|
Ijazah dan Jilbaber Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
Zaman reformasi. Banyak kalangan turut ambil jatah mempermak diri, usaha bahkan hidupnya. Masing-masing berlomba-lomba mencapai apa yang dipendamnya selama ini. Segala keinginan, cita-cita dan harapan meluap kepermukaan. Di tengah bisingnya yel-yel reformasi, ternyata masih ada sudut yang mempertahankan aturan lama. Zaman sudah berubah. Bahkan hitungan tahun bukan lagi berkepala satu, tapi sudah dua. 2001. Bukan angka yang sedikit, ternyata masih ada saja pihak yang mempermasalahkan jilbab.
Bayangkan bertahun-tahun menimba ilmu, disiplin dalam pendidikan dan menutup diri rapat dalam pakaian takwa. Jilbab plus aksesorisnya. Tahu-tahu di ujung pendidikan kudu rela pakai sanggul, bermake up ria demi beberapa lembar foto untuk ijazah. Bahkan ada yang memisahkan antara pelajar putra dan putri saat pemotretan, tapi tragisnya yang memotret muslimahnya tetap aja laki-laik, sama aja bohong.
Berbagai petuah dari berbagai kalangan juga bermunculan seperti petuah yang berbunyi, “Kalau jadi pengajar untuk foto diri yang perlu ditampakkan adalah kuping. Dalam mencari kerja anda akan kesulitan. Toh ijazah itu tidak setiap saat dilihat orang dan tidak semua orang melihatnya.” Mungkin hal itu yang membuat saudariku bimbang.
Yang tak habis pikir, kenapa justru dari wadah pendidikan yang notabene berbasis Islam yang penduduknya intelek, justru menepis kewajiban berjilbab (QS. Al-Ahzab : 59, An-Nur : 31), bukannya malah menganjurkan dan menguatkan iman penghuninya, malah memberikan pandangan yang berpatok pada mengejar kebutuhan duniawi. Bukankah itu sama saja menepis QS. Al-Ashr’ ayat 1-3 : “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati menetapi kesabaran.”
Saudariku muslimah. Tidakkah kita ingat bahwa memakai sanggul termasuk hal yang dilarang seperti yang dikatakan dalam hadits Nabi : “Kata Jabir bin Abdullah ra : Nabi SAW melarang wanita menyambung sesuatu pada rambut kepalanya” (HR. Muslim).
Saudariku muslimah. Kalau kita berkaca sebentar saja pada janji Allah bahwa “Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Al-Hajj:50); “Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ankabuut:62). Jadi buat apa khawatir tidak kebagian jatah (rezeki), karena masing-masing kita sudah ada porsinya sendiri.
Sekarang tinggal bagaimana kitanya berusaha dan tawakal untuk meraih janji Alloh tersebut tentu dengan cara-cara yang diridhoiNYA. Bukankah Alloh menilai dari usaha kita bukan dari hasil yang kita capai. "Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabbmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas". (QS. Az-Zumar : 10). Wallahu a'lam bishowab. (ZSakum) [ 0 komentar]
|
|