[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Pengantar ma'rifatullah (bagian Kedua)
Oase Ilmu - Friday, 20 May 2005

Kafemuslimah.com. DI bagian sebelumnya, dijelaskan tentang mengapa kita perlu membangun kemampuan diri kita sendiri sebagai seorang muslim untuk mengenal siapa Tuhan kita. Dari kemampuan dan kesadaran akan pemahaman siapa Tuhan kita tersebut, maka kita bisa mulai beranjak pada tahap berikutnya, yaitu mencintai. Berikut ini adalah bagian yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana itu mencintai Tuhan, Mencintai Allah dan Rasul-Nya.

DEFINISI MA'RIFAT

Bila dikaitkan dengan merasakan keberadaan
sang api, maka Ilmu itu ibarat melihat api, sedang ma'rifat
itu merasakan panasnya (memahami bagaimana api itu,
bagaimana macam-macam panas, seberapa panas, dsb).

Demikian Imam Al-Ghazali memberikan perumpamaan. Dalam Islam, kita mengetahui bahwa diri ini terdiri dari jasad dan ruh. Jasad diciptakan dari tanah, sehingga tumbuh dan berkembang ditanah/bumi dan memakan makanan hasil bumi. Ketika bahan makanan tersebut diolah sehingga menjadi makanan siap hidang, maka kita disebut memiliki ILMU tentang makanan.

Tetapi proses MA'RIFAT terhadap makanan itu sesungguhnya baru dimulai ketika masakan tersebut kita kunyah. Kemudian kita rasakan kelezatannya, ditelan, dicerna dan diserap oleh tubuh. Dan seluruh proses ini semata-mata ditujukan untuk tumbuh berkembang dan sehatnya jasad.

Sebagaimana keharusan berkembangnya sijasad, nur insan kita pun harus tumbuh dan berkembang. Untuk itu nur insan perlu makan. Dan sebagaimana asal peniupannya, maka makanan bagi nur insan pun berasal dari cahaya. Tetapi cahaya yang dimaksud tidak semata-mata berupa gelombang elektromagnetik berkecepatan 3.108, melainkan segala sesuatu yang menghapuskan kegelapan. Bukankah sifat cahaya adalah menerangi dan menyingkap kegelapan? Cahaya berkecepatan 3.108
ini oleh Al-Qur'an disebut CAHAYA BUMI. Sedangkan cahaya yang akan menghapus kegelapan ketidaktahuan dan kegelapan kegaiban disebut CAHAYA LANGIT. Percaya atau tidak, semua
cahaya ini merupakan makanan bagi nur insan kita.

"Allah adalah cahaya langit dan bumi…". (QS 24:35).

Yang dibutuhkan oleh nur insan untuk tumbuh dan berkembang adalah cahaya langit yang seperti ini. Ilmu adalah ketika makanan cahaya seperti ini tampak. Dan proses memakan dan mencernanya disebut dengan MA'RIFAT.

Allah berfirman: "(ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: 'Hai Isa putera Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?". Isa menjawab,"Bertaqwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman". Mereka berkata,"Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang
menyaksikan".

Dikatakan bahwa Allah adalah cahaya langit dan bumi. Karena itu, yang dima'rifati pada hakikatnya adalah Dia. Inilah yang disebut dengan MA'RIFATULLAH, yang hakikatnya adalah proses tumbuh dan kembangnya nur insan kita, hanya melalui metabolisme ilmu dan cahaya.

Tasawuf mengajarkan kepada kita bahwa ia adalah bagian dari agama ini yang mengajarkan kepada manusia untukmengidentifikasikan kehadiran Cahaya Langit ini melalui proses pensucian mata hati, dan kemudian membimbing si jiwa untuk hidup, tumbuh dan berkembang dengan 'mengkonsumsi' cahaya langit tersebut. Dan selanjutnya mengarahkan nur insan tersebut untuk bertemu dengan jati dirinya, agar ia bisa menjadi cahaya bagi sesamanya. Proses perkembangan nur insan dapat dianalogikan seperti perkembangan manusia. Ia harus dirawat dan dijaga oleh orang yang tahu supaya tidak bahaya, diberi makanan bergizi, makanan lembut dan halus, diberi ;bimbingan' dan 'ajaran' hingga paham, sampai ia tumbuh dewasa dan mampu berdiri sendiri, bahkan mampu membimbing nur insan lainnya.

Imam Al-Ghazali ketika ditanya, apakah tanda-tanda ma'rifat
itu. Jawabnya "yaitu hidupnya hati/qolb bersama Allah".
Allah mewahyukan kepada Nabi Daud as, "Mengertikah engkau, apakah ma'rifatKu itu?". Daud menjawab,"Tidak". Allah berfirman,"Hidupnya qolb dalam musyahadah kepadaKu.".

Allah adalah An-Nuur. Dan kehendakNya pun adalah cahaya. Qolb kitapun hidup ketika memakan kehendak Allah itu. Allah berfirman,"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". (QS 13:28).

=== Bersambung ke bagian ketiga (terakhir)

Artikel ini diambil dari milis Da'arut Tauhid, dikirim dan disusun oleh Warnet (warnet@xxxx....), dikutip dan diedit oleh Ade Anita ([email protected]).


[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved