|
Single Fighterkah Saya? Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
“susah !!! apa² salah ! ngerjain ini salah ..ngerjain itu salah ! Pusing !! maunya dia itu apa ?? ketua kok perfect banget.”
pernah nemuin hal diatas ?? kalau saya, jujur aja sering. Punya teman yang tipenya Koleris kadang enak kadang juga nggak, kebetulan sebagian besar sahabat² saya bertipe seperti ini. Tipe pemimpin. Tapi repotnya kalo tipe ini cenderung ke perfeksionis. Pusing dah yang jadi anak buahnya. Lhaaa …. Gimana nggak pusing bin sebel kalo apa² yang dikerjain ama bawahan selalu nggak beres di pandangannya. Yang ini kurang tegaklah … yang itu kurang baguslah …. yang sana kurang …, yang sini kurang …, lama² anak buahnya jadi males ngerjain tugas.
“biarin aja dia yang ngerjain, kita mah tinggal beresnya doank !”
wayahh … ini malah tambah kacau. Yang mana anak buah, yang mana pemimpin. Kalau yang nggak tau permasalahan dasarnya, bisa² dicap anak buah yang ‘nglunjak’, ato bhs jawa (yang keren) ‘sak karepe dhewe’ [semaunya sendiri] sama orang lain. Udah nggak ‘sehat’ lagi kinerja yang kayak begitu.
Pemimpin perfeksionis. Serem banget bahasanya ya ?? disatu sisi baik, tapi di sisi yang lain banyak merugikan. Baiknya, apa² yang kita lakukan memang sebaiknya memenuhi target. Usaha maksimal yang dihasilkannya pun bisa optimal. Klop kan ?? itu idealnya.
Tapi kalo nggak mencapai syarat ke-ideal-an gimana ?? apalagi kalo punya bos yang apa² maunya great. Stress melulu bawaannya. Yaa jangan stress lah, ntar cepet tua (emang udah tua kok ! hehehe)
Lalu apa salahnya menjadi seorang yang perfect ?? nggak salah memang. Tapi hal yang berlebihan itu kan nggak baik. Tidak ada yang sempurna di dunia. Sesempurna manusia pasti tetap punya celah kekhilafan. Hanya Rasulullah, manusia yang paling sempurna.
Atau …. jangan² kita sendiri yang punya tipe perfect. Nggak terasa mungkin. Tapi bisa diliat salah satu tandanya yaitu apa² yang dikerjakan teman kita kayaknya nggak beres aja, kacau mlulu, hari H udah deket tapi kerjaan lom kelar². Akhirnya kita yang menangani langsung. Hasilnya bagus, pekerjaannya juga nggak butuh waktu lama. Tau² ..*jrennnkkkkk …. *JADI*
“masak kerjaan gini aja harus saya yang turun, gimana sih !”
wuihh ….. sombong ya ?? kalo hal itu terus²an terjadi, bahaya tuh. Apalagi untuk sebuah organisasi atau kelompok kerja. Kita jadi merasa kalau kita yang mengerjakan selalu bener, sedangkan orang lain salah. Ujung²nya setiap pekerjaan kita sendiri yang menyelesaikan. Single fighter alias Infirodi. Padahal sifat ini nggak baik.
Jika ada pemimpin yang berjiwa Infirodi, saya percaya dia nggak akan bisa menghasilkan kader yang handal dari tangannya. Gimana mau membentuk kader TOP, kalau semua pekerjaan dia yang menangani. Mulai dari A-Z. Kadernya mau dikasih kerjaan apa ??
“amal jama’i-nya kurang mbak, saya bingung kalo jadi partnernya.” Ungkap teman saya sesama aktivis suatu ketika.
Single fighter emang berakses pada amal jamaÂ’i. Percaya ato nggak, ini nyata. Padahal amal jamaÂ’i itu penting dalam sebuah gerakan. Organisasi misalnya. tanpa amal jamaÂ’i mustahil tujuan organisasi akan tercapai. Tidak mungkin semua bisa dicapai hanya melalui usaha perseorangan, tanpa ada satu gerakan bersama yang terkoordinasi.
Bila secara organisasi saja kita membutuhkan amal jama’i, apalagi jika kita ingin mewujudkan dan menegakkan kembali Daulah Islamiyah Alamiyah (Suatu negara Islam yang bersifat Internasional). Tujuan besar ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk mewujudkannya. Amal jama’i dalam hal ini adalah wajib. Sebab kaidah Ushul Fiqh menyatakan,”sesuatu yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali dengannya, maka ia adalah wajib”. Lagipula Islam bukan agama individu kan ??
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ..” (Ali Imran: 103)
so Â….buang sifat infirodi dalam diri kita.
Kuatkan selalu ikatan ta’liful qulb (hubungan hati) di masing² diri kita, lantunkan do’a rabithah kepada saudara²kita yang lain. Jalin komunikasi yang baik diantara anggota, baik itu dari pemimpin atau dari staff. Tetap berusaha menghidupkan syuro’, sebab Rasulullah mempunyai sifat selalu melalui syuro` bila mengambil keputusan. Adanya diskusi yang timbal balik dalam hal Fiqhud Dakwah. Dan yang paling penting adalah Tidak boleh merasa paling tinggi daripada saudara²nya yang lain. Lakukan selalu proses regenerasi, turunkan ilmu yang kita miliki kepada anak buah kita. Sebab jika kita bisa melepas semua tanggung jawab sebagai pemimpin, anak buah kita sudah siap menerima tongkat estafet dakwah.
Semua nggak ada sempurna, terima saja realita itu. Ada kekurangan pasti tetap punya kelebihan. Kenapa nggak memandang dari segi yang lain. Terlalu sempit dunia rasanya jika kita hanya memandang dari satu sudut saja. Dunia itu penuh warna. Jangan memandang dengan satu warna saja. Hitam atau putih. Tidak ada rasanya. Tidak ada gregetnya. Pandanglah sesuatu lebih dari satu segi, itu akan membuat kita bisa berpikir obyektif.
Sekarang buktikan kalau kita bukanlah pemimpin yang berjiwa infirodi. Sahabat² saya walaupun bertipe Koleris, tapi mereka tidak ada yang berjiwa infirodi. Saya acungkan jempol untuk para mujahidah tersebut. Wallahu’alam bishowab.
(Malang Â…. Saat kejumud-an itu berakhir dan mulai membangun peningkatan produktivitas kerja)
muth_mlg [ 0 komentar]
|
|