|
Lebaran Datang Menjelang Jurnal Muslimah - Monday, 15 November 2004
Kafemuslimah.comSeorang kawan yang tinggal di tanah air menyampaikan sapaannya lewat e-mail,
“Hari-hari terakhir ini, mall-mall sedang sibuk, sibuk membanting harga, diskon sampai 70%, tujuannya biar semua orang (yang mau dan mampu) membeli pakaian untuk persiapan lebaran.
Barang kebutuhan pokok diserbu, pasar-pasar modern dan tradisional penuh sesak. Tidak peduli berhimpitan, tidak peduli banyak copet yang mengincar, tidak peduli kepanasan di tengah pikuknya pasar tradisional. Nekad...?
Tidak, tapi kita sedang melakukan ritual. Agar nanti pas lebaran bisa berdandan, menikmati hidangan yang lezat dan mengundang selera.
Wahai rekan-rekanku yang ada seberang lautan, di tanah perantauan, di negeri orang, tidakkah engkau semua rindu kampung halaman? Kini saatnya pulang ... mudik lebaran.“
Aah..kurang dari satu minggu lagi lebaran datang menjelang. Dan aku masih tetap di sini ditemani daun-daun yang berguguran, sesekali menggigil terkena terpaan hawa dingin udara bulan November. Hampir genap tiga tahun aku merantau di negeri Sakura, dan ini adalah Idul Fitri kedua yang kujelang di kampung orang. Sempat Idul Fitri tahun lalu aku pulang ke tanah air, melewati malam takbiran di atas pesawat, menikmati lengangnya suasana Jakarta tepat di malam 1 Syawal.
Rindukah aku akan suasana Idul Fitri di kampung halaman? Rindu, teramat rindu.
Semakin rindu ini aku redam, semakin kuat ia menyeruak. Terbayang suasana menjelang Idul Fitri di kampung halaman. Tercium aroma wangi penganan khas lebaran dari dapur Mama, tergambar kesibukan Papa menerima titipan zakat fitrah dari warga sekitar.
Malam menjelang 1 Syawal terdengar syahdu gema takbir mengagungkan kebesaran-Nya, berbaur dengan riuh gemuruh suara beduk. “Allahu Akbar…Allahu Akbar…Allahu Akbar…”. Dan ketika hari kemenangan itu tiba, berbondong-bondong orang menuju ke tanah lapang. Senyum manis selalu tersungging di wajah-wajah nan ceria, di sela hangatnya tegur dan sapa.
Terlintas dalam ingatan jelang Idul Fitri di masa kecil. Minggu terakhir bulan Ramadhan selalu saja menjadi minggu yang paling sibuk bagiku. Di sela-sela waktu bermain, aku dan kedua kakakku disibukkan dengan berbagai paket mungil. Entah itu hantaran untuk kerabat, untuk staf Papa di kantor ataupun untuk petugas sampah di sekitar tempat tinggal kami. Alhamdulillah Papa diberi kecukupan rejeki, sehingga kami masih bisa berbagi. Tak jarang kulihat mata Mama berkaca-kaca menyaksikan binar di wajah petugas sampah saat menerima bingkisan ala kadarnya.
Menginjak usia remaja, kesibukan jelang Idul Fitri pun berganti. Penuh semangat aku berkutat dengan kertas dan gunting. Spidol warna-warni tak henti menari, mengukir kata di atas kartu lebaran beraneka warna dan bentuk.
Baju lebaran ? Sudah cukup lama aku tak bersentuhan dengan baju baru di hari Idul Fitri. Bukankah keindahan Idul Fitri tak terletak di baju baru? Melainkan ada di kedalaman kalbu. Setulus apa kita mampu meminta maaf, seikhlas apa kita dapat memaafkan kesalahan orang lain. Kembali kepada fitrah-kah aku ketika lisan dan hati tak sejalan saat berucap maaf? Merayakan hari kemenangankah aku ketika di bulan Ramadhan masih banyak amalan yang tak sempurna kukerjakan? Duh, tergugu aku di ujung Ramadhan.
Hhmm,suasana Idul Fitri esok hari sepertinya tak jauh beda dengan dua tahun lalu. Tak kudengar takbir berkumandang di setiap penjuru, pun tak ada ketupat berbungkus janur di meja makan. Seusai menunaikan sholat sunat tak kan kujumpai pangkuan Mama dan Papa, tempat dimana kubersimpuh memohon sejumput maaf. Hanya teleponlah saksi bisu untuk sejuta kata maaf yang tercekat di sela-sela isak.
Lebaran datang menjelang, dan aku dibuai rindu...
Ya Robbi..
Beri kami hati yang lapang di hari nan indah ini
Agar hilang semua kesal dan kecewa
Sehingga kata maaf tak terlantun sia-sia
Dan kesucian itu dapat kembali kami raih..
Amiin..
Bumi Sapporo, 09112004
[email protected]
(Teriring ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1425 H, mohon maaf lahir dan bathin) [ 0 komentar]
|
|