[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Menyikapi Sisa Uang Kesehatan yang Tak Terpakai
Uneq-Uneq - Friday, 17 December 2004

Tanya Assalamu'alaikum wr.wb,

Saya bekerja pada suatu perusahaan asing, dimana saya mendapatkan hak yaitu berupa uang kesehatan, dengan cara, menunjukkan kwitansi dokter dan apotik, kita akan mendapatkan penggantian sebesar 80% dari jumlah tertera di kwitansi dokter dan apotik.

Jelas, saya hanya menggunakannya pada saat kesehatan saya atau keluarga terganggu. Alhamdulillah, karena sedikit gangguan kesehatan
yang saya alami, maka jatah uang kesehatan saya masih tersisa lumayan jumlahnya.

Namun, karena jatah tersebut hanya diperuntukkan untuk kesehatan, tentunya sisa jatah uang kesehatan tersebut, tidak saya perhitungkan
lagi.

Saya sempat ditegur teman sekantor, menurutnya, tindakkan saya amatlah bodoh, dengan alasan, "Itu kan hak kamu, kenapa tidak beli apa saja di apotik yang kamu butuhkan seperti susu, dll, kemudian dibuatkan kwitansi obat2an, dengan begitu, kamu bisa mendapatkan semua jatah uang kesehatan kamu".

Untuk sekilas gambaran di atas, mohon pencerahannya. Bagaimanakah saya harus mengambil sikap?

Terima kasih.
Wassalaam.
Diane (muallaf)


Jawab:

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Diane yang dirahmati Allah,
Jika sejenak saja kita semua mau mendengarkan kata “hati nurani” kita, sebenarnya kita semua tahu mana hal-hal yang tidak boleh dikerjakan dan mana hal-hal yang boleh dikerjakan. Dalam hal ini, saya sependapat dengan kamu dan sama sekali tidak sependapat dengan teman sekantormu.

Berbicara tentang hak, apa yang disebut dengan hak seseorang dalam pandangan Islam adalah seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits dari Nabi SAW, ketika beliau berkata kepada Umar ra sebagai berikut:

”Apa yang datang kepadamu dari harta ini yang mana engkau tidak mengharapnya dan tidak memintanya, maka ambillah itu. Adapun yang tidak datang kepadamu maka janganlah engkau sertakan dirimu padanya.” (HR Muslim)

Penjelasannya begini. Perusahaan tempat ukhti bekerja saat ini, memang benar menyediakan beberapa insentif (tunjangan) agar para karyawannya dapat bekerja sebaik mungkin diperusahaan tersebut. Harapannya, dengan kelengkapan fasilitas tersebut, maka para karyawan dapat bekerja sebaik mungkin dengan hasil yang semaksimal mungkin pula, dan insya Allah kedepannya, hal ini akan dapat mendatangkan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Keuntungan bagi perusahaan berarti kesejahteraan yang lebih besar pula bagi para karyawan. Jadi, alurnya merupakan siklus yang terus berputar dan berkesinambungan.

Dalam hal ini, tentu saja tiap-tiap kondisi masing-masing karyawan tidak dapat disamakan satu sama lain. Ada karyawan yang selalu sehat, kuat dan energic. Ada pula karyawan yang rentan terhadap penyakit. Ada karyawan yang muda dan cekatan dalam bekerja, dan ada juga karyawan yang sudah mulai tua dan mulai lamban dalam bekerja. Ada karyawan yang pandai dan kreatif, ada pula yang biasa-biasa saja. Semua tipe karyawan tersebut, dengan masing-masing keunikannya masing-masing merupakan asset perusahaan dan semua diharapkan dapat saling bekerja sama untuk mencapai harapan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut (yaitu bisa tetap langgeng dan memperoleh keuntungan). Karena ketidak-samaan tipe-tipe karyawan tersebut, maka jika ada tipe yang kurang dari harapan (rentan terhadap penyakit, lamban, tidak kreatif, dll) perusahaan tetap saja harus menerima kehadiran mereka dengan konsekuensi biaya perawatan yang harus dikeluarkan lebih besar. Untuk itulah, perusahaan menaruh harapan dan kepercayaan (amanah) pada mereka yang memenuhi harapan (sehat, muda, kreatif, cekatan, dll). Artinya, ada proses saling melengkapi satu sama lain. Perusahaan percaya bahwa tiap-tiap karyawannya bisa memegang amanah tersebut.

Kesehatan sendiri, merupakan sebuah rezeki yang amat sangat mahal harganya. Dialah harta yang amat berharga yang dikaruniakan Allah SWT kepada kita. Dengan kesehatan tersebut, pada hikmahnya, Allah SWT sedang menguji kita, apakah kita masih tetap mampu bersyukur kepada Allah SWT dan apakah kita masih mampu bersabar memegang amanah menjaga diri kita agar tidak tergelincir ke dalam jurang kenistaan. Mampukah kita tetap bisa bersabar agar tetap berjalan lurus di jalan yang Allah ridhai dengan kesehatan dan segala kemudahan yang kita peroleh tersebut?

Mengajukan surat tagihan uang kesehatan untuk sesuatu yang tidak berkaitan dengan kesehatan, seperti membeli barang-barang keperluan sehari-hari (seperti garam, bumbu dapur, vcd/dvd, baju, majalah, dll) dan semuanya diklaim sebagai obat-obatan dengan resep apotik, ongkos ini itu yang tidak ada hubungannya dengan pengobatan, jajan ini itu yang diaku sebagai biaya kesehatan, merupakan sebuah tindakan penipuan. Terkecuali jika kita membeli barang-barang yang berhubungan dengan kesehatan preventif, seperti susu untuk mencegah kerapuhan tulang (Seperti Anlene, Prolene, dll), susu untuk menjaga kesehatan keluarga (susu untuk ibu hamil, susu untuk bayi atau balita, dll), obat-obatan suplemen untuk menjaga kesehatan (misalnya redoxon, enervon, kalsium sandoz, vitamin C, B, A, dll), makanan/minuman yang direkomendasikan dokter (misalnya gula diet atau makanan untuk penderita diabetes, dll. Rentetan produk-produk tersebut terkait dengan maksud untuk menjaga kesehatan secara preventif. Analoginya, mencegah itu lebih baik daripada mengobati. Selama, hal ini dilakukan secara transparan (tidak ada keterangan yang dipalsukan/diada-adakan) dan memang ditujukan untuk keperluan kesehatan yang saya jelaskan di atas. Jadi, jangan diniatkan untuk menipu perusahaan, atau mengakali untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Perusahaan tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi, tapi mereka (karena terdorong oleh harapan dan rasa percaya seperti yang sudah saya ceritakan di atas) memberi uang tersebut karena mereka mengalokasikan dana itu untuk biaya kesehatan pegawai. Tapi kita sendiri, tentu saja kita tahu bahwa itu semua adalah rekayasa. Klaim yang kita ajukan itu bohong; kejadian sakit yang kita ceritakan di surat tagihan itu juga bohong; obat yang kita cantumkan di resep juga bohong; dan bahkan kita telah mengajak petugas kesehatan (yang notabene menjadi karyawan di perusahaan kesehatan lain) untuk juga berbohong; dan bahkan kita mengajari keluarga kita untuk bersama melakukan kebohongan; memberi mereka makanan dan minuman serta pakaian dari sebuah pekerjaan berbohong. Jadi, sudah diri ini berbohong, menjerumuskan keluarga juga untuk berbohong dan mengajak orang lain lagi pula untuk berbohong.

Ah… Bagaimana ini? Apa jadinya bangsa kita jika semua orang sudah membudayakan kebohongan? Apa jadinya ummat Islam jika mereka sudah beramai-ramai melakukan kejahatan (penipuan itu termasuk kejahatan loh). Apa kita cukup percaya diri hingga mau menantang Allah agar memberi azabnya pada kita hanya karena kita ramai-ramai melakukan kejahatan (seperti yang terjadi pada kaum-kaum terdahulu, dimana karena merasa melakukan kejahatan dan kemudharatan ramai-ramai maka mereka tidak percaya bahwa diri mereka bisa binasa; dan akhirnya mereka dibinasakan Allah).

Sebagai seorang muslim dan muslimah, satu hal yang yang harus kita pegang teguh dalam kehidupan ini adalah memegang amanat. Baik itu amanah dari Allah maupun amanah dari sesama manusia serta lingkungan alam sekitar kita. Inilah karakter yang paling agung yang seharusnya dipegang oleh setiap muslim dan muslimah dimanapun dia berada, sebagaimana firman Allah SWT, ketika memberi penjelasan apa yang disebut dengan orang-orang yang beriman:

”Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu’minun:8)

Dalam ayat lain disebutkan:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (Al Anfal: 27)
Itulah yang wajib atas setiap muslim dan muslimah dimanapun dia berada, yaitu bertakwa kepada Allah dan menunaikan amanat dengan seksama dan penuh loyalitas dengan mengharap pahala Allah dan takut terhadap siksa-Nya serta mengamalkan firman Allah Ta’ala.

”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (An- Nisa: 85)

Begitu pentingnya menjaga amanat ini, maka bagi siapapun yang melanggarnya akan dimasukkan kedalam golongan orang-orang munafik.

”Tanda orang munafik ada tiga: Apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya ia berkhianat.”(hadits Bukhari – Muslim).

Jadi, jangan dengarkan cemoohan teman sekantormu yah ukhti. Bahkan kalau bisa, ingatkan dia bahwa apa yang dia lakukan itu adalah salah. Memohonlah pada Allah agar Allah memberi hidayah dan petunjuk padanya agar mampu menjauhi kemungkaran.

”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Am Ma’idah: 2)

Sebagai seorang muslim, kita hendaklah mengetahui bahwa kita bertanggung-jawab di hadapan Rabb kita.

”Tidaklah tergelincir dua kaki seorang hamba di Hari Kiamat hingga dia ditanyai tentang usianya, terhadap apa dia habiskan; tentang ilmunya, terhadap apa dia kerjakan; tentang hartanya, dari mana dia mendapatkannya dan terhadap apa dia menginfaqkannya dan tentang badannya, terhadap apa dia sumbangkan.” (HR Tirmidzi)

Demikian semoga bermanfaat
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved