|
Di Antara Percik Bunga Api dan Pekik Takbir Muslimah & Media - Thursday, 18 November 2004
Kafemuslimah.com Sebuah bunga api bundar terlontar memanjang ke udara. Ketika menyentuh batas cakrawala pandangan, bunga api itu terpendar dan memencar menjadi bulir-bulir kecil bunga api yang saling memenuhi angkasa biru gelap langit malam. Itulah pendar kembang api atau mercon. Benda yang satu ini ramai dinyalakan orang di langit Kuala Lumpur sepanjang malam-malam hari raya selepas ramadhan. Semua orang merayakan kedatangan Aidul Fitri. Semua orang terlibat dalam kegembiraan yang menandai berakhirnya masa berpuasa.
Ada sebuah kegembiraan setiap kali melihat bunga api yang menghiasi angkasa. Kembang api itu terlihat indah manakala membentuk ilustrasi dedaunan pohon nyiur. Tiba-tiba saja, langit yang semula berwarna senada, biru gelap cenderung hitam, terhias oleh warna terang yang berpendar ceria. Ada warna hijau terang, kuning cerah, lebih sering merah menyala. Beberapa kali warna biru elektrik terlihat. Makin terlihat ceria setelah kembang api itu bersanding serasi bersama pendar lampu-lampu yang menghiasi gedung Petronas di kejauhan. Subhanallah, sungguh amat cantik.
Kondo tempatku tinggal saat ini memang memiliki pemandangan langsung ke arah Petronas dan Menara Kuala Lumpur. Dari lantai sebelas ini, saban malam tak bosan mata ini menikmati keindahan kota Kuala Lumpur di waktu malam hari. Taburan lampu-lampu yang menghiasi gedung-gedung menjulang di kota ini amat menawan. Bahkan meski awan gelap, hujan besar dan kabut pekat datang menutupi langit sekalipun dan bahkan mampu menyembunyikan gedung-gedung tinggi itu dalam pelukan kabut pekatnya, sama sekali tak mengurangi rasa takjub menikmati keindahan yang tetap terhampar.
Maha Suci Allah. Maha Besar Allah. Dia-lah yang membuat siapa saja bisa menikmati berbagai pemandangan yang mentakjubkan. Karena kuasa Allah, dalam sekejap, langit berwarna cerah dan bersih dari kabut dan awan kelam. Lampu-lampu dari kamar gedung pencakar langit yang berkerlipan dari kejauhan bak taburan permata terlihat berlomba mempertontonkan kecantikannya. Karena kuasa Allah pulalah dalam sekejap semua pertunjukkan lampu-lampu tersebut ditutup seperti hilang oleh kabut. Menara Petronas dan Kuala Lumpur Tower yang biasanya terlihat amat perkasa pun bahkan bisa dihilangkan dalam sekejap hanya oleh segumpal awan tebal. Hinggar bingar suara mercon tak terasa mengganggu. Yang tertangkap adalah rasa kagum dan terpekur dalam renungan atas karunia Ilahi. Utuh.
Suatu malam, setelah makan malam di kedai Nasi Kandar selesai, di perjalanan pulang, aku bertemu dengan segerombolan anak-anak muda yang sedang asyik menyalakan mercon (= petasan) kembang api. Bola-bola mercon kembang api itu dilontarkan ke angkasa sekuat tenaga. Ada juga yang menggunakan bantuan ketapel. PLASH. Bola mercon kembang api itu melesat ke udara, beberapa detik kemudian dia tampak mengeluarkan suara ledakan, lalu sejurus kemudian muncullah bunga api yang berpencar ke segala arah membentuk rangkaian daun pohon nyiur. Bau bubuk mesiu dari mercon yang terbakar itu merebak dan singgah di hidungku. Suara ledakan pun terdengar begitu membahana dan memekakkan telinga. Gaya anak-anak muda itu melontarkan bola mercon kembang api tersebut, mengingatkan aku pada sosok-sosok penuh semangat di Palestina sana.
Ya.
Jika di Malaysia yang merdeka dan larut dalam kegembiraan menyambut Aidil Fitri ini, anak-anak muda bersuka ria menyalakan mercon kembang api. Di Negara-negara yang terlibat peperangan dan penjajahan, anak-anak muda mereka, dengan gaya yang sama, asyik melontarkan granat dan batu ke arah penjajah negera mereka. Sama-sama menebarkan bau bubuk mesiu, sama-sama menimbulkan suara ledakan yang memekakkan telinga, sama-sama menimbulkan bunga api, tapi berbeda dampak dan niatnya. Yang satu bisa jadi hanya menimbulkan dampak kesenangan sementara, sementara yang lain mampu mengobarkan semangat kepahlawanan. Yang satu bisa jadi hanya muncul dari niat untuk memperoleh alternatif kegembiraan, yang lain berasal dari niat Jihad Fisabilillah. Sebuah penjajahan adalah tindakan penjarah yang utuh melanggar norma-norma kemanusiaan. Sebuah penjajahan adalah tindakan perampok yang sekaligus bertindak sebagai pembunuh dan berwajah amat keji. Mempertahankan negara dan akidah dari cengkeraman penjajahan adalah keharusan, bahkan termasuk bagian dari ibadah fardhu ain. Ganjarannnya tentu saja Jihad Fisabilillah.
Dan kembali aku terpekur menatap pemandangan langit malam yang mentakjubkan. Selalu mentakjubkan.
Apa yang dirasakan oleh mereka yang tinggal di Fallujah sana ketika mereka sedang menatap pemandangan langit malam yang terhampar di jendela mereka? Bisakah mereka menikmati suasana romantis yang kurasakan saat ini ketika sedang terbang mengitari keindahan kerlip lampu-lampu dari perumahan dan gedung-gedung tinggi?
Apa yang dirasakan oleh mereka yang tinggal di Palestina sana? Apa yang dirasakan oleh mereka yang tinggal di Afghanistan, Poso, dan negara-negara lain yang sedang bergolak hebat? Sempatkah mereka menikmati suguhan tarian bintang gemintang di langit luas?
Boleh jadi, seluruh umat Islam merayakan Hari Raya Aidil Fitri dengan doa supaya dunia akan kembali aman dan damai. Tapi peristiwa kedukaan terus terjadi pada mereka yang tinggal di Irak, Kashmir, Thailang, juga di Indonesia. Palestina merayakan AidilFitri dengan terus meratapi kematian pemimpinnya, Yasser Arafat, tidak menduga lebaran kali ini mereka akan kehilangan seorang pejuang yang menjadi kekuatan mereka mendapatkan kembali tanah yang dirampas Israel. Empat hari setelah kematian pejuang itu dan tiga hari setelah pengebumiannya di Tebing Barat, pengungsi Jabaliya, masih terbayang-bayang wajah pemimpin yang pernah melawat tanah mereka tahun lalu.
Rakyat Irak di Fallujah pun terus menerima serangan bom dan berondongan peluru dari tentara Amerika dan sekutunya, dan pada minggu terakhir Ramadhan ada lebih 1200 pejuang yang terbunuh dalam pertempuran yang terjadi di Mosul di hari raya.
Sementara di Kashmir, pemberontak Islam didakwa membunuh tiga anggota polisi pada sore di malam takbiran di sebuah perkampungan Hindu yang menjadi medan pertumpahan darah tahun lalu. Polisi menuduh, para militan menyerbu sebuah pusat kawalan polisi di Nadimarg, 80 kilometer di selatan Srinagar.
Di negara tetangga, Thailand, ketegangan semakin memuncak menjelang Aidil Fitri, dengan lima tembakan yang terjadi dalam tempo 24 jam dan membunuh seorang lelaki Budha dan mencederakan 29 orang lainnya.
Di negara kita, Indonesia, tepatnya di wilayah Poso, Sulawesi Tengah, sekurang-kurangnya enam orang meninggal setelah sebuah bom meledakkan sebuah metromini di dekat pasar. Tidak diketahui siapa yang melakukannya tapi analis menduga berasal dari kelompok Islam radikal yang beroperasi di sekitar daerah itu.
Beberapa ucapan pemimpin negara mungki perlu dijadikan renungan bersama. Presiden Indonesia, SBY, menegaskan umat Islam amat sedih karena dianggap sama seperti teroris dan senang melakukan tindakan terorisme. Padahal itu semua tentu saja tidak benar adanya. Demikian yang dikatakan oleh SBY pada kantor berita Antara ketika menyampaikan ucapan “selamat menyambut hari raya Aidil Fitri.” Kepada rakyat Indonesia.
Presiden Pakistan, Pervez Musharraf, turut mendesak penduduk Pakistan agar menghindari perbuatan membeda-bedakan sesama manusia. “Kita sepatutnya menebarkan sikap dan perasaan bersaudara, bersatu dan saling menyayangi, karena hanya dengan sikap inilah dapat dihapuskan segala perbedaan, sikap berlebihan dan terorisme, serta bergerak ke arah kemajuan dan kemakmuran.” Katanya.
Untuk menghormati kematian Arafat, beberapa negara Arab menyambut AidilFItri secara lebih sederhana.
Di Libanon, Perdana Mentrinya, Omar Karameh, berkata dia tidak bisa menerimasemua ucapan selamat hari raya seperti biasa karena kehilangan Arafat amat terasa dan sekaligus membayangi suasana kegembiraan di beberapa negara Teluk.
Di Iran, pemimpin tertingginya, Ayatollah Ali Khamenei, dalam khutbah hari raya berkata, “Bagi semua yang menyempurnakan puasa, Ramadhan menjadi bulan berkabung karnea pelbagai bencana yang menimpa Palestina dan Irak.”
DI Afghanistan, bekas pemimpin Taliban, Mullah Mohammed Omar, mengeluarkan sambutan Aidil Fitrinya dengan mengingatkan rakyat negara itu supaya bersatu untuk menghalau tentara asing dari bumi Arab.
DI Algeria, angin ribut telah menewaskan 4 orang sedang 18 lagi dilaporkan hilang, tapi umat Islam disana bisa terus melakukan AidilFItri seperti biasa dengan Presiden Abdul Aziz Bouteflika menunaikan sembayang hari raya di masjid besar di Algiers. (Berita Harian, 16 november 2004)
Dalam terpekurku, suara takbir menanti hari raya Aidil Fitri terdengar amat merdu. Alhamdulillah. Sepatutnyalah rasa syukur senantiasa kita panjatkan karena Allah berkenan memberi kesempatan pada kita untuk menikmati suasana merdeka dan bahkan perasaan lahir kembali setelah melalui madrasah Ramadhan selama satu bulan.
Allahu Akbar.
Allahu Akbar.
Wallillahilham.
------- Kuala Lumpur, 15 November 2004 ([email protected])
penulis: Ade Anita
sumber: Koran: Berita Harian, 16 november 2004, hal. 16.
Sumber gambar: kartu Pos pemandangan Kuala Lumpur di malam hari (pemandangannya sama seperti yang tampak dari kondo tempat saya tinggal, sengaja saya scan untuk berbagi oleh-oleh).
[ 0 komentar]
|
|