[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Masih Adakah Yang Mau Bersahabat Denganku?
Uneq-Uneq - Saturday, 22 January 2005

Tanya: Assalamu’alaikum Wr Wb
Teman2 ada yg bisa ngasih pendapat,saran ? Aku sekarang mahasiswa tingkat 3. Aku tuh ga pernah dekat dengan teman2 seangkatan. Sejak dulu, sejak SD. Senangnya dengan adik angkatan. Aku merasa itu karena aku terlalu merasa bersaing dengan teman2. dan aku juga merasa itu karena aku ingin dihormati sebagai senior oleh adik2 kelas. Aku punya banyak sifat buruk. Suka marah, ga ramah, kikir. Siapa yang mau bersahabat dengan orang seperti aku, ya?

Teman dekat ada sih, tp sedikit. Mereka adalah, yang kupikir orang2 yang terlalu berhati besar untuk menerima diriku yg buruk ini. Aku juga punya banyak masalah pribadi, merasa ga disayang siapa2, merasa terlalu banyak masalah.

Gimana, ya. Merubah diriku yang buruk ini. Aku dah banyak2 berdoa, shalat baik2. Itu artinya shalatku ga membawa kebaikan, kali ya. Aku dah memutuskan ke psikiater sih. Soalnya aku ga tega cerita ke ortu ttg segala masalahku. Takut mereka sedih dan terbebani kalau tau gimana anaknya hidup di negeri orang. Soalnya aku sekarang ngekost, jauh dari ortu.

Tolong, ya...
Jazakillah.

Jawab

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Membaca email darimu, membuat saya banyak berpikir tentang dirimu. Dari apa yang kamu sampaikan dan ceritakan, saya merasa bahwa kamu memiliki beberapa kelebihan. Kamu rasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata (saya melihatnya dari ketakutanmu untuk bersaing dimana hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa prestasimu saat ini lumayan baik dan itu membuatmu khawatir bahwa sebuah persaingan bisa membuatmu lalai atau prestasimu turun). Kamu juga memiliki rasa percaya diri yang cukup memadai dalam keseharian. Ini bisa saya tangkap dari tuturan kalimatmu yang penuh percaya diri (padahal apa yang sedang kamu sampaikan itu adalah beberapa kelemahan yang kamu miliki). Kelebihanmu yang lain adalah, kamu cukup memiliki kemandirian (saya melihatnya dari usahamu untuk tidak ingin menyusahkan kedua orang tuamu yang berada jauh darimu). Kamu juga memiliki kebaikan sebagai anak yang ingin berbakti pada kedua orang tuanya, dan sebagainya. Saya yakin, jika diamati lebih lanjut, masih banyak kelebihan yang kamu miliki. Subhanallah wa alhamdulillah.

Sayangnya, hal ini sering tidak kamu rasakan. Yang kamu rasakan setiap saat hanyalah perasaan bahwa kamu adalah seorang gadis yang malang, gadis yang patut dikasihani dan patut juga dijauhi karena memiliki banyak sekali keburukan. Kamu terus menerus dilanda kegelisahan bahwa sudah sedemikian banyaknya keburukan yang kamu miliki hingga menjadi khawatir sendiri bahwa suatu saat nanti, pada akhirnya tidak ada orang lagi yang akan berteman dengan dirimu. Bahkan karena terlalu asyik mengasihani diri sendiri, kamu kini mulai merasa kasihan pada orang lain yang nyata-nyata mengulurkan tali persahabatan denganmu sebagai kumpulan orang-orang yang telah salah langkah karena telah memilihmu yang penuh kemalangan dan masalah sebagai teman mereka. Bahkan, karena terlalu sering melihat kelemahan dan keburukan diri sendiri, maka kamu merasa bahwa dirimu sudah tidak akan tertolong lagi dan bahkan mengesampingkan kekuasaan Allah yang Maha Penolong dan Maha Penyayang.

Istighfar ukhti. Istighfar.
Mengapa harus bangga karena memiliki banyak keburukan? Mengapa harus nyaman karena menyandang banyak kelemahan?
Padahal, ukhti memiliki banyak kelebihan yang tertebar dalam berbagai macam nikmat yang ukhti miliki selama ini. Banyak sekali kelebihan dan nikmat yang telah ukhti miliki selama ini.

Dibanding mereka yang tidak mampu meneruskan sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi, maka ukhti terhitung amat sangat beruntung karena bisa mengecap pendidikan di perguruan tinggi hingga ke tingkat 3 seperti saat ini.
Dibanding mereka yang terpaksa harus menumpang dan mengungsi tempat tinggal kesana kemari, ukhti sampai detik ini bisa tetap nyaman tinggal di rumah kost.
Dibanding mereka yang sama sekali tidak memiliki teman karena hidup dalam keterasingan atau kepapaan, ukhti dapat memiliki kesempatan bergaul dengan orang banyak, dengan adik kelas, dan bahkan ada yang bersedia menjadi teman dekat ukhti; hingga ukhti tetap dapat memiliki kawan untuk sekedar berdiskusi atau berbagi kesenangan.
Dibanding mereka yang harus terbaring lemah dan tidak berdaya, ukhti memiliki kesehatan dan kemampuan untuk terus mengasah kepandaian ukhti.
Begitu banyak kelebihan yang ukhti miliki. Begitu banyak nikmat yang ukhti miliki. Lalu mengapa sekarang semua nikmat dan kelebihan itu harus ukhti tampik dan lupakan hingga ukhti terus-menerus merasa bahwa ukhti adalah seorang yang paling memiliki banyak masalah di dunia ini?

Jika ada satu saran yang bisa saya sampaikan untuk dapat merubah diri ukhti yang dirasa buruk tersebut. Saran tersebut adalah, Cobalah belajar untuk bisa bersyukur.

Perhatikanlah sekeliling ukhti, dan rasakan bagaimana setiap hal yang terjadi pada setiap detiknya adalah nikmat Allah yang tiada pernah putus-putusnya yang diberikan pada ukhti. Mata yang sehat hingga mampu melihat, telinga yang bisa mendengar, kaki yang bisa berjalan, udara gratis yang bisa dihirup, ilmu yang bisa dipelajari, makanan yang bisa disantap, begitu banyak nikmat Allah yang terus mengalir setiap detiknya, setiap waktu, setiap saat. Resapi semua nikmat itu, hayati dan syukurilah. Kemudian pandang lagi sekeliling ukhti.

Ada banyak sekali mereka yang hidupnya tidak seberuntung ukhti. Ada yang untuk makan saja harus mengais-ngais dahulu tong sampah. Ada yang untuk tidur saja harus mengumpulkan dahulu kardus-kardus bekas. Ada yang untuk bernaung di bawah satu atap saja, harus membuang dahulu lumpur-lumpur yang bersemayam di dalam rumah mereka. Bahkan ada yang harus membayar mahal untuk bisa melihat, untuk bisa berjalan, untuk bisa bermain dengan teman sebaya. Bahkan ada yang tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena memang tidak lagi punya apa-apa. Meski tangis terus mereka lolongkan siang malam, tapi pertemuan dengan kedua orang tua tetap tidak dapat terwujud karena kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Meski mulut terus berteriak lapar tapi tetap saja piring makanan sulit untuk terisi karena memang tidak ada makanan yang bisa dimasak.

Sungguh, kita semua jauh, jauh lebih beruntung ketimbang mereka semua. Sudah sepatutnya kita merasa bersyukur. Ada banyak kelebihan dan nikmat yang masih dikaruniakan Allah kepada kita. Alhamdulillah.

Jadi, mulai sekarang. Mari belajar untuk lebih pandai bersyukur. Buang semua perasaan bahwa kita masih kekurangan dan perlu dikasihani. Kita punya banyak kelebihan insya Allah. Dan sepatutnya semua kelebihan itu (meski hanya sedikit), mulailah kita upayakan agar bisa memberi manfaat bagi orang lain. Untuk apa mempertahankan kekikiran padahal nikmat Allah yang tertebar di muka bumi ini terus menerus datang dalam jumlah yang tiada terkira. Semakin banyak kita memberi pada orang lain, semakin banyak pula Allah akan memberi ganti dengan hal yang lebih baik. Tidak usah memandang, bahwa jika kita memberi pada orang lain, maka kita akan kekurangan dan orang lain akan mengalahkan kita, akan lebih kaya, akan lebih pandai, dan sebagainya. Tidak. Cobalah untuk memberi dan ikhlaskan semua pemberian tersebut. Allah akan selalu mengganti semua pemberian yang dilakukan dengan ikhlas dengan sebuah pengganti yang lebih baik, insya Allah.

Jadi, mari belajar untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved