|
Main Teka Teki Muslimah & Media - Tuesday, 21 December 2004
Kafemuslimah.com “Ayo main teka teki, yuk.” Anak sulungku berinisiatif untuk mengisi waktu luang yang tersedia di hadapan kami. Di luar matahari bersinar amatlah terik. Sementara untuk bermain-main di luar amatlah tidak nyaman. Disamping sinar terik matahari, di luar sana terdengar hinggar bingar suara musik dang dut. Live!.
Duh.
Di lapangan dekat rumahku memang sedang ada acara pengobatan alternatif secara Cuma-Cuma alias gratis yang dilakukan oleh seorang paranormal yang kami menyebutnya sedang melakukan “pengabdian masyarakat” (pinjam istilah trilogy tujuan pendidikan di perguruan tinggi). Dimanapun, yang namanya gratis, tentu saja bagaikan kembang yang amat wangi, yang menarik perhatian para kumbang di segala penjuru untuk mendatanginya. Bagaikan semut yang manis dan memiliki warna eksentrik dan aroma manis yang menggiurkan hingga semut berduyun-duyun datang menghampiri. Dan begitulah keadaan di daerah sekitar rumahku. Penuh dengan berbagai macam khalayak ramai yang datang untuk melakukan pengobatan alternatif. “Gratis men!”.
“Ya sudah.. ayo dimulai teka tekinya.” Aku menyambut ajakan anak sulungku ini. Dia sudah duduk di bangku kelas enam SD.
“Orang apa yang terjun ke kolam renang yang dalamnya tiga meter, menyelam selama tiga menit, terus berenang gaya bebas sejauh 200 meter, tapi begitu muncul, rambutnya sama sekali nggak basah?” Ketika mengutarakan teka-teki ini, wajah anak sulungku terlihat tersenyum-senyum sendiri. Fuih. Aku ikut tersenyum. Teka-teki ini sudah pernah aku dengar ketika aku masih duduk di bangku SMU dulu. Nggak nyangka awet juga. Bisa jadi anakku mendengarnya dari temannya yang diberi tahu oleh kakak temannya itu, dan kakak temannya itu diberi tahu pula oleh bapaknya. Wah… jangan-jangan teka teki ini sudah ada sejak jaman perang?
“Weeiihh… orang apa tuh? Kalau berenang sejauh itu, yah pasti basah dong rambutnya?” Anak bungsuku bertanya dengan mulut mencibir tanda sedikit sewot. Dia baru berusia 5 tahun, tapi sudah sering ikut bermain teka-teki jadi komentarnya sering terdengar amat jenaka. Dibilang kecil, nadanya ngikutin orang gede, dibilang dah gede, dia nyata masih kecil. Alur berpikirnya masih amat kanak-kanak.
“Ya itu, makanya mikir dong. Orang apa?” Si sulung memberi semangat. Tapi si bungsu menggeleng dengan segera.
“Aku nggak tahu jawabannya. Orang aku kalau mandi sebentar saja rambutnya basah kok.”
“Mau tahu jawabannya?” Si sulung bertanya dan dijawab dengan anggukan.
“Orang yang kepalanya botak.” Senyum si sulung terkulum amat lebar.
“Satu kosong.” Loh? Main teka-tekinya kok jadi dipertandingkan? Ah… dasar anak-anak.
“Aku juga punya teka-teki.” Kini gantian si bungsuku yang bersemangat.
“Apa?… ah, paling teka-teki kamu gampang banget deh. Ayo, apa?” Si sulungku tampak sedikit meremehkan kemampuan adiknya. Tapi tampaknya si bungsu kami tidak kecil hati karenanya.
“Orang apa yang kalau ditembak nggak pernah mati?” Suara si bungsu tampak lantang terdengar mengajukan sebuah teka teki.
“Orang yang pake rompi tahan peluru.” Aku ikut memberi jawaban. Gatal juga jika hanya jadi pendengar saja.
“Salah.”
“Orang yang panjang umur.” Si sulungku berkata lagi.
“Salah.”
“Lalu orang apa?”
“Yeee, orang nggak kena.” Aku melotot sesaat mendengar jawaban jenaka dari mulut bungsuku tapi sedetik kemudian terkekeh. Bener juga.
“Huuhh…. Teka-tekinya garing ah.” Sulungku protes.
“Ehh, nggak boleh keki. Satu sama tuh sekarang.” Aku membela anak bungsuku. Jika aku tidak ikutan, bungsuku ini sering diisengi oleh kakaknya. Skornya suka dilupakan dan kelak dianggap kalah. Kalau ini kejadian, bisa-bisa ramai rumahku dengan suara tangis si bungsu. Maklum, si bungsu ini paling tidak suka kalau harus kalah telak dalam berbagai hal dari siapa saja.
“Ya sudah, aku punya teka-teki baru nih.” Si sulung sudah reda kekinya dan kembali berancang-ancang mengajukan teka-teki baru.
“Apa?”
“Nih. Kalau ditutup, dia akan mengintip, tapi kalau dibuka dia akan marah-marah? Apa hayo?”
“Pencuri yang sedang sembunyi?”
“Salah.”
“Tutup tudung saji?” Aku ikutan menjawab.
“Salah juga.”
“Terus apa?”
“Orang naik becak pada waktu musim hujan. Coba saja kalau plastik penutupnya dibuka… pasti deh dia marah-marah.” Anak sulungku tertawa-tawa sendiri melihat adiknya bengong tidak mengerti.
“Memangnya becak ada penutupnya bu?”
“UH, payah nih anak kecil. Yah ada dong.”
“Uhhh, Mas nih. Aku kan nggak pernah lihat becak kalau lagi hujan-hujanan.”
“Ah, tetap saja, dua satu. Kamu kalah.” Bibir anak bungsuku kini benar-benar sudah amat sangat manyun. Aku tertawa.
Anak memang betul-betul jadi sebuah hiburan tersendiri bagi orang tuanya. Biarkan mereka bermain dan amatilah. Dalam sekejap, kita akan mendapatkan sebuah pertunjukkan entertaiment yang super lengkap dari mereka. Mereka akan melucu secara amat sangat natural, hingga mampu mengalahkan pertunjukkan pelawak yang amat tersohor sekalipun. Bukan hanya itu. Mereka juga bisa mengajak kita larut dalam berbagai kegiatan yang tanpa terasa di dalamnya terkandung sumber pengetahuan tentang hidup dan kehidupan, hikmah dan pengajaran berharga dan lebih dari itu, juga mengajarkan kita untuk senantiasa belajar meniti kesabaran dan merajut rasa bersyukur yang tiada pernah berhenti, walau hanya sekejap saja.
“Hayo…. Sekarang, apa coba nih. Dari jauh merah, eh.. pas udah deket hijau.”
“Orang lagi kampanye.”
“Salah.”
“Kue talam.”
“Kue talam? Apa hubungannya? Ngaco saja kamu. Nggak tahu. Aku nyerah.”
“Yang bener, salah lihat. Lah, udah masa dari jauh apa udah dekat malah berubah, itu kan artinya dia salah liat.”
“Huuuhhh, nggak mutu ah teka tekinya.”
“Weee… biarin. Tiga satu.”
“Ibuuu…. Masa aku kalah tiga satu sama Mas.” Sebuah suara teriakan mengadu terdengar melengking.
“Ya sudah… ini saja nih, teka teki kamu.”
“Apa?”
“Yee… curang dibantuin ibu, bukannya mikir sendiri.”
“Yeee.. biarin. Apa bu?”
“Nih… apa yang kalau sudah naik nggak bisa turun?”
“Kucing naik pohon?”
“Salah.”
“Kucing naik atap rumah yang tinggiiiiiiiiiiiii sekali.”
“Salah.”
“Bener.”
“Tapi ibu bilang salah.”
“Tapi itu di te ve, banyak banget kucing yang naik pohon yang tinggi sekali atau yang naik atap rumah yang tinggi sekali nggak bisa turun.”
“Itu karena pemiliknya khawatir sama hewan peliharaannya. Sebenarnya, kucing itu punya kemampuan yang amat sangat jempolan untuk melompat. Kalau dia bisa naik maka dia bisa turun dengan mudah, dan dia bisa melompat dari ketinggian lalu mendarat ke tanah tanpa harus merasa patah kaki.”
“Emang iya?”
“Iya. Itu kelebihan hewan jenis kucing dibanding hewan yang lain. Makanya, jangan nonton kartun terus, imbangi dengan nonton yang nyata di acara dunia binatang.”
“Tapi kenapa sering banget aku lihat di te ve orang-orang menelepon petugas pemadam kebakaran untuk menolong kucingnya?”
“Ya itu, karena mereka khawatir dengan hewan peliharaannya. Karena khawatir maka mereka nggak percaya dengan kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh hewan peliharaannya itu. Nah, si hewan peliharaannya sendiri, jadi manja, merasa bahwa mereka nggak akan mungkin bisa ngapa-ngapain jika tidak dibantu. Akhirnya kemampuan asli yang mereka miliki terpendam begitu saja deh.”
“Jadi, apa dong yang naik tapi nggak bisa turun?”
“Mau tahu jawabannya?”
“Mauuuu… “ Koor jawaban itu terdengar serempak baik dari sulung maupun bungsuku.
“Jawabannya, harga barang kebutuhan pokok.” Wajah dua juniorku tampak mengkerut. Aku terkekeh. Hehehehhe……
“Bingung yah? Sorry yah, ibu lagi baca Koran nih soalnya. Harga Elpiji naik 42 % dari harga sebelumnya. Jadi, sekarang harga elpiji dari RP 3000 per kilogram, naik jadi Rp 4200 per kilogramnya.” Wajah kedua juniorku tidak berubah, tetap berkerut.
“Sekarang apa-apa sudah pada naik. Tahu goreng yang kita makan ini nih, biasanya ibu beli kan harganya RP 300 satu. Nah, sekarang sudah naik jadi RP 400 satu. Yang biasanya Rp 1000 dapat tiga, sekarang Cuma dapat dua. Bakwan goreng, sekarang jadi Rp 500 satu. Nasi uduk, yang tadinya Rp 1000 sebungkus, sekarang naik jadi RP 1500. Lontong sayur yang semula Rp 1500 seporsi, sekarang jadi Rp 2000 seporsinya. Dikit lagi. Beli cabe nggak dapat lagi Rp 500, paling sedikit yah RP 1000. Uhh.. apa-apa serba mahal deh pokoknya. Pas ibu tanya tadi ke tukang jualan, kenapa harga pada naik. Mereka bilang, sejak lebaran kemarin, harga bahan kebutuhan pokok pada naik. Dan harga yang sudah naik, biasanya nggak bakalan bisa turun lagi. Nah… jadi teka-teki deh.” Dua wajah di hadapanku tidak berubah. Entah mereka mengerti apa tidak tapi roman wajahnya tetap sama. Bingung dan bengong. Seperti bingungnya masyarakat terhadap harga kebutuhan pokok yang gila-gilaan naiknya. Apalagi jika mendengar alasan pertamina menaikkan harga elpiji. Katanya sih karena dibanding negara-negara tetangga di Malaysia dan Singapura, harga elpiji kita termasuk yang paling murah harganya.
Fuih.
Apa pemerintah lupa membandingkan berapa pendapatan masyarakat yang ada di Malaysia, Singapura dan Indonesia yah? Entahlah.
“Hei.. ayo jangan pada bengong. Bikin teka-teki baru yuk.”
“Yukkk.. tapi nggak boleh susah-susah lagi kayak tadi yah. Yang teka-tekinya susah, kena hukuman.”
“Yeee…..”
-------- Jakarta 21 desember 2004 ([email protected])
Sumber:
- Koran tempo, “Pemerintah serahkan harga elpiji ke pasar.”, selasa, 21 desember 2004.
- Majalah anak-anak Orbit, “Humor Kreatif”, Orbit no. 1/th III/minggu ke 1, 9 – 15 Januari 2001.
[ 0 komentar]
|
|