|
FNI, Bukan Festival Nasyid! Muslimah & Media - Sunday, 24 October 2004
Kafemuslimah.com Dunia Nasyid Indonesia, sempat mendapatkan sebuah kesejukan saat ada sekelompok orang yang berinisiatif mengadakan ajang untuk menjaring bibit – bibit nasyid potensial dari seluruh nusantara. Apalagi penyelenggara menjanjikan berbagai hal yang menarik dan berbeda. Mulai dari saat karantina peserta akan diberi berbagai bekal mulai dari agama hingga kemampuan olah vokal. Hingga sistem penilaian yang akan menggunakan juri dari beberapa penyanyi kondang. Meski sempat timbul berbagai pertanyaan, apakah ini bukan sebagai bentuk suatu “kelatahan” karena munculnya kontes – kontes idola di televisi? Namun, menurut penyelenggara, setidaknya FNI bisa menjadi sebuah solusi alternatif untuk mengimbangi maraknya kontes idola
Sayang seribu sayang, dalam realita perjalanannya hingga telah memasuki putaran final dan tahap eliminasi pertama, begitu banyak cacat dan kesalahan yang cukup krusial yang dilakukan oleh penyelenggara. Dan kami, Justice Voice Community (JVC) selaku komunitas pemberdayaan penikmat
nasyid Indonesia yang funky tapi tetap syar’i, dengan tegas mengkritik dan menyatakan bahwa FNI Tidak Layak disebut Festival Nasyid, tapi lebih tepat disebut Festival Lagu Relijius atau Festival Boysband Islami bahkan AFI gaya Ramadhan!
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi penilaian kami itu:
- FNI dikelola & diselenggarakan oleh orang – orang yang tidak berkompeten dalam dunia nasyid. Sehingga sejak awal cukup banyak cacat yang dilakukan, antara lain:
- Penentuan daerah penyelenggaraan audisi yang tidak tepat, ada daerah yang layak jadi tempat audisi namun tidak ditetapkan jadi penyelenggara audisi dan sebaliknya.
- Persyaratan peserta yang tidak tegas dan tidak jelas, terbukti ada beberapa tim yang sebenarnya sudah memiliki popularitas tingkat nasional atau regional bahkan sudah menelurkan album bisa ikut audisi bahkan lolos ke putaran
final dengan memakai nama baru.Bahkan saat ini, FNI sudah sepenuhnya menjadi hak milik Indosiar dan dikelola oleh stasiun televisi yang pertama
kali memunculkan kontes idola itu. Sehingga dalam pelaksanaan putaran final FNI ada begitu banyak perubahan yang cukup fundamental yang membuat FNI keluar dari jalurnya!
- Penyelenggaraan Putaran Final FNI sama sekali tidak pro nasyid atau tidak mengangkat nasyid. Karena :
- Lagu yang dibawakan oleh peserta putaran final bukanlah lagu – lagu nasyid, tapi merupakan lagu – lagu Pop relijius/Islami. Nasyid jelas beda dengan lagu – lagu tersebut. Ada ciri dan karakter tersendiri yang tak mungkin dipaksakan.
- Tidak ada bintang tamu dari tim – tim nasyid di Indonesia yang sudah cukup mapan yang diundang.Karenanya, FNI saat ini lebih cocok disebut Festival lagu relijius/pop Islami.
- FNI sama saja dengan kontes idol yang lain karena penggunaan sms sebagai penjurian.
- Menurut salah seorang finalis, ada semacam pemaksaan di putaran final FNI sebagai ajang pemaksaan tim – tim nasyid yang ada untuk jadi boysband relijius dan kehilangan identias timnya. Satu contoh kasus adalah Tim Nasyid
Zukhruf asal Solo. Di tim nasyid ini yang bisa atau biasa bernyanyi dan bertindak sebagai vokal hanya 3 orang, selebihnya adalah pemain musik. Namun pihak panitia Indosiar tetap memaksa agar semua menyanyi. Jelas saja
hasilnya sangat tidak memuaskan. Ini adalah pembunuhan identitas dan kreativitas Munsyid. Biar bagaimanapun, nasyid adalah ajang kreativitas sebuah tim dengan ciri dan karakternya masing – masing.
- Aransemen lagu yang penuh paksaan. Saat konser perdana, semua lagu memakai alat musik. Padahal tidak semua lagu nasyid memakai alat musik.
- Hilangnya nilai sportivitas. Karena ada beberapa finalis yang sesungguhnya merupakan tim nasyid mapan bahkan sudah mengeluarkan album. Namun mereka tetap mengikuti ajang ini dengan mengganti nama. Sebut saja MIXTA dari Banten, personelnya merupakan personel tim
nasyid Melodi Islam dan satu dari LQ Voice, 2 tim nasyid asal Lampung yang sudah mengeluarkan album. Sementara SAVANA dari Semarang, yang sesungguhnya berasal dari Jogja, merupakan penjelmaan alias nama lain dari tim nasyid Al – Birr yang sudah punya 2 album.
- FNI telah dijadikan Indosiar sebagai alat membersihkan nama karena sempat dihujat lewat program AFI-nya. Kalau tidak mau dibilang FNI telah dimanfaatkan oleh Indosiar agar AFI tetap ada di bulan Ramadhan namun dengan nuansa yang relijius. Fakta dan realita di atas jelas menunjukkan
hal itu.
Oleh karena itu, kami berharap agar semua pihak yang berkompeten secepatnya sadar dan mengembalikan FNI ke jalurnya semula sehingga citra nasyid yang telah dan sedang susah payah dibangung oleh tim – tim nasyid assabiqunal awwalun (Snada, Izzis, NSP, Mupla, Justice Voice, dll) tidak rusak begitu saja. Juga agar FNI, sebagai sebuah ajang besar berskala nasional tidak sia –
sia keberadaannya. Lebih jauh adalah agar FNI tidak ditinggalkan oleh komunitas nasyid itu sendiri.
Kami memuji NTQ (Nasyid, Taushiyah, Qira’ah) yang diadakan TV7. Meski secara kualitas tim – tim pesertanya masih dibawah FNI karena tidak lewat audisi. Namun di NTQ, Nasyid dan para munsyid tidak kehilangan jati dirinya.
Metode penjurian pun, meski masih menggunakan sms, tapi tetap ada penilaian dari tim juri tetap. Bahkan lebih baik lagi karena di NTQ ada pembacaan ayat suci Al Qur’an dan untaian hikmah.
Demikian kritik dan saran serta pernyataan sikap dari kami. Kebenaran hanya milik Allah, Manusia adalah tempatnya salah dan lalai. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan kita dan kita tetap dalam ridho-Nya. Amiiin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Marsahid Agung Sasongko
Justice Voice Community (JVC), Dept. Media & Jaringan Iqro Club DIY
Jl. Hasanudin Gg. Kantor Pos No. 13 Teluk Betung Utara,
Bandar Lampung
08562804495 [ 0 komentar]
|
|