|
Belum Berani Menikah dan Agar Mantap BerumahTangga Uneq-Uneq - Friday, 18 March 2005
Tanya: Ass.wr.wb
Ass, mba...mohon bantuannya untuk memberikan solusi...gini mba ceritanya...saya cewe 25 tahun, saat ini saya bekerja dibagian finance di sebuah perusahaan jepang besar di Jakarta. Baru satu tahun saya mulai bekerja di Jakarta..pekerjaan ini merupakan kebanggan bagi ayah dan ibu saya dan semua keluarga besar saya. Pun bagi saya pekerjaan saya sekarang merupakan salah satu bukti eksistensi saya di bidang "keduniawian"saya...Insya Allah, saya masih memegang teguh ajaran2 Islam dimanapun saya berada.
Nah masalahnya sekarang saya sedang bertaaruf dengan seorang laki2, kami telah saling menukar cv masing2 dan kedua belah pihak (saya dan dia) , telah memutuskan untuk meneruskan proses ini dimana ada beberapa hal yang menjadi ganjelan di hati saya adalah
1.Calon saya ini berkarir di Bandung, meski kadang2 dia harus memberikan laporan ke kantor pusat ke Jakarta. Saya bingung, jika kami akhirnya menikah juga apakah kami akan menikah berjauhan? Karena jujur saya masih ingin mewujudkan impian orang tua saya dan tetap membahagiakan ortu saya dengan menjadi kebanggaan mereka. Selain itu saya berpikir, alangkah baiknya jika keluarga itu memiliki 2 saluran penghasilan yaitu dari saya dan dia, karena kami sama2 bercita2 jika kami memiliki anak, mereka harus lebih berkecukupan dan memiliki pendidikan tinggi melebihi kami berdua nantinya. Selain just in case jika terjadi sesuatu keluarga kami masih punya pegangan, yaitu dari saya..Tapi saya juga berpikir apa gunanya menikah jika setelah menikah kami berjauhan, dan hanya bertemu jika hari libur saja? Pernikahan macam apa ini mba? Apa yang harus saya lakukan?
2. Satu lagi mba, gimana caranya agar saya mantap dan berani untuk menikah. Jujur saya merasa belum siap menikah. Saya merasa bisa ga ya saya ini menikah? hehe..mungkin lucu ya mba...ada bermacam keragu2an yang timbul ketika saya akan menikah ini, karena calon suami berumur 28 tahun dan dia merasa sudah sangat cukup umur sekali untuk menikah. Sedangkan saya? Saya merasa belum beranilah, apalah, segala macem mba. Padahal saya sangat tau tuntunan Islam tentang pernikahan, lagian apa lagi sih yang saya cari sekolah+karir sukses apa lagi yang saya cari lg??
Mohon bantuannya mba, semoga kebaikan mba dibalas oleh Allah SWT.
Jazakillah khairan khatsira...
wass.wr.wb
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
1. Semua bisa dibicarakan lebih lanjut dengan calon ukhti sebenarnya. Kemukakan saja semua yang mengganjal di pikiran ukhti ini pada calon ukhti dan diskusikan dengan dia untuk bersama mencari pemecahan masalahnya bersama-sama.
Pada jaman sekarang ini, sebenarnya masalah dimana harus tinggal setelah menikah telah terjadi sebuah perubahan dalam masyarakat kita. Pasangan suami istri yang hanya bertemu di akhir pekan saja, bukan lagi suatu pemandangan yang mengherankan. Bahkan, beberapa teman saya yang sama-sama tinggal di kota yang sama (Jakarta) terpaksa harus mengalami kondisi seperti ini.
Ukthi tahu sendiri bagaimana kondisi kota Jakarta dan kemacetan serta jarak antara perumahan dan perkantoran yang tersedia. Bisa dikatakan, pembangunan perumahan banyak terjadi di daerah pinggiran sementara perkantoran tetap terjadi di dalam kota. Ada juga perumahan (biasanya apartemen) yang ada di dalam kota tapi harganya belum terjangkau bagi pasangan muda. Akibatnya banyak pasangan muda yang rumahnya ada di pinggir kota dan bekerjanya tetap di kota. Untuk mencapai tempat kerja setiap harinya, mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam (macet, jalan berputar yang jauh, harus patuh pada peraturan 3 in 1, dan sebagainya), akhirnya teman saya pernah menghitung bahwa biaya yang dikeluarkan untuk menutupi ongkos jalan ternyata sama dengan biaya yang harus dikeluarkan jika dia harus tinggal di tempat kost dekat kantor. Keuntungan bertambah karena tinggal di tempat kost ternyata membuat mereka cukup bisa beristirahat dan punya kesempatan untuk mencari tambahan masukan dengan menambah jam kerja. Akibatnya, ada teman saya yang terpaksa tinggal di tempat kost dan baru bertemu dengan keluarganya di hari libur atau setiap akhir pekan saja (jadi senin s/d jumat sore di Jakarta, jumat malam s/d ahad sore bersama keluarga di pinggir kota). Karena ini sudah merupakan kesepakatan maka hal ini bisa mereka jalani.
Ada juga teman saya yang berpindah-pindah rumah, bukan karena pekerjaan tapi lebih karena ingin berbuat adil pada kedua orang tua. Jadi senin s/d jumat di rumah ortu perempuan, akhir pekan di rumah ortu pria (kedua ortu memang sudah berusia lanjut).
Ada juga yang berpindah-pindah rumah, karena alasan lain. Seperti senin s/d jumat di rumah ortu perempuan (karena kebetulan ada di tengah kota) tapi di akhir pekan barulah mereka tinggal di rumah mereka sendiri yang ada di pinggir kota (alasannya sama; karena tidak mampu membeli rumah di tengah kota maka mereka membeli di pinggir kota).
Pendek kata, semua memang harus dibicarakan, didiskusikan lalu dicari kesepakatan bersama mana yang ingin dijalankan. Bicarakan semua sisi negatif dan sisi positifnya dengan adil dan seimbang. Barulah buat kesepakatan bersama. Jangan lupa untuk mengajak calon pasangan untuk bersama mendirikan shalat istikharah minta bantuan Allah untuk membantu memecahkan masalah pilihan tersebut. Semoga Allah memudahkan jalan untuk pilihan yang terbaik bagi ukhti, calon ukhti, keluarga ukhti dan masa depan ukhti serta agama ukhti. Dirikanlah shalat dengan hati yang ikhlas dan pasrah.
2. Agar hati mantap dalam mengambil keputusan untuk melangkah ke arah pernikahan, caranya mudah. Awalnya, beli atau pinjam buku-buku tentang indahnya sebuah pernikahan Islami; atau nikmatnya berada dalam sebuah pernikahan Islami; atau menjadi wanita sholehah dengan cara menjadi istri yang baik, atau yang membahas tentang meraih surga dengan cara menjadi istri yang sholehah, dll. Ambil tema-tema seperti itu lalu baca.
Terkadang, kita sudah memiliki sebuah pengetahuan tentang sesuatu hal. Dalam hal ini misalnya tentang perkawinan dan membentuk keluarga. Tapi, seringkali pengetahuan yang kita miliki tersebut ternyata mengendap sebatas pengetahuan teks book saja. Belum menyentuh kesadaran yang menggerakkan hati dan diri ini untuk melakukannya.
Sebuah pengetahuan memang akan mengalami beberapa tahap terlebih dahulu sebelum pada akhirnya menggerakkan diri ini untuk sungguh-sungguh menjalaninya dengan ikhlas. Inilah apa yang disebut orang dengan istilah Tak Kenal Maka Tak Cinta. Adapun tahap-tahap yang akan dilewati oleh pengetahuan yang mengendap dalam otak kita sebelum dia melahirkan kesadaran dan keikhlasan untuk menjalankannya adalah sebagai berikut:
Pertama, tentu saja berpengetahuan. Kita harus tahu dulu ilmu tentang sesuatu yang akan kita jalani.
Kedua berkeyakinan. Dengan modal pengetahuan yang kita miliki, dimana pengetahuan itu cukup memadai dan berimbang adanya, insya Allah akan muncul sebuah keyakinan. Bagaimana agar sebuah keyakinan itu tidak goyah lagi? Teruslah perkaya pengetahuan yang kita miliki. Ada kalanya, akan datang pengetahuan tandingan yang mencoba untuk menggoyahkan pengetahuan yang kita miliki. Untuk itu kita harus menghadapinya dengan selalu mengajak diri ini untuk berpikir tentang kebenaran dengan menggunakan akal dan nurani. Jangan pernah bimbang akan sesuatu yang tidak diragukan lagi kebenarannya hanya karena emosi atau sebuah kabar yang belum tentu benar adanya. Selalu lakukan cek dan ricek (tabayyun/klarifikasi) dan pikirkan dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.
Ketiga, perubahan sikap. Jika kita sudah memiliki pengetahuan, lalu kita yakin bahwa pengetahuan itu benar adanya, maka mulailah bersiap untuk melakukan sebuah perubahan sikap. Tidak ada gunanya terus berkubang untuk mempertahankan sesuatu yang kita sendiri tahu bahwa itu tidak benar dan kita sadar bahwa itu salah. Orang pandai adalah mereka yang segera berubah ke arah kebaikan setelah datang pengetahuan padanya.
Keempat, berperilaku. Dalam arti menerapkan perubahan sikap di atas dalam rangkaian perilaku yang sesuai dengan keyakinan dan pengetahuan tersebut.
Terakhir niat sungguh-sungguh untuk menjalankan perilaku tersebut dengan ikhlas dan mencari keridhaan Allah SWT.
Bagaimana agar niat tersebut tidak lagi goyah? Ambil wudhu, dirikan shalat (baik wajib maupun sunnat, dan jangan lupa berdoa setelah shalat minta agar Allah senantiasa meneguhkan hati yang senantiasa berbolak-balik ini), lalu tadarrus Quran.
Jika pagi datang menjelang, setelah shalat shubuh dan mandi. Coba nikmati matahari yang terbit di ufuk timur. Cahayanya senantiasa tidak serta merta bersinar terik. Tapi perlahan-lahan menghantarkan kehangatannya dengan kilau emasnya. Membakar semangat sambil mengusir angin dingin malam dan menyisakan udara sejuk pagi. Tarik napas dalam-dalam. Selalu ada nikmat Allah dalam permulaan hari. Dan selalu ada pesan, bahwa kemudahan akan datang karena memang Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|