[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Aceh : Belajar dr Pengalaman Pahlawan Taiwan
Muslimah & Media - Wednesday, 23 February 2005

Kafemuslimah.com Siapa yang tidak tahu Chiang Kai-sek? Hmm. Mungkin belum banyak yang tahu siapa beliau. Bisa dikatakan, Chiang Kai-sek adalah Pahlawan yang membantu membidani lahir, berdiri dan berkembangnya Taiwan (negara di dalam negara. Taiwan adalah salah satu wilayah China yang selalu gatal untuk bisa dianggap sebagai sebuah negara merdeka yang terpisah dari China).

Metro teve, salah satu stasiun swasta di Indonesia, hari Senin yang lalu (tanggal 21/02/2005) pk. 16.00 WIB menayangkan sebuah tayangan sejarah tentang kehidupan Chiang Kai-sek.

Selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad lamanya, China disatukan dalam sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang Kaisar. Kebesaran Kaisar ini, bisa bertahan berkat fanatisme para pengikut dan pendukungnya. Meski demikian, sejarah mencatat bahwa karena fanatisme ini pulalah maka tidak ada satu pun dinasti yang bisa berdiri kekal memimpin China. Hampir semua dinasti jatuh atau ditumbangkan, karena para kaisar China hanya mengandalkan pada fanatisme para massa pendukungnya saja. Disamping itu, ada satu lagi hal yang perlu dicatat. Jatuhnya Kekaisaran China, juga diakibatkan karena tidak adanya komunikasi langsung antara pihak kerajaan dengan rakyat. Istana Kerajaan menjadi sebuah menara gading bagi rakyatnya. Berdiri kokoh di tengah Rakyat, tapi hanya berdiri untuk dipandang dan dikagumi. Tidak bisa dimasuki atau pun juga berhubungan langsung dengan kondisi nyata masyarakat sekitarnya.

Bisa dikatakan, kekaisaran China, begitu mengagumi pesona kejayaan masa lalunya dan dengan arogan selalu berpikir bahwa kejayaan ini akan selalu terjadi dan tidak akan pernah terkalahkan. Itulah yang membuat para pendatang asing dari negara lain di luar China terheran-heran ketika mereka sampai di negara Tirai Bambu ini di awal abad 19.

Ketika itu, dunia telah mengalami kemajuan yang cukup pesat di bidang industri. Alat-alat transportasi, meski sederhana, mulai mengalami kepesatan dalam bidang kecepatan dan kepraktisan/kemudahan mengendarainya. Beberapa barang-barang yang terkait dengan bidang industri pun telah ditemukan. Pendek kata, geliat industrialisasi telah menjangkit di hampir seluruh negara Eropa dan sebagian Amerika. Tapi apa yang terjadi di China? Dibalik temboknya yang perkasa tersebut, China masih hidup dalam baying-bayang kejayaan masa lalunya. Segalanya seperti berjalan di tempat. Penduduk masih menggunakan barang-barang tradisional yang amat sederhana. Mulai dari barang-barang keperluan sehari-hari hingga peralatan perang dan perlengkapan kenegaraan. Kesederhanaan ini dipandang sebagai ketertinggalan oleh masyarakat barat. Padahal, sumber daya yang dimiliki China kala itu sungguh amat kaya dan beragam. Maka, imperialisme lewat perebutan wilayah dan penjajahan pun dimulai.

Imperialisme telah menghisap rakyat Cina selama lebih dari satu abad, awal mulanya melalui kapal-kapal dagang yang memperjual-belikan barang-barang dan kemudian dengan merampas bagian-bagian bangsa Cina. Inggris, kekuatan imperialis terkuat di waktu itu, mengambil kepemimpinan, berperang melawan Cina tahun 1839-1842 setelah Kaisar Qing menolak pasokan besar opium dari Inggris. Cina ,mengalami kekalahan dan menyerahkan Hongkong sebagai koloni Inggris.
Kekuatan imperialis lainnya, seperti AS dan Perancis, secara cepat mengikuti langkah Inggris dengan mulai mengajukan tuntutan. Cina dipaksa untuk membuka lima pelabuhannya bagi barang-barang imperialis dan menyerahkan teritorinya untuk dikontrol imperialis.
Menggunakan opium sebagai alasan, Inggris bekerja sama dengan Perancis berperang melawan Cina tahun 1856-1860, dan keluar dari peperangan dengan segudang harta rampasan (dari Cina). Perang itu terjadi ketika Tsar Rusia berusaha merebut bagian sumber kekayaan Cina di daerah kaya Timur Laut. Tahun 1885, Perancis berperang lagi dengan Cina, yang memaksa Kaisar Cina untuk membuat konsesi baru bagi Perancis dan Jepang.
Tahun 1895 setelah beberapa kekalahan, Cina menyerah, dan memberikan Korea kepada Jepang, dan menyerahkan Taiwan dan Kepulauan Penhu (Pescadores) kepada Jepang sebagai koloni. Perluasan daerah kekuasaan imperialis terus terjadi, hasilnya tahun 1900, seperti Jerman, AS, Inggris, Perancis, Rusia, Jepang, dan Portugal masing-masing memiliki daerah kekuasaan di Cina .(mengutip dari http://www24.brinkster.com/indomarxist/00000042.htm).

Akhirnya, rakyat menjadi marah dan tidak puas dengan Kaisar. Kekaisaran Cina diruntuhkan oleh sebuah pemberontakan di tahun 1911, yang diorganisir oleh borjuasi, bangsawan, dan panglima-panglima perang (masih ingat kan Kaisar imut-imut Puyi? Itu loh kaisar di film “The Last Emperor”, nah, ini kisah tentang Kaisar terakhir di China ketika ditumbangkan itu.) Salah satu sosok yang ikut ambil bagian dalam menumbangkan Kaisar China terakhir ini adalah Chiang Kai-sek.

Pada awalnya, Chiang Kai-sek adalah seorang pendamping dan pengikut setia dari DR Sun Yat Sen dalam Partai Nasionalis Kuomintang. Dengan dukungan dari kaum Borjuis China, mereka akhirnya berhasil memimpin China. Setelah meraih banyak kemenangan dalam mengalahkan kaum pemberontak dan mengusir penjajah dari negara China, akhirnya Partai Kuomintang mendapat legitimasi mayoritas dari rakyat untuk mulai kembali mendirikan negara China yang tidak lagi berbentuk kerajaan dan membangunnya. Rakyat ketika itu sudah sangat menderita akibat peperangan yang terus terjadi dan merusak segalanya. Tapi untuk membangun, tentu saja dibutuhkan dana dan pengetahuan yang tidak sedikit. Syukurlah, negara Rusia, yang menjadi negara besar sekaligus tetangga China menawarkan bantuan untuk itu. Rusia menjanjikan bantuan dana segar, perlengkapan, peralatan serta beasiswa bagi para calon pemimpin China. Dengan suka cita, uluran bantuan ini pun diterima oleh DR Sun Yat Sen dan partai Kuomintang yang dipimpinnya.

Berangkatlah Chiang Kai-sek ke negara komunis Rusia untuk menimba ilmu dan berdiplomasi sehubungan dengan pemberian bantuan yang ditawarkan oleh Rusia. Ketika berada di Rusia inilah Chiang Kai-sek memiliki sebuah naluri sekaligus praduga terhadap bantuan yang diberikan oleh Rusia tersebut. Dugaan ini dikemukakan oleh Chiang Kai-sek pada pemimpinnya, DR Sun Yat Sen. Yaitu bahwa dia, Chiang Kai Sek tidak percaya segala bantuan yang dilimpahkan oleh Rusia tersebut murni diberikan tanpa pamrih apapun di belakangnya. Tapi kecurigaan Kai Sek ini ditampik oleh DR Sun Yat Sen dengan alasan: China sedang butuh bantuan, dan ada yang ingin berbuat baik membantu, kenapa harus dicurigai? Dan jalinan hubungan baik kedua belah negara pun terus berlanjut lewat kesepakatan pemberian bantuan tersebut.

Bermula dari adanya pelatihan gratis para tentara China oleh para tentara Rusia. Beberapa pemimpin dan pelatih bermutu didatangkan dari Rusia untuk melatih tentara China yang memang tertinggal dalam penggunaan alat-alat perang mutakhir ketika itu. Ikut serta di dalamnya, selain pihak militer ini adalah juga para pendidik keilmuan lain dari Rusia dan di dalamnya termasuk juga ajaran Komunis.

Untuk kedua kalinya, melihat memboncengnya ajaran Komunis dalam bantuan yang diberikan tersebut, Chiang Kai-sek kembali mengingatkan DR Sun Yat Sen agar berhati-hati atas bahaya yang dimiliki oleh ajaran Komunis. Kai Sek curiga bahwa Rusia sedang berusaha untuk menyebarkan ajaran komunis tersebut hingga ke negeri China.

Ajaran Komunis, menurut Kai Sek amat tidak sesuai dengan budaya China yang menganut ajaran Konghucu. Dalam ajaran Konghucu yang merupakan agama yang dianut oleh rakyat China secara turun temurun, diajarkan semangat kekeluargaan yang besar, kebersamaan dalam cinta kasih antar anggota keluarga dan patriotik nasionalisme. Sisi buruk dari ajaran ini adalah, selalu bersemayam nilai untuk balas dendam dalam membela keluarga dan kelompok. Berbeda dengan ajaran Komunis. Ajaran Komunis, amat memperhatikan kesetaraan pada semua golongan. Bagi ajaran Komunis, tidak ada perbedaan kelas dalam masyarakat. Si kaya dan si miskin bisa hidup sama rata dan sama rasa dalam satu atap.

Tapi untuk kedua kalinya pula, DR Sun Yat Sen tidak mempedulikan kecurigaan Kai Sek asistennya ini. Konsentrasinya adalah pada upaya untuk membangun segera China yang telah benar-benar porak poranda akibat jatuhnya kaisar dan akibat sisa perang. Dana segar dan pelatihan tetap diterima dengan senang hati. Hasilnya, kini ada banyak tentara China yang terampil menggunakan senjata dan perlengkapan perang mutakhir. Ada banyak gedung, prasarana umum seperti jalanan, rumah sakit, sekolah, taman dan perkantoran yang berhasil dibangun dan berdiri megah. Juga bermunculan banyak para pemuda terdidik China yang tidak lagi ketinggalan zaman. Salah satu di antara mereka yang terdidik ini adalah Mao Tse Tung, seorang sarjana perpustakaan yang amat mengagumi ajaran Komunis. Mao mengumpulkan massa dan mendirikan Partai Komunis China di tahun 1921. Mengikuti contoh yang diberikan Bolshevik Rusia, PKC menyusun program untuk memimpin kaum buruh dan tani untuk menuntaskan revolusi demokratik sebagai langkah awal bagi penghancuran kapitalisme.

Setelah melewati banyak persaingan dan pertempuran, akhirnya Chiang Kai Sek, yang berhasil menjadi pemimpin di Partai Nasionalis Kuomintang setelah DR Sun Yat Sen wafat, harus bertekuk lutut pada Partai Komunis China dan terpaksa menyingkir ke Pulau Taiwan. Ketika itu, dengan bantuan dari Amerika Serikat, Kai Sek berhasil mengganjal serangan Komunis hingga ajaran Komunis tidak pernah bisa masuk ke Taiwan.

Terus terang, menyaksikan perjalanan sejarah Kai Sek tersebut di televisi, saya jadi teringat pada Aceh dan negara kita, Indonesia.

Setelah bencana Tsunami yang memporak-porandakan segalanya di Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu, kita semua tahu bahwa Aceh harus bangkit dan bangun kembali. Tapi untuk bangkit dan membangun Aceh, perlu biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Bencana Tsunami yang melanda Aceh, adalah bencana Tsunami yang menelan jumlah korban terbanyak di dunia (lebih kurang tercatat sudah 130.000 korban jiwa). Itu sebabnya seluruh dunia sepakat untuk mengatakan bahwa bencana Tsunami di Aceh adalah bencana kemanusiaan yang terbesar dan memerlukan bantuan yang juga terbesar dari seluruh pihak dan banyak negara. Dan subhanallah, bantuan memang mengalir hampir dari berbagai pihak dalam jumlah yang amat dasyat. Termasuk di dalamnya adalah bantuan dari pihak asing, lintas agama dan lintas golongan. Yang terakhir inilah yang sekarang menimbulkan banyak kecurigaan dari banyak orang.

Kita tahu, bahwa selama ini, Aceh yang dijuluki sebagai kota serambi Mekah adalah wilayah tertutup bagi banyak pendatang asing. Indonesia memberikan status Daerah Otonomi Khusus pada Aceh karena keistimewaan Aceh dibanding kota lain di Indonesia dimana dalam hal ini Aceh ingin menerapkan syariat Islam di wilayahnya. Dan memang syariat Islam diberlakukan di Aceh sana. Mulai dari cara berpakaian, system pendidikan, dan beberapa system pemerintahan didasarkan berdasarkan penerapan Syariat Islam. Disamping itu, ada sebuah perlakuan istimewa lain yang juga diperlakukan di Aceh. Yaitu perlakuan sebagai daerah dengan status darurat sipil. Artinya, ada pengawasan militer terhadap banyak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sipil di Aceh. Ini dilakukan karena ada kelompok di Aceh yang selalu berusaha agar Aceh lepas dari wilayah NKRI. Militer dalam hal ini diturunkan di Aceh untuk mengatasi pemberontakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

Karena dua status tersebut di atas, maka sulit bagi siapa saja, yang bukan warga Aceh untuk dapat berkunjung dengan aman ke Aceh. Padahal, sebagai sebuah wilayah Aceh menyimpan begitu banyak potensi. Mulai dari minyak, hasil perkebunan, pertanian, pertambangan hingga kerajinan rakyat dan kesenian serta sumber daya yang lain baik yang terdapat di laut maupun di darat. Aceh diibaratkan seperti mutiara yang masih berada di dalam cangkang Kerang. Hingga akhirnya bencana Tsunami pun datang.

Bisa dipastikan, hampir seluruh wilayah Aceh tersapu oleh gelombang pasang ini. Bersih, ludes dan porak poranda. Membangun Aceh mau tidak mau harus bergerak dari titik nol. Bantuan dari luar negeri pun datang berbondong-bondong. Jumlahnya, diperkirakan mencapai miliyaran rupiah (laporan sementara yang belum diaudit dan belum bisa dipertanggung-jawabkan karena masih simpang siur beritanya, katanya sih sampai 43 triliun rupiah).
Pertanyaannya, apakah semua dana yang mengalir ini benar-benar asli diberikan tanpa pamrih apapun selain dengan alasan bantuan kemanusiaan? Apa benar tidak ada udang di balik batu di belakang semua pemberian bantuan ini? Masa iya sih semua gratis?

Saat ini kecurigaan terhadap kemungkinan “ada udang di balik batu” itu mulai mengendus. Pada dasarnya, ada sebuah keyakinan di beberapa kalangan bahwa segala sesuatunya, tidak ada yang murni bersifat tanpa pamrih. Pasti ada apa-apanya.

Bermula dari penelusuran pemberian bantuan kucuran dana yang amat melimpah dari luar negeri. Misalnya, negara X memberikan sekian juta pada negara kita. Ternyata, sekian juta itu tidak semuanya dalam bentuk uang (ada yang berbentuk daunnya juga kalau pinjam istilah teman saya..hehehehe :P). Dari sekian juta itu, negara X juga menyertakan kapal perang, helicopter, peralatan berat dan sebagainya. Nah, biaya operasional benda-benda tersebut, kudu dibayar lagi. Namanya juga barang-barang berat, tentu saja biaya perawatannya juga berat. Dari mana duitnya? Yah dibebankan pada negara kita. Begitu juga dengan dana segar yang berbentuk pinjaman (semua dana bantuan yang mengalir ke Aceh terbagi atas dua bagian. Berupa hibah alias tidak perlu dibalikin, dan berbentuk pinjaman, artinya harus dibalikin lagi, Yang tercatat di Koran-koran sih, biasanya dana berupa pinjaman itu jumlahnya lebih besar dari dana hibah). Terus dari mana negara kita punya duit sebanyak itu buat membiayainya? Darimana kelak biaya untuk mengembalikan bantuan berupa pinjaman tersebut? Yah ambil dari duit yang dikasih sekian juta dari negara X itu! Artinya, yah, sebenarnya sih dari dia, untuk dia, ke dia juga. Tapi coba lihat apa yang membonceng dari semua bantuan yang mengalir tersebut?

Majalah Sabili No.16 th XII, (24 februari 2005) mencatat beberapa budaya asing yang ikut masuk ke wilayah Aceh. Seperti merokok, berpakaian dan beraksesoris liberal (celana pendek, anting sebelah, kaus minim, dll), peredaran minuman keras, buku-buku porno, hingga seks bebas para relawan asing. Yang lebih mengkhawatirkan adalah, adanya usaha gerilya dari para misionaris di Aceh dan adanya upaya untuk mengubah mentalitas rakyat Aceh menjadi materialistis. Bukti di lapangan telah memperlihatkan tanda-tanda itu. Jadi, jangan tertawa senang dulu dengan semua bantuan dari luar negeri yang menggiurkan itu. Apalagi sampai amat percaya diri dengan kedatangan dua mantan orang paling berkuasa di Amerika beberapa waktu lalu (Clinton dan Bush Senior).

Tampaknya, pemerintah memang harus tegas dan terus waspada terhadap terbukanya Aceh seperti sekarang ini. Aceh butuh bantuan, itu betul. Tapi jangan sampai Aceh menjadi gerbang untuk masuknya gerakan budaya yang bertujuan untuk memusnahkan Islam dari tanah air kita. Jangan sampai Islam yang masuk ke Indonesia lewat ujung barat Indonesia (wilayah Aceh, melalui para pedagang dari Samudra Pasai), pada akhirnya musnah juga melalui gerbang yang sama tersebut.

Pinjam istilahnya Perdana Mentri Malaysia, Abdullah Baddawi, yang memberi sambutan ketika Launching model Proton terbaru baru-baru ini, “Tidak mungkin barat akan memberikan seluruh pengetahuannya pada kita. Jika ingin maju dan berkembang, kita sendiri yang harus belajar, jangan pernah mengharapkan mereka akan mengajarkan kita karena mereka tidak akan pernah memberikan kesempatan itu.”
Yah. Jika kita ingin maju dan membangun, kewaspadaan tetap harus hadir. Hancurnya sebuah bangunan justru dari binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata,yaitu rayap. Kita bisa belajar dari pengalaman pahit yang dialami oleh China, yang hingga sampai sekarang tetap dikuasai oleh Komunis. Agama di China kini tinggal sejarah.
Jadi, jangan pernah lengah!

------- Jakarta, 24 Februari 2005 ([email protected])
Penulis: Ade Anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved