[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Puasa Asyura dan Kebiasaan Yahudi
Wanita Bertanya Ulama Menjawab - Sunday, 13 February 2005

tanya
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa ketika Nabi saw. datang di Madinah beliau dapati orang-orang Yahudi melakukan puasa Asyura, lalu beliau berspuasa dan menyuruh berpuasa pada hari itu. Bagaimana hal ini bisa terjadi padahal beliau menyuruh umat Islam agar tidak meniru Ahli Kitab dalam banyak hal?

Jawab
Hdits yang dikemukakan saudar apenyanya itu adalah hadits muttafaq 'alaih dari Ibnu Abbas. Disebutkan bahwa Nabi saw. tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang yahudi sedan gmelakukan puasa Asyura. Lalu beliau bertanya, "Apa ini?" Orang0orang menjawab, "hari yang baik. Pada hari itu Allah menymelamatkan Musa dan Bani Israil dari musuh mereka, lalu Musa berpuasa pada hari itu." Kemudian beliau bersabda:

"Saya lebih berhak terhadap Musa daripada kamu

Lalu beliau berpuasa pad ahari itu dan menyuruh orang-orang berpuasa.

Maka tidaklah mengherankan bila saudara menanyakan: bagaimana Nabi saw. bisa mengikuti kaum Yahudi dalam puasa Asyura padahal beliau berkeinginan keras untuk menjauhi orang-oran gkafir dari kalangan Ahli Kitab dan musyrikin. Beliau perintahkan umat Islam agar berbeda dengan mereka sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits:

"Berbedalah dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Berbedalah dengan orang-orang musyrik...."

Tetapi orang yang mau menccermati hadits-hadits yang diriwayatkan mengenai puasa Asyura ini niscaya akan tahu bahwa Nabi saw. sudah biasa berpuasa pada hari itu (Asyura) sejak sebelum hijrah ke Madinah. Bahkan orang-orang Arab jahiliah berpuasa pada hari itu dan mengagungkannya serta pada hari itu pula mereka memberi kiswah pada Ka'bah. Ada yang mengatakan baha mereka menerima hal itu dari syari'at terdahulu.

Diriwiyatkan dari Ikrimah bahwa bangsa Quraisy pernah melakukan dosa pada zaman jahiliah, lalu hal itu terasa berat di dalam hati mereka. Kemudian dikatakan kepada mereka, "Berpuasalah pada hari Asyura niscaya dosa itu akan dihapuskan dari kamu"

Dengan demikian, Nabi saw. tidak memulai pausa Asyura setelah beliau tiba di Madinah. Beliau berpuasa pada hari itu bukan karena mengikuti orang-orang Yahudi. Kalau saja beliau mengatakan "saya lebih berhak terhadap Musa darimapada kamu" dan beliau memerintahkan apa yang beliau perintahkan (berpuas apada hari Asyura) hal itu adalah untuk mengakui keagungan dan kemuliaan Asyura. Juga untuk menegaskan dan mengajarkan kepada kaum Yahudi bahwa agama Allah itu adalah satu pada semua zaman, bahwa para Nabi itu adalah bersaudara yang masing-masing mereka adalah sebagai batu-bata bagi bangunan kebenaran, dan kaum muslimin adalah lebih berhak terhadap nabi daripada orang-orang lain yang mendakwakan diri mengikuti nabi dan mengganti agamanya. Apabila hari Asyura adalah hari kebinasaan Fir'aun dan kemenangan Musa, maka iapun adalah hari kemenangan bagi kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. sebagai utusan Allah. Apabila Musa berpuasa pada hari itu sebagai tanda syukur kepada Allah, maka kaum muslimin lebih berhak untuk mengikuti Musa daripada kaum Yahudi.

Selain itu, Asyura merupakan hari yang penuh keamanan, yang pada hari itu banyak terjadi kemenangan bagi kebenaran atas kebatilan. Imam Ahmad meirwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa batera Nabi Nuh berhenti di atas gunung Judi pada hari itu, lalu Nabi Nuh a.s. berpuasa pada hari itu sebagai tanda syukur kepada Allah swt.

Adapun soal kesamaan Nabi saw. denga orang-orang Yahudi mengenai asal puasa itu terjadi pada awal periode Madinah, karena beliau ingin bersesuaian dengan Ahli Kitab dalam hal-hal yang beliau tidak dilarang memiliki kecenderungan ke sana, di samping juga untuk melunakkan hati mereka. Tetapi ketika Jama'ah Islam sudah kokoh dan telah tampak dengan jelas permusuhan Ahli Kitab terhadap Islam, nabi, dan pemeluknya, maka bleiau menuruh umat berbeda dengan mereka dalam hal puasa dengan tetap berpegang pada pokoknya guna menyambut makna agung sebagaimana yang kamu sebutkan tadi, Maka beliau bersabda:

"Berpuasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang-orang yahudi, yaitu berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya" (HR Ahmad)

Para sahabat sendiri pernah mengalami kebimbangan --padaakhir periode Rasul--seperti yang dialami saudara penanya mengenai kesamaan Nabi saw. dengan Ahli kitab dalam hal puasa tadii, padahal beliau berkeinginan besar agar umat beliau berbeda dengan orang-orang non muslim dalam masalah aqidah. Sikap mereka ini tampak jelas sebagaimana yagn diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Abbas. Menurut beliau, ketik Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh berpuasa pada hari itu, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari itu adalah hari yang diagungkan oleh kaum yahudi dan Nasrani." Lalu beliau bersabda, "pada tahun depan insya Allah kita akan bepruasa pada hari tanggal kesembilan." Kata Ibnu Abbas, "tetapi sebelu m datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat."

Pendapat yang kuat yang dapat dipahami dari Jawaban ini dan dari riwayat-riwayat lain bahwa Nabi saw. tidak akan membatasi puasa itu pada hari Asyura saja, tetapi belua menambahnya pula dengan tanggal sembilan agar berbeda dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani.

Ibnu Qayyim berkata, "martabat puasa itu ada tiga tingkatan. Yang paling sempurna ialah berpuasa sehari sebelumya dan sehari sesudahnya (di samping hari Asyura itu), martabat berikutnya (di bawahnya) ialah berpuasa pada tanggal sembilan dan sepuluh, dan hal ini yang paling banyak ditunjuki oleh hadits, serta tingkatan bawahny alagi ialah berpuasa pada tanggal sepuluh (As syura) saja.

Dr Yusuf Qardhawi
disarikan dari Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 1
Gema Insani Pers
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved