|
Ketika Pergi Tak Kembali Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
(Ijinkan saya menulis tentang seseorang yang ada di hati saya)
“Kriiiinnnnnnnngggg !!!!!!”
“mbak phiet telpon !!”, sebuah teriakan memanggil
Ternyata yang menelepon adalah Mahmoed (nama kecilnya Mahmoedah) teman road race saya dulu di Malang dan sekarang kuliah Keperawatan Unair di Surabaya. Tentu aja saya heboh karena rasa kangen yang menggunung. Tapi kehebohan itu hanya sementara.
Sesaat suaranya melemah.”Phiet, ane bawa berita duka.” Saya pun terdiam sambil menebak-nebak apa berita itu. Lanjutnya,”sahabat kita ukh, si Lilik meninggal kemaren malam, karena sakit …bla…bla….bla….tolong diikhlaskan ya atas semuanya”.
Saya terduduk lemas, menangisÂ…lirih. Sesaat tidak percaya akan berita tersebut. Betulkah ???? saya menanyakan berulang kali ke mahmoed dan jawabannya tetap sama, hingga mahmoed menutup telpon saya mendengar dia mengucapkan salam dengan suara basah, saya tahu diapun sedang menangis. Rabbi Â…Â…saya hanya terdiam menatap telpon itu sambil menangis perlahan.Di dalam kamar, saya masih diam. Sahabat, teman, kakak dan entah gelar apalagi yang saya berikan untuknya kala saya mengungkapkan rasa sayang saya ke Lilik.
Organizer saya terbuka, fotonya masih rapi tersimpan di dalamnya. Dia tersenyum, manis sekali. Saya yakin orang yang melihat foto itu pasti tidak menyangka kalau banyak penyakit yang bersarang di dalam tubuhnya. Saya hanya bisa mengusap foto itu, saya hanya bisa mengenang saat-saat indah kami, saya hanya bisa tertunduk Â….. saya Â… ah Â… terlalu banyak kenangan bersama dia saat kami sering bekerjasama dalam suatu team. Hangat, heboh, semangat, dan kompak.
Banyak yang membuat saya kagum pada dirinya. Saya tahu kalo dia punya banyak penyakit (dan membuat tubuhnya yang kecil semakin kecil), tapi semangatnya dalam berdakwah luar biasa. Badan kecil dan kurus bukan berarti mengecilkan semangat kita kan ukh, begitu ungkapnya suatu ketika.
Akhwat militan, begitu julukan saya dulu untuknya, gimana enggak. Saat sakit pun dia masih (bisa) ikutan syuro` padahal tempatnya lumayan jauh. Saat daurah-daurah dia juga datang dan masih pake baju prakteknya. “dibela-belain gak mandi di rumah dulu nih,” kata akhwat yang bareng dengan dia. Lilik hanya nyengir, nanti kemalaman di jalan, begitu alasannya. “wahhh, banyak kumannya tuh dari pasien,” goda saya … akhirnya dia mandi juga, trik jitu untuk ngebuat dia mau mandi.
Banyak akhwat dan ikhwan yang datang melayat. dari malang, surabaya, blitar, dll. Ada akhwat yang bilang,” meninggalnya Subhanallah bagus, wajahnya tersenyum, damai gitu, dia juga bisa mengucapkan syahadat.” Subhanallah, saya hanya bisa tersenyum haru (saat itu saya gak bisa ikut melayat ke madiun karena sesuatu hal)
Ukhti Syahidah, julukan sekarang yang saya berikan untuknya. Karena saya ingat kalo Rasulullah bersabda bahwa “orang yang disebut mati syahid ada 5 macam, yang kena Waba (ta’un) dan yang kena (disentri) kolera, mati tenggelam dan mati kejatuhan bangunan serta mati syahid dalam jihad fisabilillah”. Dan Lilik ada di salah satunya, insya Allah.
Kematian siapa yang bisa menduganya. Pagi hari masih bisa tertawa, sorenya ternyata udah dikafani. Itulah rahasiaNya. Kematian adalah suatu keniscayaan, siapapun yang hidup pasti akan mati. Tapi kita juga yang harus berusaha apakah kematian kita nanti berakhir dengan husnul ato suÂ’ul.
Sering-seringlah melihat pasien di rumah sakit, agar kita bisa bersyukur atas nikmat sehat yang diberikan ke kita. Dan sering-seringlah mengunjungi kuburan agar mengingatkan kita akan kematian dan memicu kita untuk beramal lebih banyak. Karena saat kita mati, hanya amal yang akan membantu kita. WallahuÂ’alam bishowab.
MalangÂ…. Saat kesedihan itu mulai memudar Â….
muth_mlg [ 0 komentar]
|
|