[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Ingin Menjalani Poligami Tapi Ibu Tidak Merestui
Uneq-Uneq - Wednesday, 16 February 2005

Tanya: Assalamu'alaikum wr. wb.

Saya gadis berusia 20 tahun. Ada pria yang melamar saya untuk dijadikan istri ke 3. Bagi saya sebenarnya itu bukan masalah mengingat poligami adalah sunnah Rasul. Tapi yang jadi kendala di sini adalah ibu saya yang tidak merestui karena selisih usia yang cukup jauh, juga karena adik saya mengharapkan pria tersebut jadi calon ayah karena ibu saya seorang janda.

Tapi pria itu tidak mau menikah dengan ibu, karena alasan bahwa ibunda saya adalah mantan istri dari gurunya yang sudah dianggap seperti orangtuanya sendiri.
Yang ingin saya tanyakan :

1. Apakah salah jika saya menikah dengan pria itu tanpa direstui ibu ?

2. Akankah saya menjadi anak durhaka karena tidak mengikuti nasihat orang tua yang telah menyayangi saya, mengandung saya, mengurus saya hingga saat ini, hingga saya bisa jadi seperti sekarang ini?

3. Ada yang pernah berkata pada saya bahwa seorang anak berhak menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu privasinya pun bahkan bila dia ingin pindah agama (Na'udzubillah ). Berhak-kah saya menetang orangtua (terutama Ibu) untuk tetap menikah ?

Jazakalloh untuk perhatian & jawaban yang mba' berikan !!!

Wassalam.
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukhti yang dirahmati Allah SWT

Saya sebenarnya belum begitu paham dengan cerita ukhti. Hal-hal yang saya belum pahami adalah, apakah ibu dan pria tersebut sudah saling mengenal dan sebelumnya pernah terlibat pembicaraan ke arah pernikahan (baik antara mereka berdua atau ada orang lain yang pernah berusaha menjodohkan mereka). Ini saya tanyakan karena adik ukhti mengharapkan pria tersebut menjadi calon ayahnya dengan cara menikahi ibunda yang telah menjanda. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah awalnya memang seperti itu sampai akhirnya pria tersebut melihat ukhti lalu beralih kehendak atau memang dari awal ukhti dan pria tersebut bertemu lalu ketika ingin diperkenalkan pada keluarga ternyata adik punya kehendak seperti ini?

Jika, ternyata sebelumnya antara ibu dan pria tersebut sudah saling mengenal dan ada usaha yang dilakukan ke arah pernikahan sebelum akhirnya berubah rencana; mungkin ada baiknya rencana pernikahan ukhti dengan pria tersebut dipikirkan kembali baik-baik. Karena, biar bagaimanapun ukhti juga harus memikirkan perasaan ibu (yang tentunya pernah kecewa dan harus terus berhadapan dengan mantan calonnya yang kini jadi menantu).

Tapi, kalau ternyata sebelumnya memang tidak ada rencana ke arah itu antara ibu dan teman priamu; rencanamu boleh jadi bisa diteruskan. Tapi dengan catatan. Yaitu, beri pengertian pada adik dan ibumu terlebih dahulu.
Hal berikutnya, yang juga belum saya pahami disini adalah, apa alasan teman pria ukhti itu untuk menjadikan ukhti istri ketiganya? Apakah karena dia memang seorang yang cukup memiliki kelebihan kemampuan materi hingga ingin berbuat baik pada anak yatim? Ataukah karena dia memiliki kelebihan dalam bidang seksual sehingga dia merasa tidak cukup hanya dengan dua istri sebelumnya? Ataukah dia ingin memang mengalami jatuh cinta lagi (untuk ketiga kalinya) pada ukhti dan ingin menjadikan ukhti istri ketiganya? Lalu, apakah dua orang istri sebelumya mengetahui rencana tersebut?

Cobalah ukhti cari tahu dahulu alasan teman pria tersebut dengan rencananya untuk menjadikan ukhti istri ketiganya. Dengan begitu, ukhti bisa mempersiapkan diri ukhti sebaik-baiknya menghadapi segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi di masa yang akan datang.

Jika dia adalah seorang yang berkecukupan hingga ingin berbuat baik pada wanita yang ingin diangkat derajatnya, Alhamdulillah. Zaman sekarang ini, dimana perekonomian negara kita yang masih tidak menentu memang dibutuhkan sikap bekerja sama yang menyeluruh dari berbagai pihak. Yang kaya membantu yang miskin, yang lebih membantu yang kurang. Salah satu hikmah dari poligami adalah, membuka peluang bagi wanita untuk dapat mengembangkan dirinya sendiri karena dia punya kesempatan untuk saling meringankan beban pekerjaan sehari-harinya dengan sesama istri yang lain. Untuk itu, cobalah untuk kenal dengan istri-istrinya yang lain dan mulailah jalin ukhuwah yang baik agar kelak kalian bisa saling akrab dan saling tolong menolong. Suatu saat nanti, bisa jadi, ukhti juga bisa membantu wanita muslimah lain lagi, untuk menjadi teman ukhti berikutnya, menjadi istri keempat teman pria ukhti.
Jika dia adalah seorang yang memiliki kelebihan dalam bidang seksual hingga merasa tidak tercukupi kebutuhannya itu jika hanya memiliki dua orang istri, maka, ukhti bisa mempersiapkan diri ukhti agar bisa memenuhi harapannya. Sama seperti keadaan di atas, mulailah untuk mengenal istri-istri beliau sebelumnya agar kalian bisa saling tolong menolong dalam membahagiakan suami kalian tersebut.
Jika dia murni jatuh cinta lagi pada ukhti. Luruskan niat kalian bahwa kalian saling bertemu dan ingin bersatu karena mengharapkan keridhaan Allah SWT. Menikah lebih baik ketimbang melakukan hal-hal yang bisa menjerumuskan diri pada perbuatan mendzalimi diri sendiri atau pada perbuatan yang bisa mendekatkan diri pada perbuatan zina. Sama seperti point sebelumnya, berusahalah untuk mengenal istri-istri beliau sebelumnya agar kelak kalian bisa akrab dan bisa saling bekerja sama untuk dapat membentuk sebuah keluarga yang sakinah dan diridhai Allah SWT.
Sekarang, barulah saya akan menjawab pertanyaan yang ukhti ajukan:

1. Pernikahan adalah sebuah bentuk usaha berkeluarga dan berketurunan yang dihalalkan Allah dengan cara menyatukan dua keluarga dalam sebuah ikatan silaturahmi yang menentramkan satu sama lain dan membahagiakan semua pihak. Karenanya, untuk tegaknya sebuah pernikahan yang memberi rahmah dan memperoleh rahmah (take and give), ada dua pihak yang dimintai persetujuan dan satu pihak yang diajak bermusyarawah. Dua pihak yang dimintai persetujuan adalah, pertama pihak wali nikah, dimana dalam hal ini adalah ayah atau wali nikah pengganti ayah (yang jalur hukumnya sama kedudukannya dengan ayah). Kedua adalah calon pengantin perempuannya. Sedangkan pihak yang sebaiknya diajak bermusyawarah adalah ibu. Ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasul kita, Mihammad SAW.

Jika, tiga pihak yang saya sebutkan di atas tidak terpenuhi haknya, maka bisa jadi perkawinan yang akan diselenggarakan menjadi kurang sempurna (khusus untuk pihak satu dan dua, jika keduanya tidak ada maka pernikahan tersebut dianggap batil/tidak ada).

2. Dari point pertama, sudah saya sebutkan bahwa tujuan mulia dari sebuah pernikahan adalah menyatukan dua keluarga dalam sebuah ikatan silaturahim yang diridhai Allah. Dengan demikian, niat atau arah langkah yang menjurus ke arah terciptanya perpecahan sebuah keluarga tentu saja sebaiknya diselesaikan dengan cara yang ma’ruf (baik). Artinya, jika sebuah tujuan justru menyebabkan sebuah perpecahan, pertikaian, perseteruan itu berarti tujuan mulia dari pernikahan yang dilakukan menjadi terciderai.
Menurut saya, masalah yang ukhti hadapi ini murni karena masih adanya kesalah-pahaman dalam komunikasi. Cobalah berusaha dahulu mencari titik kesepakatan dengan ibu dan keluarga sebelum memilih untuk menjadi anak durhaka atau anak yang menyakiti hati ibunya.

3. Ukhti penanya bertanya: “Ada yang pernah berkata pada saya bahwa seorang anak berhak menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu privasinya pun bahkan bila dia ingin pindah agama (Na'udzubillah ). Berhak-kah saya menentang orangtua (terutama Ibu) untuk tetap menikah ?”

Ukhti… menjadi durhaka pada orang tua itu, dosanya oleh sementara ulama dikatakan setaraf dengan dosa di bawah syirik. Allah amat sangat membenci perilaku tersebut. Jadi, usahakanlah dengan sedaya upaya agar terhindar dari perilaku durhaka pada orang tua.

Betul memang seorang anak berhak untuk menentukan dengan siapa dia akan menikah karena itu adalah hak pribadi anak. Tapi, tolong bedakan antara hak yang memang hak yang benar (diridhai Allah) dan hak yang batil (dibenci Allah). Pindah agama, termasuk hak pribadi yang batil, amat dibenci bahkan menyebabkan seseorang tertimpa dosa besar yang ganjarannya tiada lain selain neraka Jahannam. Cerai, juga hak suami istri, tapi Allah membencinya (meski tidak sampai menggugurkan keislaman/menyebabkan dia berdosa). Ada banyak hak seseorang yang justru jika dijalankan oleh orang tersebut malah membuat orang tersebut masuk ke wilayah yang membahayakan dirinya, keluarganya, dan bahkan agamanya. Jadi, jika mau bicara tentang hak privacy seseorang, tolong jangan bicara dengan emosi, tapi selalu gunakan akal sehat untuk berpikir, hati nurani untuk merenung serta sikap tawakkal pada Allah SWT.

Sekali lagi saya katakan, menurut saya, permasalahan yang ukhti hadapi ini murni karena belum adanya komunikasi yang baik antara semua pihak sehingga muncul kesalah pahaman antara satu pihak kepada pihak yang lain.

Nah, sekarang, coba ajak bicara ibu ukhti. Ajak beliau untuk bertukar pikiran. Kemukakan alasan dan pertimbangan yang ukhti miliki hingga memilih bersedia untuk menjadi istri ketiga teman pria ukhti.

Teman pria ukhti sendiri, jika dia memang serius dengan ukhti, cobalah untuk dilibatkan juga. Dia tentu sudah lebih berpengalaman dalam menyelenggarakan sebuah pernikahan (sudah dua kali kan?). Tentu dia lebih paham dan tahu bagaimana caranya untuk menghadapi keberatan orang tua ukhti. Dia juga tentu lebih berpengalaman dalam menghadapi ibu calon mertuanya (ibu ukhti akan menjadi ibu mertua ketiga baginya). Cobalah libatkan beliau untuk dapat membujuk dan melembutkan hati ibu ukhti. Saya amat menyayangkan jika hanya karena ingin mengajak ukhti menjadi istri ketiganya, maka dia membiarkan ukhti mengambil langkah menjadi lebih baik menjadi anak durhaka.
Padahal, masalah yang ada tidak berat karena merupakan masalah komunikasi saja.

Nah, jadi berusaha yah ukhti untuk membangun komunikasi yang baik.

Hal penting lain yang harus juga dilakukan adalah, mulailah dirikan shalat istikharah. Minta petunjuk dari Allah dan bimbingannya agar memudahkan jalan ke arah yang Allah ridhai dan menjauhkan ukhti dari hal-hal yang tidak diridhai Allah serta dijauhkan dari segala sesuatu yang dalam pengetahuan Allah bisa membahayakan masa depan ukhti dan agama ukhti.

Demikian, semoga bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved