[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Di bawah Pohon Sakura itu Aku Berdoa
Jurnal Muslimah - Sunday, 17 October 2004

Kafemuslimah.com Pohon sakura di taman itu masih menyisakan sedikit keindahan bunganya ketika aku duduk di bawahnya pada suatu sore di musim semi tahun ini. Tiupan angin yang kadang berhembus membuatku sedikit merasa dingin. Sesekali aku rapikan kembali jilbab yang kupakai. Aku arahkan pandangan ke daun-daun sakura yang berada tepat diatas kepala. Seminggu sebelumnya aku duduk di tempat yang sama mengagumi salah satu ciptaan Allah yang bernama bunga sakura. Subhanallah cantik sekali dengan warnanya yang putih bersih seperti gumpalan-gumpalan kapas yang memenuhi semua rantingnya. Tapi sayang, kenapa bunga secantik itu hanya mampu bertahan sesaat, tidak lebih dari sepekan. Aku berfikir seandainya pohon sakura itu mempunyai perasaan seperti manusia sedihkan dia, meranakah dia melihat bunga yang telah sekian lama di nantinya berguguran ditiup angin hanya beberapa saat setelah dia datang. Atau mungkin dia akan berfikir bunga itu titipan Tuhan yang sewaktu-waktu bisa dimintanya kembali seperti yang kita fikirkan ketika Allah mengambil kembali orang-orang terkasih kita. Ah tak tahulah aku.

Suami dan anak-anakku sedang bermain di gundukan pasir ketika ada sepasang kakek nenek datang ke taman. Umur keduanya sekitar 80-90 tahun. Ada sesuatu yang membuat aku tertarik untuk memperhatikan mereka. Bukan karena umurnya yang sudah terlalu tua untuk ukuran kita tapi kemesraan mereka yang membuat aku terpana. Mereka berjalan perlahan sambil bergandengan tangan. Sesekali mereka menghentikan langkah untuk menikmati warna-warni bunga yang sedang mekar di taman itu. Sungguh, ternyata keriput yang menghiasi seluruh kulitnya bukan penghalang bagi teciptanya sebuah kemesraan, luar biasa. Seperti pengantin, ya,seperti sepasang pengantin yang sedang berjalan menuju ke palaminan tanpa sedetikpun melepaskan genggaman tangan pasangannya. Dari mata itu terlihat ada lautan cinta dan kebahagiaan dihatinya.

Pandanganku beralih kepada sosok laki-laki yang sejak 8 tahun lalu menjadi suamiku. Tanpa sadar aku mulai membandingkan laki-laki tua itu dengannya. Sekian lamanya kami hidup bersama tapi jarang sekali dia menggandeng tangan ini atau sekedar merapikan jilbab yang menutup kepalaku, apalagi di tempat umum seperti itu. Alangkah senangnya aku seandainya.. tapi.....

"Yang penting kan cinta" selalu itu yang dijadikan senjata olehnya setiap kali aku mulai membicarakan masalah itu.

Ahh...kenapa aku masih saja mencari-cari kelemahan orang yang teramat sangat aku cintai. Padahal begitu banyak kelebihan dan kebaikan yang seharusnya bisa aku temui darinya. Seandainya ada kekurangan bukankah itu suatu hal yang wajar bagi setiap manusia dan akupun harus mau menerima. Bahkan sebagai istrinya aku harus bisa melengkapi kekurangannya. Yaa...Aku harus bilang "I love you" seandainya dia tidak mengatakan "aku cinta kamu". Aku harus memeluk lengannya jika dia tidak menggandeng tanganku. Dan kalau dia memberikan sesuatu yang hambar akulah yang harus memberinya rasa supaya enak untuk dinikmati bersama.

Perhatianku kembali tertuju pada dua orang tua itu seolah tidak mau ketinggalan adegan-adegan lain yang akan diperlihatkan selanjutnya. Aku lihat mereka sudah duduk berjajar di bangku di sudut lain dalam taman itu. Mataku terus memperhatikan dari ketika si kakek mengeluarkan termos kecil dari dalam tas yang dari tadi dibawanya, membuka lalu menuangkan ke dalam gelas sampai diberikannya gelas itu kepada si nenek. Semua dilakukan dengan sangat lamban dan hati-hati sekali. Pada saat si nenek sedang menikmati minuman itu tiba-tiba WUUSSSS angin bertiup agak kencang. Dengan segera tangan keriput si kakek merapikan kembali sebagian rambut yang menutupi muka si nenek.

"Duh mesranya" batinku.

Entah kenapa aku seperti merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan. Aku seperti terbawa ke dunianya yang penuh dengan bunga-bunga cinta, oohh ...indahnya. Sesaat setelah si kakek selesai minum dengan gelas yang sama aku lihat mereka bersiap-siap untuk meninggalkan taman itu. Kemana? Kemana lagi kalau tidak ke lautan cinta yang belum puas dijelajahinya meski sampai usia senja.

Aku lihat suami dan anak-anakku masih asyik bermain pasir. Di bawah pohon sakura itu aku berdoa kepada yang Kuasa, semoga kami selalu disatukan dalam satu ibadah padaNya, satu rasa dan satu bahagia dalam naungan cintaNya, amin.

Angin sore semakin kencang bertiup menusukkan dingin ke dalam sendi-sendiku. Ku lihat sang surya semakin jauh meninggalkan bumi sakura sambil berucap "Sayonara..mata ashita". Ya, kalau masih ada hari esok tentunya. Aku beranjak meninggalkan pohon sakura itu untuk bergabung dengan orang-orang terkasih. Bersama mereka akan aku arungi luasnya samudera cinta yang membentang di depan mata.

Catatan
Sayonara: selamat tinggal
Mata ashita: sampai jumpa besok

Fitri sw
Kobe, Jepang


[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved