[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Pilih Yang Mana Ya...?
Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004

sms masuk Â….

“ kadang ada pahitnya menyusun dan melaksanakan skala prioritas untuk diri kita sendiri. Tapi segalanya ada hikmahnya. Masih banyak hal penting yang tercecer dan harus segera dibenahi. Masih banyak pihak yang membutuhkan perhatian kita ”.

Subhanallah Â… adakah yang lebih indah dan berarti daripada sebuah taujih saudara kepada saudaranya yang lain ???

Skala prioritas. Berpuluh kali bahkan tak terhitung jumlahnya dimana saya harus menghadapi 2 pilihan sulit.

Memang pahit saat kita menentukan hal terpenting diantara yang penting. Ada konsekuensi yang harus kita tanggung dibelakang keputusan. Ada yang menghilang dari hati kita saat pilihan itu tidak kita ambil. Inilah letak ujian keikhlasan diri kita. Akankah kita mampu melewatinya dengan baik ??

Saat itu, saya berada di puncak kebimbangan.

Manakah yang harus saya pilih. Apakah dakwah atau keluarga ??? pilihan saya jatuh kepada dakwah, karena saya mencintainya.

Saya juga ingin seperti As Syahid Al Imam Hasan Al Banna yang tetap pergi berdakwah walaupun anaknya sakit keras. Beliau beralasan, apakah dengan adanya beliau itu akan dapat menyembuhkan penyakit anaknya. Padahal masalah umat diluar lebih banyak yang harus segera ditangani.

Tentu saja pilihan yang saya ambil berat, bahkan sangat berat. Karena konsekuensinya adalah saya akan ditinggal selama hampir sebulan oleh keluarga. Kalau hanya hari² biasa, saya bisa lebih kuat menerima kenyataan tersebut, tetapi ini di hari Iedul Fitri !! dihari semua orang dalam 1 keluarga berkumpul.

Ya Â…Â… alasan saya tidak ikut karena memang ada beberapa amanah yang harus diselesaikan sebelum syawal, dan juga karena mepetnya waktu libur kuliah untuk lebaran. Padahal keluarga saya akan pergi keluar jawa (dengan perkiraan, tidak mungkin pergi menjelang hari H). Dilema sekali.

Sekian lama saya tetap teguh dengan keputusan tidak ikut ke luar jawa. Akhirnya saya memilih berlebaran dengan sahabat saya yang paling dekat hubungannya dengan diri saya, tapi itupun di kota lain. Lumayan jauh, tapi tidak sampai keluar pulau. Kami berduapun membuat rencana² yang seru dan mengasyikkan.

Kebahagiaan itu berlangsung lumayan lama, sampai saya mendapatkan berita yang menyentakkan diri saya.

Waktu berjalan, ternyata pada akhirnya sahabat saya tersebut ‘lebih memilih’ untuk berlebaran bersama keluarganya, suatu kesempatan yang jarang dia dapatkan. Padahal diawal waktu perjanjian agenda, kami berdua akan ber Iedul Fitri bersama, I’tikaf bersama … hanya berdua. Romantis ya ??? mungkin. Karena kami berdua juga sama² ditinggal oleh anggota keluarga masing². Sesama ‘anak hilang’ harus saling membantu.

Berita yang membuat perih. Tapi inilah kenyataan. Saya tidak berhak marah ke sahabat saya, karena itu adalah haqnya. Mencoba untuk berlapang dada saja. Manusia boleh berencana, Dia-lah yang menentukan. Sematang apapun rencana itu dibuat, tidak akan sanggup melawan keputusanNya.

Setelah dapat berita itu, saya mulai gamang lagi untuk sesaat. Akankah saya tetap ‘sendiri’ di hari kebahagiaan atau saya ‘menyerah’ untuk akhirnya berkumpul dengan keluarga (otomatis ada beberapa amanah dan kuliah yang harus ditinggal).

Kemampuan membuat skala prioritas diuji. Beberapa waktu kemudian, saya langsung menelepon agen untuk memesan tiket agar bisa pergi keluar jawa.

Terkesan tergesa² ?? mungkin iya, bisa juga tidak. Jika saya boleh menyimpulkan. Inilah jawaban atas kebingungan saya selama ini.

Saya telah berusaha kuat, tapi jika didalam kekuatan itu masih ada kegamangan bagaimana mungkin bisa senantiasa tegar ?? ternyata Â… keluarga adalah tempat terbaik bagi saya (mungkin juga yang lain)

“Phiet, aku sedih kamu nggak bisa ke kotaku, tapi di sisi lain hatiku, aku seneng banget kita bisa berkumpul dengan keluarga kita masing². ITU LEBIH BERARTI”. Lanjut sms itu …

Memang benar apa yang dikatakan sahabat saya. Berkumpul bersama keluarga itu lebih berarti di waktu² tertentu. Karena bagaimanapun kita harus memberikan haq keluarga atas diri kita yaitu sebentuk perhatian yang tulus. Tidak pantas rasanya, disaat kita begitu memperhatikan orang lain, keluarga sendiri diabaikan. Dimana letak ke-tawazun-an kita ?? dimana birrul walidain kita ?? akankah kita menunggu keputusan orang tua yang tidak akan ridho terhadap segala aktivitas kita kedepannya ?? bukankah ridho Allah terletak pada ridho orang tua.

Masih banyak yang tercecer di sekitar kita dan kita harus segera membenahinya. Sebelum kita terlambat. Sebelum kita menyesal. WallahuÂ’alam bishowab.

“Harta yang paling berharga adalah keluarga …..

Istana yang paling indah adalah keluarga Â….

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga Â….

Mutiara tiada tara adalah keluarga …..”

(soundtrack of ‘Keluarga Cemara’)

(Malang Â…. Banyak cinta dan sayang untuk sahabatku yang senantiasa mengingatkan di saat lengah, menguatkan di saat lemah. Jazakillah khairan jazaÂ’)
muth_mlg
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved