|
Ketika Canda Berbuah Petaka Jurnal Muslimah - Sunday, 13 February 2005
Kafemuslimah.com "Kita gak usah temenan lagi deh” begitulah kira-kira isi sebuah email pendek dari sahabat saya di negeri seberang yang saya terima pagi itu. Sejenak saya tertegun dan kemudian berkali-kali saya membaca kembali email tersebut untuk menyakinkan bahwa saya tak salah baca. Perasaan saya tentu saja bercampur aduk antara sedih dan bingung. Sedih karena saya telah kehilangan seorang sahabat yang saya anggap darinya saya bisa belajar menggali nilai-nilai Islam, dan bingung karena emailnya terlalu pendek untuk memberikan penjelasan apa yang telah terjadi. Hingga akhirnya saya mencoba menganalisa apa yang kira-kira membuat teman saya menulis seperti itu. Usut punya usut, ternyata semuanya berawal “hanya” dari beberapa potong kalimat canda yang saya kirimkan kepadanya, yang semula saya kira biasa-biasa saja, ternyata membuatnya terdzalimi begitu hebat sampai-sampai dia memutuskan persahabatan.
Ya Rabbi…....betapa dzalimnya dan hinanya diriku ini. Bagaimana aku bisa menyebut diriku ini hamba-Mu, kalau aturan-aturan yang telah Kau tetapkan, kulupakan begitu mudah. Sering sudah kubaca dalam Qur’an dan Hadits bahwa janganlah kita suka mengolok-olok karena boleh jadi kita lebih buruk dari yang diolok-olok (QS Al-Hujurat 11), bahwa jangalah berlebihan dalam bercanda (Ali r.a), bahwa tertawa bisa mematikan hati (HR. Tirmidzi). Tapi semuanya lewat bagai angin lalu dalam kepala. Ya Allah betapa dhoifnya hamba-Mu ini. Kesempatan mulia menjalin ukhuwah yang Kau berikan, telah kubuang begitu saja hanya karena canda. Bagaimana mungkin aku menggapai cinta-Mu, kalau diri ini jangankan berjuang menebar dakwah, untuk menjaga lisan pun tak mampu.
Bercanda memang bisa membuat hidup lebih indah, masalah terasa lebih mudah dan dunia terasa lebih ramah. Meskipun mudah dikerjakan, tidak semua orang dikarunia kemampuan mengolah kata untuk bercanda. Selama ini saya merasa sedikit berbangga dengan “kelebihan’’ saya yang suka bercanda. Tidak jarang saya mendengar ucapan “ enak nih ngobrol dengan Sari karena orangnya suka bercanda”. Tapi apa yang saya alami pagi itu, membuat saya harus memikirkan kembali kata-kata canda yang pernah saya lontarkan.
Saya harus berterima kasih pada sahabat saya itu (kalau saya masih diperbolehkan menyebutnya sebagai sahabat). Sahabat saya telah memberikan pelajaran berharga bahwa bercanda pun ada kaidah dan aturannya. Canda memang tidak dilarang karena canda bisa memberi kebahagiaan kepada sesama, akan tetapi Islam pun memberi rambu-rambu bagaimana seharusnya canda dikelola, karena tanpanya, alih-alih niat kita mendapat teman, bisa jadi malah bencana yang kita dapatkan.
Sekarang saya telah melihat akibatnya, saya kehilangan seorang teman yang sangat mulia. Kepercayaan yang diberikan kepada saya telah saya sia-siakan begitu saja. Untaian kata maaf dan derai air mata penyesalan saya tidak lagi bisa mengembalikan sahabat saya tersebut. Penyesalan dan rasa kehilangan memang sangat menyesakkan dada, dan apa yang telah terjadi tak lagi bisa diubah. Tapi, saya pantas menerimanya. Betapa tidak, sahabat saya yang jelas-jelas mempunyai nama yang sangat indah maknanya dan saya yakin indah pula pribadinya, telah saya persamakan dengan sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu. Setiap kali saya membaca emailnya, setiap kali pula saya menangis mengingat kedzaliman saya. Iringan permintaan maaf darinya di akhir emailnya semakin membuat hati saya teriris-iris penuh penyesalan. Ungkapan maaf saya yang malah dibalas dengan pujiannya kepada saya, membuat saya tersadar bahwa sayalah yang hina dan bodoh bukan saja dihadapan Allah tapi juga dihadapannya.
Kini saya hanya bisa berharap bahwa kelak Allah akan mempertemukan saya dengan sahabat saya tersebut. Bukan saja untuk kembali meminta maaf tapi juga berterima kasih karena telah membuat mata saya terbuka bahwa canda tak selalu indah. Sementara diluar, sayup-sayup terdengar kokok ayam menghias pagi 1 Muharram 1426. Ya Allah ijinkan aku berdoa agar tahun ini aku bisa menjadi lebih baik dari tahun kemarin, setidaknya aku bisa bercanda untuk menebar bahagia.
Bumi Pesagi, February 2005 ([email protected])
Fi, wish you could know how deeply sorry I was…. [ 0 komentar]
|
|