|
Dalam Permainan Ombak Pantai Muslimah & Media - Wednesday, 08 December 2004
Kafemuslimah.com Nobel bisa jadi tidak bergembira hatinya jika mengetahui hasil penemuan dinamitnya kini sudah berkembang pesat menjadi rangkaian senjata peledak yang dasyat dan amat kompleks. Begitu juga dengan Albert Einstein, yang menguraikan dasar teori bom nuklir dan mencetuskan ide bom atom yang ditujukan untuk kota Hiroshima dan Nagasaki. Keduanya bisa jadi akan sangat miris jika melihat apa yang terjadi pada negara-negara yang berperang di seluruh penjuru dunia saat ini, khususnya terhadap apa yang dilakukan oleh negara Amerika dan sekutunya.
Bagaimana tidak?
Saat ini, dengan kekuatan berlipat pasukan tentaranya dan perbekalan senjata yang dimiliki, tentara Amerika (terutama setelah presiden Bush kembali terpilih dalam pemilihan umum bulan lalu yang menghasilkan keputusan untuk meneruskan kebijakannya mengendalikan keamanan di negara-negara yang diduga sebagai teroris versi Amerika Serikat) terus menancamkan kuku penjajahannya di bumi Fallujah. Mesjid diserang dan para jamaah yang sedang melakukan shalat di dalamnya ditangkap atau ditembak ditempat. Semuanya berdasarkan sebuah kecurigaan bahwa masjid tersebut adalah tempat bertemunya para dedengkot teroris Irak. Tak ada sidang keadilan untuk mengecek ulang kebenaran dugaan tersebut. Lebih jauh lagi, mereka juga mulai menggelendah rumah-rumah sakit, rumah-rumah penduduk dan menyisir tempat-tempat umum di penjuru Irak untuk memastikan bahwa memang tak ada lagi kelompok pembangkang.
Irak memang sedang mengalami sakit yang cukup parah.
Tumbangnya Presiden Saddam Hussain tahun lalu, tidak menjadikan negara tersebut bisa melanjutkan keberlangsungnan hidupnya sebagai negara merdeka dan makmur. Padahal, negeri tempat asal cerita Seribu Satu Malam tersebut, pada kenyataannya adalah negara pengekspor minyak kedua terbesar di OPEC. Artinya, jika dia mengalami masa kemakmuran dan kesejahteraan di tiap-tiap penduduknya seperti di masa-masa yang lalu, hal ini bisa dimaklumi. Ada seorang teman saya dari Irak yang bercerita bahwa di masa yang lalu, sudah amat biasa jika ada yang melakukan pernikahan, maka pesta pernikahan yang dilakukan itu berlangsung tiga hari tiga malam non-stop. Itu berlaku untuk orang biasa. Untuk mereka yang berpunya, bisa terjadi dalam tujuh hari hingga sepuluh hari non stop. Lalu apa yang terjadi saat ini? Jangankan untuk merayakannya, hampir setiap hari tentara Amerika menggeledah rumah-rumah penduduk. Dengan sepatu tentaranya, mereka begitu saja masuk ke dalam rumah. Menggeledah kamar tidur, ruang keluarga, bahkan ada sebuah gambar yang saya liat di Koran Berita Harian dimana tentara Amerika menggeledah lemari dan di belakang punggung mereka tampak terlihat dua bocah sedang tertidur di atas tikar.
Rumah-rumah sakit kekurangan tempat tidur karena banyak bangsal yang diledakkan oleh tentara hingga memorak-poradakan perlengkapan rumah sakit. Sudah lazim melihat para pasien yang dirawat hanya di atas tikar lantai rumah sakit. Belu lagi masjid-masjid yang dihancurkan, rumah dan toko-toko milik penduduk sipil. Gempuran peluru yang dimuntahkan setiap hari membuat banyak mayat bergelimpangan di jalan-jalan. Media massa cetak maupun internet melaporkan bahwa bagian-bagian tubuh mayat yang berserakan tersebut banyak yang terbengkalai begitu saja dan akhirnya dimakan oleh anjing liar. Pejuang Fallujah memberi kesaksian bahwa tentara Amerika Serikat memperkosa wanita dan anak-anak di Fallujah sebelum membunuh dan membiarkan mayat mereka terbengkalai di jalan raya. Kepada media dan situs Islam di Internet, pejuang Fallujah juga berkata bahwa tentara Amerika Serikat hingga tanggal 26 november 2004 telah membunuh kira-kira 5000 penduduk sipil. Ini termasuk di dalamnya wanita, anak-anak, orang tua, orang yang cedera, orang sakit dan wanita mengandung. Mayat mereka ditanam beramai-ramai atau dibuang ke dalam sungai Furat di dekat kota. Ada lebih dari 3000 penduduk sipil yang ditahan di Fallujah. Pejuang Fallujah mengatakan bahwa tentara Amerika serikat menembak penduduk sipil dengan menggunakan bom Napalm, fosforus dan bom berangkai (Koran Berita Harian, 26 November 2004). Sumber dari Amerika Serikat sendiri, belum mengumumkan jenis bom dan jumlah korban yang jatuh dari serangan yang mereka lancarkan.
Hingga hari ini, korban rakyat sipil dan dari pejuang memang terus bertambah. Begitu juga kerusakannya. Tapi, tampaknya tak ada yang peduli dengan bencana perang yang terjadi Irak tersebut. Pun tak ada yang bersuara dengan kejahatan kemanusiaan akibat penjajahan tersebut.
Yang terjadi sebaliknya adalah, dengan penuh percaya diri, Amerika mulai melirik Iran (negara tetangga Irak yang juga kaya minyak) sebagai sarang teroris baru yang mesti diwaspadai dan dipangkas kekuatan peotensialnya. Iran kini disebut sebagai sasaran berikutnya yang akan ditumbangkan oleh Amerika Serikat dan sekutunya dengan alasan Iran memiliki senjata nuklir.
Begitu dasyatkah senjata nuklir hingga siapapun negara yang memiliki dan mengembangkannya harus dimusnahkah? Jawabannya amat relatif.
India, telah berhasil mengembangkan senjata nuklir di negara yang penduduknya masih sederhana dan sering terjadi bentrok antar warga. Tapi tampaknya Amerika dan sekutunya tidak melihat apa-apa. Korea terus mengembangkan nuklir dan bahkan kini terjadi persaingan dalam meningkatkan senjata tersebut antara utara dan selatan di wilayah tersebut. Siapapun tahu bahwa meski secara resmi mereka dinobatkan telah bersatu, tapi perang dingin antara utara selatan tetap terjadi bagai api dalam sekam. Begitu juga yang terjadi dengan China dan Taiwan. Tapi apa tindakan Amerika dan sekutunya, atau PBB dan dunia pada umumnya? Semua seakan tutup mata.
Alasan Amerika dan sekutunya mengincar negara-negara teluk satu, karena di negara-negara tersebut belum siap mengembangkan nuklir dan senjata pemusnah massal dan kecurigaan bahwa senjata-senjata tersebut akan digunakan oleh para teroris yang ditengarai memang berkumpul di negara-negara teluk tersebut.
Apa iya?
Tak ada yang tahu. Tapi semua rasanya TST (tahu sama satu). Kelemahan besar yang dimiliki oleh negara-negara teluk tersebut adalah, mereka tidak pernah bisa bersatu. Kaya raya tapi mudah ditumpas karena tidak punya persatuan yang teguh. Alasan pribadi yang menjadi udang di balik batu dari semua penyerbuan yang dilakukan oleh penjajah Amerika terhadap negara-negara teluk tidak ada lagi yang mau membicarakannya.
Ya.
Ummat Muslim yang menjadi mayoritas penduduk di negara-negara teluk memang amat sulit bersatu. Selalu muncul friksi-friksi kebutuhan lain yang akhirnya timbul beberapa kelompok di dalam kelompok. Ini yang membuat negara-negara teluk tersebut mudah sekali digoyang. Bisa jadi, akan lain ceritanya jika Amerika sepakat untuk menghancurkan Taiwan. Seluruh rakyat China akan bangkit bersatu membela negara tersebut dan rakyat China dalam hal ini adalah jenis manusia terbanyak yang menghuni muka bumi. Begitu juga yang terjadi di Korea, India atau Pakistan.
Ah.
Begitulah nasib buih-buih di pinggir pantai. Tak berguna sama sekali kemilau putih yang ditampakkannya dan menghiasi pinggiran pantai dari kejauhan. Selamanya akan terombang-ambing mencari posisi aman padahal akan selalu mereka menemukan kebinasaan. Setiap kali menyentuh pasir pantai, buih tersebut akan hilang termakan pasir. Lari ke tengah, akan tersapu ombak besar yang melarang mereka menuju ke tengah samudra.
Bahkan mau menangis karena putus asa dan kelelahan pun akan percuma. Air mata mereka akan kalah bersaing dengan air laut di samudra yang maha luas.
---- Kuala Lumpur, 5 Desember 2004 ([email protected])
[ 0 komentar]
|
|