[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Menghadapi Janji Nikah Yang Sepertinya Palsu
Uneq-Uneq - Monday, 31 January 2005

Tanya:

Assalamu'alaykum,
Ana akhwat (26),berkenalan dengan seorang ikhwan(22) dengan tidak sengaja di internet, dan kami lambat laun semakin dekat. Karena dari awal saya berkeinginan tuk tidak memperlama hubungan (tujuan nya adalah nikah) bukan hanya pacaran saja, maka kami berkomitmen serius.. dan selang beberapa bulan ana ada niatan jalan2 ke daerah dia (jawa)(rumah orang tuanya). Sedangkan si ikhwan itu lagi kuliah di luar negri, nah atas usul dia, dia menyuruh saya mampir ke rumahnya tuk berkenalan dengan orang tuanya walau saya sempat menolak karena takut. Tetapi dia mengatakan biar orang tua kita tau kita serius. Maka saya ikutin perkataan dia dan saya waktu itu datang berkujung dengan ibu saya dan adik saya. Adik saya juga kuliah di jawa, sedangkan kami orang sumatera.

Nah dari kedatangan kami itu kami hanya sekedar silaturahmi saja, trus ternyata ortunya tidak tau sama sekali hubungan kami (ana dan ikhwan itu) padahal dari surat2 yang dikirim ortunya ke dia dan surat2 dia yang kepada ortunya (Email) ana ikut baca tetapi mengapa ortunya seperti menutupi or apa gitu namanya..wallahu a'lam

Intinya ortunya tidak setuju anaknya menikah sebelum kelar kuliahnya. Dan setelah itu ana jadi merasa hubungan ini nda bagus tetapi si ikhwan tetap ngotot ingin jalan terus dan kami jalan terus sampe beberapa hari yg lalu akhirnya dia kirim surat bahwa dia merasa durhaka telah menjauh dari orang tuanya selama kejadian di jawa itu (padahal saya tetap ingatkan dia tuk tetap bersilaturahmi karena dia amat marah atas perlakuan ortunya ke saya wkt itu).

Yang buat ana bingung adalah mengapa sekarang dia mengungkit2 masa lalu. Dia mengatakan tidak tenang dan sebagainya (ini semua dia ungkapkan karena ana sudah punya syak ada yang lain dair sikap ikhwan itu beberapa bulan ini).
Dan ternyata syak saya itu bener ya ukhti karena ternyata dia di tempat kuliahnya sana udah ada temen nya lagi (Walau dia mengaku kalau itu sekedar adik saja) padahal dari kata2 sms dia yang dari situs yang dia kasih ke ana..begitu mesra ya ukhti.. pake kata2 sayang :(

Karena surat dia itu ana baca sepertinya bukan karena alasan dia ke ortunya tapi seperti mengalihkan karena dia udah ada yang disana, Buktinya setelah ada yang disana baru dia berani mengutarakan hatinya yang serasa berat jalan tanpa restu orang tua.

Ukhti..beberapa bulan sebelum surat ini dia kasih ke ana ada surat yang mengatakan kalo dia tetap akan menikahi saya tahun lalu bulan agustus. Tapi setelah surat yang mengatakan dia berat jalan tanpa restu ortu dia mencoba menawarkan lagi agar tahun depannya bulan juni dia akan menikahi saya. Tapi itu pun kalo dia berhasil bujuk ortunya dan dia bisa pulang ke indo.. dan masalah dengan cewek itu dia katakan itu hanya adik..walau klo di baca orang lain mungkin seperti udah terlalu jauh tapi dia mengatakan hanya sekedar adik saja...dan kami memang sudah sering komunikasi.

Dengan kata2 dia disurat itu saya sudah tidak percaya lagi ya ukhti..sehingga saya membalasnya dengan mengatakan harapan dia tahun depan itu hanya tinggal harapan..dan saya ikhlaskan semuanya. Walau hati ini sakit sekali ya ukhti apalagi ini dah nyangkut orang tua saya. Saya juga kasihan ama ibu saya. Bagaimana ya ukhti..apa yg harus saya lakukan saat ini..saya sedih sekali..saya dah coba tuk bersabar dan melupakan semua..tp tetap datang lagi dan yg lebih anehnya jika saya shalat tahajud kenapa saya makin inget dengan dia. Sebelumnya ukhti harus tau dia memang temen ceweknya banyak (kenalan).. susah tegas dan susah tuk menolak.. itu sifat dia ya ukhti yang ana ketahui dan dia juga mengakui hal itu di dalam suratnya yang terakhir..dan saya orangnya cemburuan bgt. Saya sangat2 ingin melupakan semuanya ya ukhti.. krn begitu byk pikiran yg nda2 saya pikir..saya takut ya ukhti..saya dah selalu coba ke ALlah tp kenapa ya....saya mikir gimana kalo mereka nikah, gimana klo gini gimana klo begitu..deuh ya ALlah.. tolong marahin saya ukhti atau apapun itu...
jazakillah khairan...
wassalam

Jawab

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Membaca surat ukhti, sebenarnya masalah yang ukhti hadapi bisa dikatakan sudah terlalui, hanya saja, saat ini ukhti sedang mencoba untuk menata kembali hati ukhti yang terasa telah retak berkeping-keping karena pundi harapan yang tidak terpenuhi.
Tanggapan saya. Ukhti, boleh saja berkeinginan untuk tidak ingin berlama-lama pacaran lalu berkomitment untuk serius. Tapi, dalam hal ini, ukhti harus lihat dulu konteksnya; situasinya; kondisinya. Saya pikir, komitment untuk menjalin sebuah hubungan yang serius baru akan terwujud jika semua pihak memang berada dalam kondisi yang mendukung untuk itu. Jika tidak, komitment untuk serius itu akan menjadi komitment untuk serius dalam waktu yang panjang dan tidak diketahui kapan berakhirnya alias sama saja dengan pacaran.

Sekarang, coba lihat kembali kondisi dan situasi yang kalian hadapi. Ukthi dan ikhwan itu berada di tempat yang berjauhan. Ikhwan itu sedang melakukan studi di luar negeri dan orang tuanya memiliki ultimatum harapan bahwa dia harus menyelesaikan dahulu sekolahnya baru berpikir untuk menikah (pemikiran ini bisa dipahami, karena biaya sekolah di luar negeri itu memang tidak sedikit jadi sayang juga jika harus disia-siakan di tengah jalan apalagi jika setelah pulang ternyata tidak memberi hasil apapun). Dari sudut pandang ikhwan dan keluarganya saja, bisa dilihat bahwa komitment serius yang dijanjikan itu akan memakan waktu yang tidak dapat dipastikan alias akan berkepanjangan.
Lalu lihat juga kondisi pertemuan kalian. Kalian bertemu hanya lewat internet dan surat-surat saja. Meski ikhwan tersebut selalu memperlihatkan apa isi surat yang ditulisnya untuk orang tuanya, dimana isinya menceritakan tentang ukhti dan segala rencana masa depannya, hal ini tidak dapat dijadikan pegangan. Satu-satunya situasi yang bisa dijadikan pegangan oleh seorang wanita untuk mengukur keseriusan seorang pria yang berminat pada dirinya adalah jika pria tersebut bersedia datang ke rumahnya dan berbicara dengan kedua orang tua si wanita guna menjelaskan keseriusannya pada si wanita. Jangan dibalik kondisinya (yaitu si wanita atau keluarganya yang mendatangi si pria atau keluarganya), juga jangan dipercaya jika hanya berupa surat belaka (artinya harus dilakukan dalam komunikasi verbal/langsung). Jika memang tidak memungkinkan, bisa dilakukan lewat telepon, tapi itupun dirasa kurang memadai, usahakan untuk datang langsung ke depan orang tua.
Selain dari hal-hal di atas, maka perlakukan semua janji atau komitment untuk serius sebagai sebuah perkataan yang kadarnya “tidak bisa dijadikan pegangan”. Artinya, jangan pernah memberikan rasa cinta dan rindu secara berlebihan pada calon pasangan tersebut secara utuh atau dalam porsi yang banyak. Nanti jika ternyata perkataan tersebut tidak terealisasi, kita tidak terlalu sakit hati atau dirundung duka.
Nah. Lalu bagaimana menghadapi keadaan seterusnya?
Ukhti sebenarnya sudah tahu bahwa sebenarnya ukti harus mulai belajar untuk menata kembali hati ukhti agar tidak terlalu mengharapkan dia.

… harapan dia tahun depan itu hanya tinggal harapan..dan saya ikhlaskan semuanya. Walau hati ini sakit sekali…”.
Nah. Mulailah sekarang untuk benar-benar mewujudkan rasa ikhlas tersebut. Tarik napas dalam-dalam dan mulailah berpikir bahwa segala sesuatunya itu berada di dalam kekuasaan dan kehendak Allah semata. Jika Allah mentakdirkan ikhwan tersebut menjadi jodoh ukhti, maka insya Allah akan dipermudah jalan pertemuan kalian untuk menjadi pasangan yang dapat membina keluarga sakinah. Tapi jika kalian memang tidak ditakdirkan untuk menjadi pasangan, maka sekeras apapun usaha kalian untku bersatu, tentu pada akhirnya akan berpisah juga. Allahu’alam.
Jadi, daripada susah hati dan terbelit rasa sakit hati, cemburu, lamunan dan dugaan-dugaan memikirkan sesuatu yang belum tentu akan menjadi rezeki kita, milik kita, lebih baik ukhti mengisi waktu dengan hal-hal yang lebih berguna untuk diri ukhti, keluarga ukhti dan amal ibadah ukhti.

Untuk sementara, lupakan saja ikhwan tersebut. Janji yang pernah ukhti dan ikhwan itu buat, dalam pandangan Islam belum bisa dikatakan sebagai janji yang harus ditepati, bahkan bisa dianggap sebagai janji yang batil. Islam memandang sebuah pernikahan sebagai sebuah akad yang wajib disempurnakan dengan adanya keridhaan pihak-pihak terkait. Yaitu pihak si gadis/si wanitanya, keridhaan walinya, dan juga keridhaan ibunya. Demikian juga berlaku pada sebuah janji untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Jadi, jika ada sebuah janji yang dilakukan tanpa persetujuan pihak-pihak terkait, maka perjanjian itu dianggap batil. Artinya, tidak perlu takut untuk diingkari karena janji itu dinilai tidak ada nilainya (baca: Qardhawi, “Fatwa-Fatwa Kontemporer jilid 1”, saya akan tulis di bagian sumber bacaan di bawah nanti). Dan mulailah untuk meminta bantuan Allah agar memberi ganti ikhwan yang lebih baik lagi untuk jadi pasangan ukhti serta mulailah “membuka diri”.

Soal mimpi sehabis shalat tahadjud.
Hmm. Allahu’alam tentang arti mimpi tersebut. Tapi, saya merasa mimpi tersebut hanyalah godaan syaithan yang senang menggelitik hati ukhti agar ukhti tetap menaruh prasangka buruk pada si ikhwan tersebut, tetap tidak dapat melupakan ikhwan tersebut dan bermurung diri karenanya, serta terbenam dalam rasa cemburu, sakit hati hingga tidak lagi punya gairah untuk melakukan ibadah dan kehilangan rasa khusyu dan nikmat ketika sedang shalat. Mimpi yang benar adalah mimpi yang membawa kepada sebuah ketenangan dan rasa dekat serta menambah rasa syukur pada Allah.

Demikian semoga bermanfaat
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita

Sumber bacaan:
DR Yusuf Qardhawi, “Fatwa-Fatwa Kontemporer” jilid 1. Penerbit: Gema Insani Press (lihat artikel di dalamnya yang berjudul: “Janji Untuk Kekasih” hal. 525, dan “Berdosakah seorang Gadis yang Tidak melaksanakan Janjinya untuk Kawin dengan Kekasihnya”, hal. 573.)

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved