|
Hasbunallah wa ni’mal wakil Muslimah & Media - Thursday, 06 January 2005
Kafemuslimah.com Syahdan, ketika Nabi Ibrahim a.s dilempar ke dalam kobaran api, ia mengucapkan, “Hasbunallah wa ni’mal wakil” maka Allah pun menjadikan api yang panas itu dingin seketika. Dan Ibrahim pun tidak terbakar. Demikian halnya yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya. Tatkala mendapat ancaman dari pasukan kafir dan penyembah berhala, mereka juga mengucapkan “Hasbunallah wa ni’mal wakil”.
“{Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar dari) Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.}” .
Manusia tidak akan pernah mampu melawan setiap bencana, menaklukkan setiap derita, dan mencegah setiap malapetaka dengan kekuatannya sendiri. Sebab, manusia adalha makhluk yang sangat lemah. Mereka akan mampu menghadapi semua itu dengan baik hanya bila bertawakkal kepada Rabbnya, percaya sepenuhnya kepada Pelindungnya, dan menyerahkan semua perkara kepada-Nya. Karena, jika tidak demikian, jalan keluar mana lagi yang akan ditempuh manusia yang lemah tak berdaya ini saat menghadapi ujian dan cobaan?
Ada dua kisah keajaiban di antara puluhan atau bahkan ratusan atau ribuan kisah keajaiban yang bisa kita ambil dari para korban Tsunami yang melanda Asia, dan berpusat di pusat gempa yang berkekuatan 10 skala richter lebih di lepas pantai Aceh, Indonesia (gempa yang amat kuat sehingga mencetuskan gelombang pasang dan ombak besar Tsunami).
Inilah kisah yang dialami oleh Rizal Syahputra, 20. Dia mampu bertahan di laut selepas dilanda ombak besar tsunami pada 26 Desember 2004 lalu.
Rizal dihanyutkan ke laut ketika ombak yang diperkirakan olehnya setinggi bangunan empat tingkat, menerjang daratan. Rizal pada waktu itu sedang membantu kerja memperbaiki masjid di Aceh Barat.
”Saya hanya pegang pada pohon. Makan? Tak makan apa-apa, Cuma minum air kelapa. “
“Allah telah mengizinkan saya panjang umur, ya saya panjang umur.” Katanya kepada pers setelah diselamatkan oleh anak kapal kontena Durban Bridge di Lautan Hindi sebelum dibawa ke Pelabuhan Klang, Kuala Lumpur, Rabu, 5 Januari 2005.
”Kami sedang baiki masjid, tiba-tiba datang anak-anak menjerit ‘lari ombak besar’ dan masya Allah, saya lihat ombak besar lalu terus berlari dan memanjat sebuah gedung dua tingkat.”
“Ombak besar itu telah menyebabkan semua tenggelam, tinggal saya seorang. Setelah itu datang lagi ombak yang tinggi kira-kira 15 meter dan barulah dihanyutkan ke laut.”
“Pada masa itu saya lihat kiri dan kanan semuanya berisi mayat yang mengapung, tetapi saya nggak rasa takut, cuma saya rasa…. Ya sudah, kalau orang tua saya sudah meninggal, ya sudah.” Katanya.
Rizal terombang-ambing di laut selama sembilan hari! Dia bertahan hidup tanpa makan, hanya minum air kelapa dari pohon yang dijadikannya pelampung sambil bersembahyang dan mengamalkan doa penahan lapar.
”Ya, saya cukup bersyukur kepada Tuhan, sepanjang saya di laut saya hanya melakukan shalat dan hanya berdoa (kepada) Allah.” katanya.
“Hasbunallah wa ni’mal wakil”
Lain Rizal, lain pula Malawati, 23 tahun. Malawati terombang-ambing di laut selama 6 hari, hanya makan beberapa mie kering dan minum air kelapa yang ada pada pohon kelapa yang dijadikannya sebagai pelampung. Wanita aceh yang sedang mengandung 3 bulan ini akhirnya diselamatkan oleh kapal penangkap Tuna Malaysia.
Ombak Tsunami melanda kampung halamannya di Nungayo Tenom, Aceh barat Jaya, 26 desember 2004 lalu. Menurutnya, beberapa jam setelah ombak itu menerjang daratan, sebahagian besar isi daratan hanyut dibawa arus dan setelah dua hari kejadian, hanya dia dan seorang wanita yang berhasil terapung dengan berpegangan pada sebatang pohon rumbia. Tapi, di hari ketiga, Malawati sempat tertidur sebentar dan ketika dia terjaga seketika, wanita berkenaan yang hampir seusia dengannya, tiba-tiba sudah menghilang (mungkin tenggelam).
”Saya tidak mengenalinya tapi tahu dia juga orang Aceh. Selama dua hari terapung bersamanya, kami sempat bercakap-cakap tentang kejadian itu.”
“Kami berdua bersama puluhan penduduk kampung kemudia keluar dari rumah masing-masing dan berlari sekuat hati ke arah masjid. DI belakang, saya lihat ombak besar menuju ke arah kami dan hanya beberapa meter nak masuk pintu masjid, tiba-tiba saya dapati sudah terapung dan sempat berpegang bumbung masjid setinggi kira-kira 10 meter. Sehingga kini, saya tidak tahu nasib Jainudin.” Ketika kejadian itu terjadi, Malawati dan suaminya Jainudin Amin, 25 tahun, ketika itu baru hendak bersarapan sebelum dikejutkan oleh gegaran gempa bumi yang amat kuat kira-kira pukul 8.30 WIB, 26 desember 2004 lalu.
Selama terapung di laut dengan berpaut pada batang kelapa (rumbia), dia berasa amat takut dimakan ikan besar, merasa kedinginan karena tertimpa hujan dan terapung di laut serta lapar dan sesekali terlelap. Dia menyaksikan puluhan orang terapung di laut menjadi mayat. Menurutnya, pada hari pertama dan kedua, dia sempat mengisi perut dengan makan isi beberapa buah kelapa dan menjamah mie magi “Indomie” yang terapung di laut. Dia juga senantiasa berdoa dan menaruh keyakinan bahwa Allah akan membantu dan menyelamatkan dia dan kandungannya yang juga anak pertamanya dan diperkirakan akan lahir bulai Juli 2005.
Sekali lagi.
“Hasbunallah wa ni’mal wakil”
Jika anda takut kepada seorang musuh, cemas terhadap perlakuan orang zalim, khawatir dengan suatu bencana, takut pada sebuah bencana, maka ucapkanlah dengan tulus kalimat ini, “Hasbunallah wa ni’mal wakil”
“Dan, cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong.” (Qs. Al Furqan: 31)
=== Kuala Lumpur, 7 Januari 2005 ([email protected])
berita diambil dari: Koran Kosmo Malaysia, Kamis 6 Januari 2005, dan Koran Utusan Malaysia, Rabu 5 Januari 2005.
Sumber bacaan: Dr. Aidh Al-Qarni, “La Tahzan, Jangan bersedih”, penerbit: Qisthi Press.
Keterangan gambar: diambil dari http://www.freerepublic.com/focus/f-news/1312704/posts Dengan headline sebagai berikut: A village near the coast of Sumatra lays in ruin after the tsunami swept through and devastated the area, in Indonesia January 2, 2005. Helicopters assigned to CVW-2 and Sailors from Abraham Lincoln are conducting humanitarian operations in the wake of the tsunami that struck South East Asia. U.S. and Indonesian military helicopters were swarmed by starving villagers as flight crews threw out boxes of bottled water and food. A week after giant waves swamped parts of Indonesia the water is only just beginning to drain away to reveal the full extent of the horrific destruction and yet more bodies to count. (Reuters - Handout)
[ 0 komentar]
|
|