[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Draf Kompilasi Hukum Islam Picu Kritik
Muslimah & Media - Thursday, 07 October 2004

Kafemuslimah.com JAKARTA -- Draf Kompilasi Hukum Islam (KHI) baru menjalani sosialisasi pertama kemarin. Sejumlah pasal langsung memicu kontroversi. Titik kontroversi terutama ada pada Hukum Perkawinan dan Hukum Waris. Di antaranya adalah pelarangan poligami, pemungkinan perjanjian kawin dalam jangka waktu tertentu, serta penyamaan berbagai hak suami dan istri. Calon istri, misalnya, bisa melakukan ijab-kabul dan memberikan mahar.

Pasal yang tidak kalah kontroversial adalah pembolehan perkawinan beda agama. Tim Pengarus-utamaan Gender bentukan Depag, sebagai penyusun draf, menilai pelarangan perkawinan beda agama melanggar prinsip pluralisme dalam Islam. Abdul Moqsith Ghazali, anggota tim penyusun, mengaku sejak semula sudah memperkirakan akan mendapatkan kritikan tajam. Timnya pun secara internal menjalani perdebatan yang panjang dan alot untuk membuahkan draf itu. Menurut dia, banyak sekali ketidakadilan dalam susunan KHI lama.

''Kami menyusun ini dengan mengacu pada dalil-dalil yang ada. Karena itu, jika memang tidak ada dalil yang melarang untuk mengubah sesuatu hal, berarti itu merupakan dalil untuk mengubah,'' kata Moqsith. Menteri Agama, Said Agil Husin Al-Munawar, juga memperkirakan substansi draf KHI baru ini akan mengundang perdebatan. Namun, dia berharap draf ini tidak langsung ditolak, akan lebih baik jika dikritisi lebih dulu. ''Bagaimanapun juga, saya lebih senang dengan usaha pembaruan hukum Islam yang bernuansa Indonesia daripada formalisasi syariat Islam,'' ujarnya.

Guru besar hukum Islam Universitas Indonesia, Tahir Azhari, dengan terang-terangan menganggap beberapa poin draf itu mengada-ada. Tentang perkawinan dengan perjanjian jangka waktu tertentu, misalnya, dia menyebut nikah adalah ibadah yang berdasarkan tradisi Rasulullah. Nikah harus berlandaskan hukum, bukan semata-mata atas kesepakatan layaknya kontrak. Draf baru menyebut, batas usia minimum calon istri maupun calon suami adalah 19 tahun. Pertimbangannya, untuk tidak lagi mendiskriminasi perempuan. KHI lama menyebut, calon suami 19 tahun dan calon istri 16 tahun. Tahir mengkritik, sejak akil baligh, perempuan dan laki-laki sudah layak menikah.

Soal perkawinan beda agama, Tahir menyitir beberapa ayat dalam surat Albaqarah yang menurutnya jelas melarang orang Islam kawin dengan non-Islam. ''Prinsip ini berasal dari wahyu, tidak boleh kita mempertanyakannya lagi,'' tegas Tahir. Menurut dia, akal tidak bisa begitu saja membantah wahyu. Kritik tajam juga dikemukakan guru besar Universitas Islam Negeri (UIN), Hasanuddin Af. Dia menganggap para penyusun draf mengambil langkah yang secara langsung bertentangan dengan Alquran dan hadis. Padahal, Alquran adalah perintah Allah yang tidak dapat lagi diganggu-gugat.

Menurut Hasanuddin, keadilan bukan berarti semuanya harus sama persis. ''Seharusnya yang menjadi dasar adalah keseimbangan dan proporsionalitas. Bagaimanapun juga fisik laki-laki berbeda dengan perempuan, jadi harus ada pembagian tugas,'' katanya. Soal poligami, Hasanuddin menyebut pintu untuk mempunyai istri lebih dari satu sangat sempit. Harus memenuhi beberapa syarat yang tidak ringan. Dia menyebut, misalnya, kemampuan dan keadilan.

Ulama KH Husein Muhammad bersikap lebih akomodatif. Menurut dia, realitas memang harus menjadi dasar pembentukan hukum. Dan, realitas zaman klasik berbeda dengan saat ini. ''Dulu semua hal dilakukan atas dasar personal. Sekarang, semua hal penting harus dilakukan berdasarkan hukum,'' ujar pemimpin Ponpes Daarut Tauhid, Cirebon, itu.

Beberapa Pasal Kontroversia
1. Asas perkawinan adalah monogami (pasal 3 ayat 1).
Perkawinan di luar ayat 1 harus dinyatakan batal secara hukum (pasal 3 ayat 2).
2. Calon suami atau calon istri harus berusia minimal 19 tahun (pasal 7 ayat 1)
3. Calon istri dapat mengawinkan dirinya sendiri dengan syarat tertentu (pasal 7 ayat 2)
4. Perempuan bisa menjadi saksi (pasal 11)
5. Calon istri bisa memberikan mahar (pasal 16)
6. Calon suami dan calon istri bisa melakukan perjanjian perkawinan dalam jangka waktu tertentu (pasal 28)
7. Perkawinan beda agama boleh (pasal 54)

Hukum Waris:
1. Anak yang berbeda agama tetap mendapatkan warisan (pasal 2 huruf e)
2. Bagian warisan untuk anak laki-laki dan anak perempuan sama 1:1 (pasal 8 ayat 3)
3. Anak di luar nikah yang diketahui secara pasti ayah biologisnya tetap mendapatkan hak warisan dari ayahnya (pasal 16 ayat 2).

laporan:fin (diambil dari milis RIska)
"Teman-teman, ayo kita diskusi soal ini....ditunggu yah di bagian komentar." (ade anita)

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved