[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Cita Cita
Jurnal Muslimah - Tuesday, 04 January 2005

Kafemuslimah.com "Kamu pengin jadi apa kalo besar nanti ?", tanya seorang guru saat aku kelas 2 SD.
"Pengin jadi polisi! ", jawabku tegas.
Hehe, padahal aku perempuan. Tau ah!. Aku cuma tidak ingin kalah keren dengan teman yang lain saja. Kemudian, ketika kelas 5 SD sekolahku sementara pindah, karena sedang direnovasi. Di sekolahku yg baru dekat sawah, yang akhirnya membuat aku sering asyik merenungi segala bentuk tumbuhan di sawah, menggambar, mengukur panjang tanaman padi. Tiap hari main lumpur dan sebagainya. Dan aku bilang saat itu temanku, kalo aku nanti pengin jadi insinyur pertanian. Hihi.

Menginjak bangku SMP aku sudah mulai kenal dunia lain. Aku jadi suka baca dan nonton tv. Keinginanku menjadi insinyur berubah menjadi bidan. Lucu ya? Apa hubungannya? Tapi aku sering baca berita juga artikel-artikel tentang kesehatan ibu dan anak. Kupikir dengan menjadi seorang bidan aku bisa menolong ibu-ibu melahirkan. Aku juga pengin bantu orang-orang yang tidak mampu. Kemudian aku berjanji dengan temanku usai tamat SMP di kampung nanti untuk sama-sama SPK (sekolah perawat kesehatan) di kota.

Namun apa dikata, saat aku utarakan inginku pada ayah usai menerima STTB SMP, ayah tak ingin aku menjadi bidan, demikian juga ibu. Beliau ingin aku jadi dokter. Dokter? Karena itu aku harus masuk SMU, dan kebetulan nilaiku cukup untuk masuk di SMU favorit di kota. Sekolah perawat harus aku abaikan. Mana bisa? "Aku gak ingin jadi dokter!", teriakku dalam hati dan saat aku sendiri. Aku tahu ayah bukan orang kaya bila harus membiayai sekolah kami bertiga. Apalagi nanti harus kuliah mengambil jurusan kedokteran, lagipula otakku juga gak sampai sana. Terlebih lagi aku gak pengin jadi dokter. Duh!

Akhirnya dengan hati dongkol aku daftar di SMU 2 kotaku. Dan sebagai bentuk protesku pada ayah, saat kelas dua aku pilih masuk kelas IPS. Maka masa SMU kujalani dengan nikmat sebagai anak IPS. Aku merasa menang. Ayah diam saja dengan keputusanku, mungkin tahu kalau aku benar-benar tidak berminat sekolah di SMU. Tamat SMU aku kabur ke surabaya ingin kuliah di UNAIR mengambil jurusan HI (Hubungan Internasional) karena kupikir aku bisa keliling dunia dengan diplomat. Hehe.

Ternyata Allah menghendaki lain. Aku tidak diterima "umpetan" eh UMPTN saat itu. Aku sudah patah arang, dan segera melanglang ke kota Malang untuk kursus bahasa Inggris sebelum memutuskan pergi ke Batam. Aku pengin kerja jauh dari rumah. Entahlah apa aku patah hati dengan cita-cita atau tidak, yang jelas aku ingin kabur cari duit sendiri.

Dan lagi-lagi orang tuaku menghadang langkahku. Beliau mengatakan lebih baik aku kuliah apapun inginku daripada harus bekerja jauh ke Batam. Benar-benar tak bisa gerak deh! Akupun menuruti keinginan ayah dengan mengisi asal saja formulir pendaftaran UMPTN tahun berikutnya yang disodorkan kakak. Kakak yang menguruskan pengembalian form itu disaat waktu yg mendesak. Saat detik akhir penutupan. Yup! Dengan cepat kulingkari pilihanku, segera kuserahkan kakak. Kakakpun tanpa memeriksa lagi langsung kabur mengejar waktu saat itu.

Beberapa waktu kemudian aku sadar saat iseng membuka-buka buku panduan UMPTN, bahwa pilihan yg kupilih kebalik! Huaaa! Pilihan pertamaku yang ingin masuk jurusan bahasa Inggris IKIP Malang kebalik dengan jurusan bahasa Jepang Unesa (IKIP Surabaya).

Sejak itu aku merasa kalau aku akan terlempar untuk menjalani hidup di kota panas, Surabaya. Ugh! Kenapa pula? Dan benar saja. Namaku tercantum untuk pilihan pertama bahasa Jepang Unesa (IKIP surabaya dulu). Ya takdir ternyata membawaku kesana. Belajar dari zero sesuatu yang benar-benar aku tak tahu dan bukan penggalan cita-citaku, menjadi guru.

Kini saat aku merenungkan semua ini. Ternyata banyak sekali hikmah yang harus dipetik. Ada banyak syukur yang senantiasa ingin kuucap dan kubuktikan pada setiap gerak langkahku. Aku pikir banyak bagian pelajaran yg harus dipahami. Bahwa tidak semua keinginan harus kita dapat. kita tidak harus selalu memperoleh apa yang kita inginkan.

Kita hanya bisa menggantungkan segala sesuatu hanya pada Allah. Segala cerita kita Allah sudah menggariskan. Tinggal bagaimana kita menyikapi mau ikhlas menerima ketentuanNya atau tidak ?

Arida Istia
Pojok asrama soshigaya, Tokyo 4 Desember 2004
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved