|
Kok Sekarang Nyesel Yah Sudah Nolak Dia Uneq-Uneq - Sunday, 08 May 2005
Tanya: Assalamualaikum warohmatulloh
Saya seorang muslimah berusia hampir 20 tahun. 6 bulan lalu ada seorang ikhwan yang mengajak saya menikah. Tapi saya menolaknya karena sesuatu hal, padahal dia laki-laki sempurna di mata saya (sholeh, muda, terpelajar, mapan, dan alhamdulillah tampan). Sejak
penolakan itu kami tetap berkomunikasi baik. Saya selalu mendoakan dia mendapat jodoh yang lebih baik dari saya. Sampai akhirnya dia menikah dengan orang lain yang ternyata jauh lebih baik dari saya. Saya merasa sangaaaaaaat sedih dan tidak ikhlas. Saya tau saya harus ikhlas, tapi kenapa saya terus saja menangis dan menyesal. Saya tidak pernah bisa mengungkapkan perasaan saya, karena saya pikir hanya akan saya ungkapkan pada suami saya kelak. 3 tahun lalu pun ada laki-laki yang berminat dengan saya, tapi saya lewatkan begitu saja. Sekarang mereka semua sudah menikah. Saya khawatir Allah akan marah karena saya menyia-nyiakan nikmat yang luar biasa pada saya. Belum lagi ada hadis yang membuat saya takut yang kira-kira intinya, "akan terjadi fitnah di muka bumi jika datang seorang laki-laki yang baik agamanya dan ditolak."
Mbak, bagaimana pendapat mbak tentang hal ini dan apa yang harus saya lakukan sekarang? jazakillah khoiron katsir...
wassalam
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Saya jadi bingung membaca surat ukhti. Juga bertanya-tanya, sebenarnya mau ukhti itu apa sih?
Ukhti tahu bahwa dia laki-laki sempurna di mata ukhti, tapi karena sesuatu hal (apa???) ukhti dengan mantap menolaknya. Bagaimana ini? Apa yang ukhti cari dan tunggu lagi?
Ukhti dengan penuh kesadaran berdoa agar dia memperoleh jodoh yang lebih baik dari ukhti, tapi ketika doa ukhti benar-benar dikabulkan dan dia benar-benar memperoleh jodoh lain yang lebih baik dari ukhti, ukhti justru menyesal dan tidak ikhlas? Sebenarnya, tuluskah doa yang ukhti panjatkan itu? Apakah doa itu hanya hadir di mulut saja tapi berbeda bunyinya di dalam hati ukhti?
Ukhti tahu bahwa kebanyakan menampik rezeki (baca= jodoh) itu tidak baik, tapi ukhti melakukannya lagi dan lagi? Apa sih sebenarnya yang sedang ukhti uji coba saat ini?
Hmm.
Ukhti. Segala sesuatu di dunia ini memang terkadang membawa kita untuk sampai kepada sebuah persimpangan jalan. Di persimpangan tersebut, kita harus memilih. Apakah ingin belok kiri ataukah belok kanan. Apakah ingin lurus atau lebih baik jalan berbelok. Semua pilihan harus kita lakukan, meskipun kita tidak pernah tahu sebenarnya di sebelah kanan itu ada jurang atau tidak. Meskipun di sebelah kiri itu jalannya amat terjal ataukah mulus. Meskipun di hadapan itu sebenarnya ada sekumpulan penyamun ataukah penduduk yang ramah tamah. Kita memang tidak tahu apa yang ada di hadapan kita.
Sekali kita sudah menjatuhkan pilihan tertentu, maka takdir pilihan tersebutpun langsung berlaku pada kita tanpa bisa lagi kita hindari. Jadi, jika kita sudah memilih untuk belok kanan misalnya, konsekuensinya, kita harus menelusuri jalan tersebut. Nanti jika di depan ternyata ada semak belukar yang tajam, jalan yang berbatu, bisa jadi itulah takdir yang harus kita jalani. Itulah kenyataan yang harus kita temui dan selesaikan. Jangan pernah menyesal atau menggerutu karena telah memilih jalan tersebut. Jangan pula membuat kita terpuruk dan berhenti berjalan karena tidak ingin melalui kesukaran tersebut. Belum tentu semak belukar tersebut akan terus memanjang di hadapan tanpa pernah ada tepinya. Belum tentu jalan terjal tersebut akan terus terbentang hingga ke ujung dunia. Insya Allah akan ada hamparan hijau di suatu tempat di hadapan sana yang bisa jadi tempat untuk membuang lelah.
Artinya, jangan pernah menyesal dengan segala sesuatu yang telah kita pilih. Toh, meski kita menangis sehari semalampun apa yang terjadi di hari kemarin tidak dapat lagi diubah kejadiannya. Dia sudah terjadi, sudah di catat di catatan amal kita dan catatan amal itu sudah ditutup, tak bisa lagi dibuka hingga hari pembalasan nanti.
Meski begitu, kita sebagai makhluk ciptaan Allah, harus memiliki keyakinan bahwa Allah tidak akan memberikan sesuatu di luar kemampuan hamba-Nya. Dengan begitu, jangan cepat putus asa dan bersedih dahulu dalam menghadapi segala sesuatu yang terjadi pada diri kita. Juga jangan mudah berprasangka buruk, baik pada diri sendiri maupun pada keadilan Allah.
Nah, sekarang. Apa yang harus kita lakukan ketika mendapati kenyataan bahwa ternyata yang kita pilih tersebut ternyata disertai dengan rangkaian kesulitan yang harus dipecahkan? Yang pertama adalah, kita harus tetap bersabar. Yang kedua, kita harus tetap ikhlas. Yang terakhir, kita tetap harus mampu optimis dan berpikir positif.
Dalam hal ini, ukhti, cobalah bersabar. Jangan sering mengingat sedihnya keputusan masa lalu dahulu. Mari ingat sisi lain dari keputusan itu. Bukankah dahulu ukhti menolak dia dengan sebuah pertimbangan? Nah, ingat kembali pertimbangan yang menjadi alasan ukhti menolak dia dahulu. Jadikan ingatan ini sebagai modal untuk menghalau rasa sedih dan menyesal yang hadir dalam diri ukhti. Tanamkan dalam diri ukhti bahwa pilihan tersebut ukhti ambil karena melihat sisi manfaat yang lebih baik dari sisi mudharatnya. Setelah itu, mulailah benahi diri ukhti saat ini.
Biasanya sebuah pertimbangan yang melahirkan sebuah keputusan itu, memiliki sebuah tujuan atau cita-cita tertentu yang ingin diraih (diutamakan untuk diraih). Nah. Sekarang, kumpulkan semua potensi yang ukhti miliki saat ini agar cita-cita itu tercapai.
Selain itu, latihlah diri ukhti untuk senantiasa ikhlas dengan apapun yang ukhti miliki, yang ukhti pilih, yang ukhti terima. Dengan perasaan ikhlas, maka akan timbul sebuah kesenangan untuk menjalankan apapun yang harus kita kerjakan. Dengan sebuah keikhlasan yang diiringi dengan harapan dan tujuan mencari keridhaan Allah, akan lahir sebuah energi untuk senantiasa menghasilkan sesuatu secara maksimal. Dan ikhlas juga insya Allah akan menghalau perasaan menyesal dan kecewa karena apa yang kita dapatkan ternyata kurang dari harapan semula.
Bisa jadi, memang yang kita peroleh ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tapi hal itu hendaknya tidak membuat kita kesal dan sedih. Apalagi sampai berprasangka buruk bahwa Allah sedang menimpakan sebuah kemalangan pada kita. Tidak. Sama sekali tidak demikian adanya.
Jika kita memperoleh sesuatu tidak sesuai dengan harapan, hal itu bukan berarti sebuah azab dari Allah. Berpikirlah positif bahwa itu justru merupakan sebuah karunia Allah dalam bentuk yang lain. Bukankah karena adanya kesulitan maka kita jadi terpacu untuk berpikir dan menggali lebih dalam lagi potensi dari diri ini yang bisa jadi selama ini belum pernah muncul ke permukaan? Bukanlah lewat sebuah pelajaran pahit maka kita memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru bagaimana harus bertindak agar tidak jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya? Jadi, tetaplah optimis dan berpikir positif.
Jadi ukhti, mulai sekarang, hendaklah ukhti menjadikan semua pengalaman ini sebagai sebuah pelajaran berharga. Yaitu, pertama, berpikirlah matang-matang dan dengan hati-hati sebelum memutuskan sesuatu yang amat penting dalam hidup ini. Karena sesal kemudian tidaklah berguna. Nasi tidak akan pernah menjadi nasi lagi jika sudah diubah jadi bubur (Tapi, kalau kita kreatif, kita bisa bikin bubur ayam yang uenaak loh, artinya, jangan sedih dulu karena sudah terlanjur bertindak melulu. Ayo berpikir siapa tahu kita bisa melakukan sesuatu yang berguna dari tindakan yang telah terlanjur dilakukan tersebut).
Kedua, usia ukhti masih muda (20 tahun). Insya Allah jalan ukhti masih panjang untuk melakukan banyak hal. Jadi, jangan terus sedih dan menyesal berkepanjangan. Nanti kesempatan emas lain yang seharusnya diraih jadi terbuang sia-sia lagi.
Yang tidak kalah pentingnya, latihlah kesabaran dan keikhlasan dengan senantiasa mendekatkan diri pada Allah SWT. Pelajari Islam secara keseluruhan yah ukhti, jangan mengambil ayat sepotong-potong hingga timbul sebuah prasangka buruk dalam diri ukhti pada Allah. Percayalah, Allah itu Maha Pengasih juga Maha Penyayang. Dia tidak akan memberikan sesuatu di luar kemampuan hamba-Nya.
Demikian semoga bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
[ 0 komentar]
|
|