya, ada sebuah ujian lain yang menyertai tobatnya seseorang, hanya Allah yang Maha Tahu bentuk ujian tersebut, fungsinya untuk menguji apakah hamba Allah yang akan bertobat itu benar-benar ingin bertobat karena cinta dan takut pada Allah ataukah karena masalah lain. Hmm.. biasa kan, orang biasanya akan ingat Tuhan-Nya jika mereka sedang susah dan segera lupa jika mereka sudah senang kembali).

Sedangkan untuk dosa kolektif, hukuman dari Allah akan segera datang di dunia ini secara langsung saat ini juga meliputi siapa saja yang ada di sekeliling si pelaku dosa tersebut (adapun dosa individu yang menjadi bagian dari dosa kolektif tetap dapat ganjarannya di akhirat). Misalnya, didatangkannya banjir besar untuk kesalahan masyarakat dalam mengelola lingkungannya; krisis multifimensi karena sikap diam masyarakat terhadap segala penyimpangan yang terjadi di sekitarnya; wabah penyakit menular karena sikap masyarakat yang tidak peduli pada kesehatan lingkungannya; bencana kelaparan karena sikap masyarakat yang tidak bekerja sama mengelola sumber daya alam; bencana kemiskinan karena masyarakat yang apatis terhadap penyelewengan yang dilakukan oleh beberapa gelintir orang, dll. Artinya, berbuat jahat itu jelas sebuah kesalahan, tapi diam saja melihat ada orang lain berbuat jahat, juga merupakan sebuah kesalahan. Keduanya akan terkena akibatnya. Itulah keadilan dari Allah bagi ummat manusia.

Kedua, tentang Poligami dalam Islam. Poligami memang sesuatu yang dibolehkan dalam Islam. Tapi dia tidak hanya dilakukan dalam kondisi peperangan dan memuliakan anak yatim saja. Ayat poligami dalam Al Quran, jika kita membuka sejarah turunnya ayat Al Quran tersebut, kita akan menemukan bahwa Poligami itu memang diturunkan sehubungan dengan banyaknya pejuang Islam yang meninggal di perang Uhud. Pada waktu itu, setelah selesai berperang, ternyata mereka-mereka yang syahid di medan perang meninggalkan banyak janda dan anak yatim. Hal ini tentu saja sesuatu yang menyedihkan. Siapa yang menjaga para janda dan anak yatim tersebut? Siapa yang melindungi dan menyantuni mereka dan siapa yang akan menghibur kesedihan di hati mereka? Medan kehidupan pada masa itu amatlah sulit. Ingin air, tidak ada keran air, jadi harus memanggul air dalam sebuah guci besar. Ingin bepergian, amatlah sulit karena tidak ada jalanan mulus beraspal melainkan tanah berpasir dan berbatu. Artinya, banyak pekerjaan yang kasar dan keras sehingga dibutuhkan bantuan lelaki untuk meringankan pekerjaan tersebut. Para janda dan anak yatim dalam hal ini, sungguh amat dikasihani, padahal suami dan ayah mereka telah tiada akibat perang. Akhirnya turunlah ayat tersebut dan berbondong-bondonglah orang mengambil para janda atau anak yatim (gadis yatim) sebagai istri kedua, ketiga atau keempat agar kesedihan mereka terobati dan sekaligus penghidupan mereka selanjutnya tercukupi dan terbantu kebutuhannya.

Bagaimana dengan kondisi seperti saat ini? Kita harus lihat hikmahnya ukhti. Apa tujuan dari dilakukannya Poligami tersebut. Selama tujuan dari dilakukannya Poligami tersebut adalah untuk menjauhi janda, anak yatim dan para gadis muslimah dari kemudharatan yang lebih besar, maka Poligami dianjurkan. Misalnya, karena jumlah wanita muslimah yang lebih banyak dari jumlah pria muslim, hingga ditakutkan akan membuat para wanita muslimah ini menjadi putus asa dari rahmat Allah dan kufur akan nikmat Allah, maka lebih baik mereka menjalani Poligami (contohnya karena tidak ada jalan lain untuk menghidupi keluarganya maka para muslimah tersebut melacurkan diri mereka; padahal dengan poligami maka suami merekalah yang akan berusaha menyukupi kebutuhan tersebut meski harus dengan cara berbagi; atau untuk menghindari bahaya pemurtadan massal karena para muslimah tergoda untuk menukar agama mereka dengan agama lain, mengapa tidak dikumpulkan saja para muslimah ini dalam sebuah rumah tangga poligami hingga mereka bisa saling tukar menukar ilmu, mempertahankan akidah sekaligus mempererat hubungan antar sesama keluarga muslim dan muslimah). Atau lebih baik melakukan poligami ketimbang para wanita muslimah dan pria muslim diam-diam melakukan perselingkuhan dan berzina diam-diam; karena Poligami artinya terjadinya pernikahan yang shah dan diridhai Allah ketimbang sebuah perzinahan (misalnya, ada seorang suami yang merasa bahwa kebutuhan seksnya kurang dapat terpenuhi dengan satu istri, tapi istrinya tidak ingin dimadu, akibatnya, suami yang tidak puas tersebut terpaksa melakukan zina, ini tentu salah besar. Karena jika si istri membolehkan suaminya menikah lagi, maka perzinahan yang dilakukan oleh suaminya tentu tidak akan terjadi). Jadi sekali lagi, kita harus memahami dulu hikmah yang menyertai poligami tersebut. Yang ingin ditekankan disini adalah, poligami itu tidak bisa dianggap sebagai jalan keluar yang main-main. Poligami adalah masalah serius, artinya, ada konsekuensi yang menyertai sebuah rencana seseorang untuk menerapkan rumah tangga poligami, yaitu dia harus mampu menyatu-padukan keluarga besarnya secara damai dan berkeadilan. Itulah poligami islami.

Itulah sekilas penjelasan saya. Semoga ukhti memahaminya.

Adapun masalah pribadi ukhti.

Hmm..
Ukhti, kenapa harus dendam terhadap apa yang dilakukan oleh mantan ukhti? Tahukah ukhti bahwa dendam itu akan meruntuhkan semua sifat baik yang kita miliki? Coba lihat apa yang terjadi dalam diri ukhti saat ini?
Karena merasa dendam dan sakit hati pada mantan ukhti tersebut, ukhti tidak bisa melihat bahwa Allah amat sangat besar cinta-Nya pada ukhti. Dihadirkannya seorang lelaki yang baik dan punya niat baik pada diri ukhti. Bahkan lelaki tersebut hadir bukan hanya dengan niat yang baik, tapi juga dengan kapasitas yang insya Allah baik pula. Punya pengetahuan yang bagus untuk mengajarkan ukhti hingga dapat beribadah lebih baik lagi; punya keluarga yang mendukung hingga insya Allah lelaki ini berusaha untuk senantiasa berbuat adil pada dua belah pihak; punya materi hingga ukhti insya Allah tidak berkekurangan. Semua ini, pada saat ini akan sulit ukhti lihat karena di hati ukhti bersemayam rasa dendam hingga tertutuplah penglihatan ukhti akan semua rahmat (kasih saying) yang Allah masih berikan pada ukhti hingga detik ini.

Hal lain yang terjadi pada diri ukhti saat ini akibat menyimpan rasa dendam dan sakit hati yang tidak berkesudahan itu adalah; kian hari kian memudar kelembutan dan kemampuan melihat kebaikan (hikmah) dalam diri dan hati (nurani) ukhti. Bayangkan, setelah semua dosa berkepanjangan yang ukhti dan mantan pacar lakukan sebelumnya, ukhti dan mantan pacar bisa dikatakan masih diberi kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki diri menata hari depan yang lebih baik. Istrinya yang semula disangka mandul, kini bisa hamil lagi. Ayahnya pun sakit (= sehingga dia diberi kesempatan oleh Allah untuk merawat dan membalas budi sang ayah). Ukhti yang semula merasa masa depannya rusak karena sudah bergaul terlalu bebas, ternyata dihadirkan calon pasangan yang baik. Artinya, Allah sedang memberi pelajaran hidup pada kalian berdua, bahwa harapan untuk memperoleh nikmat, rezeki dan cita-cita itu berada dalam genggaman Allah. Jika Allah berkehendak untuk memberikannya pada seseorang, maka siapapun atau apapun tidak akan bisa menghalanginya. Dan hal ini bisa berlaku sebaliknya! Puncak dari segala kehidupan yang kita miliki ini, akan berujung pada sebuah kematian. Setelah kematian datang menjemput, maka insya Allah kita akan melakukan lagi perjalanan berikutnya menuju ke alam akherat dimana

Sudah.

Mari kita sudahi semua perasaan dendam kesumat dan kebencian yang menggunung di dalam diri. Semua perasaan itu hanya akan menghalangi tumbuhnya benih kebaikan di dalam diri ukhti. Semua perasaan itu, akan menyuburkan perilaku kejam, jahat dan kesengsaraan hati yang tidak berkesudahan. Ukhti akan menyiksa diri ukhti sendiri dan pada akhirnya ukhti akan sulit menanam benih cinta dan pengharapan akan kasih sayang Allah untuk masa yang akan datang.

Yang harus ukhti lakukan saat ini adalah, ambil wudhu, lalu dirikanlah shalat sunnat memohon pengampunan dari Allah (shalat taubat). Lalu, setelah selesai shalat, ambil kitab suci Al Quran, buka sembarang surat, dan bacalah dengan penuh perasaan. Hingga setiap suara yang keluar dari mulut ukhti, bisa ukhti dengar dengan telinga ukhti sebagai suara lembut yang keluar dari seorang hamba yang mengharapkan kasih sayang Allah dan mengharapkan rengkuhan iman lebih lama lagi. Nanti malam, di dua pertiga malam yang terakhir, bangunlah, dan dirikanlah shalat tahajud. Pada waktu-waktu ini, Allah sangat dekat dengan hambaNya. Curhatlah pada Allah, keluarkan semua keresahan dan penyesalan ukthi, dan minta bantuan Allah agar melembutkan hati ukhti yang keras dan terselubung dendam dan sakit hati. Mintalah agar Allah mengaruniai ukhti sebuah hati yang baru, yang lembut dan mudah tergerak untuk melakukan kebaikan agar dapat menebus semua kesalahan dan dosa-dosa di waktu-waktu yang lalu.

Sungguh ukhti. Allah lebih menyukai mereka yang bertobat dan memperbaiki diri ketimbang menolak dan menghukum mereka. Jadi, jangan sia-siakan semua kesempatan yang Allah berikan pada ukhti saat ini, selagi nyawa masih dikandung badan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved