|
Flek Karena I.U.D Uneq-Uneq - Friday, 27 May 2005
Tanya: Assalamu'alaikum wr wb,
Mba Ade ada yang mau saya tanyakan. Setelah 40 hari melahirkan saya mengikuti program KB dan saya pilih IUD. Setelah itu saya mengalami pendarahan seperti menstruasi dan berhenti pada hari ke 8. Tetapi setelah 2 minggu dari pendarahan tersebut saya mengalami flek-flek seperti awal mau haid. Siang keluar flek, sorenya sampai ke-esokannya sdh tidak, begitu setiap harinya. Hingga anak saya berusia hampir 5 bulan saya masih mengalami flek trsebut. 3 minggu yg lalu saya mendapat menstruasi pas 15 hari. Seminggu tidak ada flek, tapi mulai hari ini flek2 tersebut muncul lagi. Saya belum mengunjungi dokter kandungan saya di Jakarta karena saya masih tinggal di ujung Timur Indonesia dan berada di lereng pegunungan Pertanyaannya, bagaimana ibadah sholat, puasa dan membaca Al Qur'an jika setiap waktu saya selalu mengeluarkan flek darah? Apakah saya terus menjalani saja atau menunggu flek itu berhenti ?. Saya bingung menentukan apakah ini darah penyakit akibat pemasangan IUD yg tidak cocok pada tubuh saya atau darah haid/nifas yg masih tersisa. Terima kasih
Wassalam
Ibunya Aya
Jawab:
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sebelum saya menjawab pertanyaan ukhti, ada baiknya saya ingatkan ukhti. Tampaknya, pemakaian KB dengan sistem IUD ini, tidak cocok untuk ukhti. Terlihat dari begitu kerasnya penolakan tubuh lewat rangkaian flek-flek yang terus keluar dan mengganggu. Jadi, mungkin ada baiknya segera dicarikan waktu dan kesempatan untuk mengunjungi dokter ukhti agar mengeluarkan I.U.D tersebut. Jika saat ini ukhti tinggal di timur Indonesia dan dokter langganan ukhti ada di belahan barat Indonesia, ukhti bisa mengunjungi Puskesmas atau klinik dokter terdekat. Saya rasa mengeluarkan I.U.D ini tidak harus dengan dokter yang ada di belahan barat Indonesia.
Jika ukhti berkeinginan untuk mengatur kelahiran anak, coba kompromikan dahulu dengan suami. Ada beberapa metode lain kok selain I.U.D. Sekaligus diskusikan juga dengan dokter sambil mengutarakan penyakit-penyakit apa saja yang ukhti miliki karena ada beberapa alat KB yang tidak disarankan dipakai oleh orang dengan beberapa penyakit seperti yang punya tekanan darah rendah, tekanan darah tinggi, jantung, dan sebagainya. Jika dari diskusi dengan dokter tersebut ukhti menjadi ragu bahwa pemakaian alat bantu KB akan mengganggu kesehatan ukhti, maka mungkin ada baiknya bukan ukhti yang memakai alat bantu KB, tapi suami ukhti. Seperti menggunakan kondom atau melakukan azal, atau mungkin pakai sistem kalendar.
Dulu, saya sendiri juga pernah mengalami apa yang ukhti alami saat ini hanya karena segera setelah anak pertama saya lahir, saya menggunakan I.U.D. Menstruasi saya kacau sekali, jadi sering dan amat mengganggu. Bayangkan, ketika bulan Ramadhan, saya hanya bisa berpuasa selama seminggu saja, saya kehilangan banyak sekali kesempatan untuk shalat, puasa sunnah, tadabbur, dsb. Padahal, jika kita jarang melakukan hal-hal tersebut, maka kita jadi rawan untuk menjadi futur, hati menjadi gersang dan hampa. Akhirnya saya cabut I.U.D saya dan keseharian pun kembali normal.
Kembali pada pertanyaan ukhti.
“Pertanyaannya, bagaimana ibadah sholat, puasa dan membaca Al Qur'an jika setiap waktu saya selalu mengeluarkan flek darah? Apakah saya terus menjalani saja atau menunggu flek itu berhenti ?.”
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman:
”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh itu kotoran’. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Qs Al Baqarah: 222)
Sebenarnya, pada wanita ada dua perlakuan yang berbeda sehubungan dengan darah yang keluar dari farjinya tersebut. Yaitu, darah haidh dan darah istihadhah. Darah haidh adalah darah alamiyang sehat dan normal. Darah tersebut keluar dari rahim wanita yang paling ujung, tepatnya di bagian dalam rahim yang dangkal. Darah ini datang (keluar) pada saat-saat tertentu yang setiap wanita memiliki kebiasaan masing-masing (tentang kapan datangnya darah tersebut). Adapun darah istihadhah adalah darah kotor dan penyakit yang keluar dari rahim wanita yang paling dekat, tepatnya darah terseut keluar dari pembuluh darah. Sebagian ulama berpendapat, “wanita yang istihadhah adalah wanita yang melihat darah yang keluar dari vaginanya yagn tidak sama dengan sifat darah haidh atau darah nifas.” Sebagian lagi berpendapat, istihadhah adalah darah yang keluar melampaui batas maksimal masa menstruasi. Menurut jumhur ulama fikih, kebanyakan haidh itu terjadi selama lima belas hari.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Aisyah ra, ia berkata: “Fathimah binti Abu Hubaisy menemui Rasulullah SAW. Kemudian ia berkata, ”Wahai Rasulullah, saya adalah wanita yang terkena istihadhah dan tidak suci-suci, bolehkan saya meninggalkan shalat?” Maka Rasulullah SAW menjawab: “Tidak boleh! Darah istihadhah tersebut adalah darah kotor bukan darah haidh. Maka jika telah datang waktu haidhmu, tinggalkanlah shalat. Dan jika masa haidhmu telah berlalu, maka basuhkan darahmu kemudian shalatlah.”
Abu Daud meriwayatkan dengan sanadnya dari Buhayyah, ia berkata: ”Saya mendengar seorang wanita bertanya kepada Aisyah mengenai perempuan yang haidhnya tidak teratur dan banyak mengeluarkan darah, maka Rasulullah SAW menyuruhku agar memerintahkan kepadanya supaya ia memperhatikan kebiasaan haidhnya pada setiap bulan sesuai kebiasaannya yang normal. Kemudian hendaknya ia menghitung waktu haidhnya sesuai dengan kebiasaan hari-hari haidh yang dialaminya, saat itu tinggalkanlah shalat. Kemudian setelah masa itu selesai hendaknya ia mandi dan menyumbat darahnya dengan kain, lalu tunaikanlah shalat.”
Ulama Ahli Fikih dan ahli hadits telah memberikan beberapa definisi istihadhah (ini agar mudah membedakan mana yang haidh dan mana yang istihadhah), yaitu:
- Istihadhah adalah keluarnya darah kotor dari farji perempuan bukan pada waktunya dan darah tersebut keluar dari urat, berbeda dengan darah haidh yang keluar dari rongga rahim yakni bagian dalam dari rahim (Muhammad bin Idris Asay-Syafi’I ra menyebutkan di dalam kitab Al Umm bahwa hadits riwayat Aisyah dari Nabi SAW mengindikasikan bahwa Fathimah binti Abu Hubaisy mengeluarkan darah istihadhah secara terpisah, yaitu dapat dibedakan, dari darah haidhnya. Yaitu darahnya berbeda. Pada hari-hari tertentu darah tersebut merah tua, kental dan berwarna kehitam-hitaman. Al Hudmah artinya merah kehitam-hitaman. Darah ini akan terasa menyengat jika ditempelkan pada kulit, karena di dalamnya mengandung senyawa-senyawa yang membahayakan. Dan pada hari-hari lainnya darah tersebut encer dan warnanya agak kekuning-kuningan atau merah muda, yaitu kebalikan dari darah haidh yang bersifat kental. Dengan kata lain, hari-hari tertentu dimana darah yang keluar berwarna merah kehitam-hitaman, menyengat di kulit dan berbentuk kental serta berbau busuk atau bau bacin darah akibat bercampurnya darah dengan sel-sel telur yang mati, adalah masa haidh dan hari-hari dimana darah yang keluar berbentuk halus, tidak beraroma, encer dan warnanya jernih, atau merah segar seperti warna darah yang keluar dari anggota tubuh kita yang lain yang luka adalah hari-hari istihadhah).
- Para ulama mengatakan bahwa orang yang terkena istihadhah adalah wanita yang mengeluarkan darah, tetapi darah tersebut tidak seperti darah haidh atau nifas. (”Ad Darimi meriwayatkan dari Al Hasan: Mengenai wanita istihadhah yang mengetahui hari-hari haidhnya, jika dilepaskan, darahnya akan terus mengalir. Maka ia menghitung masa haidhnya sebagaimana tiga masa haidh yang telah dialami sebelumnya. Mengenai shalatnya, maka jika datang waktu haidh di setiap bulannya, ia harus meninggalkan shalat. Ad Darimi meriwayatkan dari Anas bin Sirin, ia berkata: “Ibunya Anas bin Malik mengalami istihadhah, kemudia ia menyuruhku meminta fatwa kepada Ibnu Abbas. Maka saya bertanya kepadanya, beliau mejawab: Jika ia melihat darah yang seperti laut, maka jangan shalat. Dan jika ia merasa suci, maka hendaknya ia mandi dan shalat.” Adapun maksud darah seperti laut adalah suatu sifat khusus bagi darah haidh yang mengalir dari rongga rahim, yaitu mengalir cepat, berwarna gelap dan keruh seperti air laut karena ia terdiri dari sel-sel telur yang mati, sel-sel darah yang rusak, sel-sel limpa, plasma dan sebagainya. Sedangkan darah istihadhah atau darah cucuran adalah darah yang jernih, kadang kekuning-kekuningan serta keluarnya memancar/mengalir deras karena darah tersebut mengalir dari pembuluh darah.)
Menurut Ibnu Hajar maksud dari wanita terkena istihadhah adalah wanita yang mengeluarkan darah terus menerus melebihi hari-hari biasanya (yaitu hari-hari biasa ia mengalami haidh). Asy Syafii berkata: “ Wanita istihadhah adalah wanita yang tidak merasakan masa suci - akibat terlalu lamanya dia mengalami masa istihadhah sehingga menghabiskan dua masa haidh atau lebih – ia merasakan adanya darah sepanjang bulan. Yakni ia merasa seakan-akan merasa haidh sepanjang harinya, tetapi darahnya berwarna merah bahkan hitam, karena sangat merahnya sampai kelihatan hitam, kemudian warnanya memudar menjadi kuning. Masa haidh wanita seperti ini adalah saat darahnya berwarna hitam pekat. Apabila darah hitam tersebut telah hilang, maka ia hendaknya mandi seperti ia biasa mandi saat telah suci dari darah haidh dan berwudhu satu kali wudhu untuk sekali shalat lalu tunaikanlah shalat.”(Ditarikh dari HR Bukhari)
- Para ulama mengatakan bahwa wanita istihadhah adalah wanita yang mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haidh yaitu 15 hari.
”Bahwasanya Ummi Habibah binti Jahsy menderita istihadhah selama 7 tahun, kemudian ia bertanya kepada Nabi SAW, Nabi SAW berkata: Itu bukanlah darah haidh, tetapi darah kotor.” Kemudian Rasulullah saw memerintahkannya agar meninggalkan shalat selama masa haidhnya saja, kemudian hendaknya ia mandi lalu shalat dan mandinya itu setiap kali hendak shalat.” (HR Abu Dawud dan An-Nasa’i. Sedangkan Imam Malik berpendapat (yang disepakati oleh Imam Syafii dan Imam Hanbal, bahwa batas minimal haidh adalah sehari semalam.
Imam Ad-Daruquthni meriwayatkan dengan menyandarkan sanadnya kepada Muhammad bin Mushab, dia berkata saya mendengar Al Auzai berkata: “Di daerah kami terdapat perempuan yang haidh pada waktu siang hari (mulai terbit fajar sampai waktu dzuhur/ghudwatan) dan suci kembali pada waktu sore (mulai waktu ashar sampai waktu isya. Imam Malik bin Anas ra berkata dalam kitab Mudawwanah Al Kubra: “Perempuan yang melihat cairan berwarna kekuning-kuningan atau cairan keruh pada hari-hari haidhnya atau pun pada hari-hari yang bukan hari haidhnya, maka cairan tersebut termasuk haidh walaupun tanpa ada darah yang mengalir bersamanya.” Beliau berkata lagi: “Dan seandainya ia mengeluarkan darah hanya setetes, maka tetesan darah itu termasuk darah haidh.” Imam Malik juga berkomentar tentang perempuan yang melihat darah yang hanya mengalir sekali dalam sehari atau semalam, maka kejadian ini –menurutnya- dianggap sebagai masa haidh. Dan seandainya darah tersebut terputus dan tidak mengalir kecuali hanya setetes saja maka perempuan tersebut harus mandi dan menunaikan shalat.”
Jadi jika seandainya kebiasaan si perempuan dalam haidh, tidak mengeluarkan darah secara terus menerus, akan tetapi darah itu mengalir dua hari atau tiga hari kemudian berhenti selama dua atau tiga hari, lalu mengalir lagi dua atau tiga hari. Maka perempuan yang seperti ini wajib meninggalkan shalat, puasa, berhubungan suami istri dan thawaf selama darah mengalir sampai sempurna lima belas hari jumlahnya. Jika telah sempurna sampai lima belas hari maka dia harus mandi untuk bersuci dari haidh dan mendirikan shalat. Dan jika darah mengalir lagi setelah lima belas hari, maka darah tersebut adalah darah yang rusak yang berlaku padanya hukum darah istihadhah, sama seperti keringat di sekujur badan.
Nah. Silahkan ukhti cek sendiri, jenis darah seperti apakah yang ukhti dapati saat ini?
Semoga bermanfaat apa yang saya rangkumkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade Anita
Sumber bacaan:
- Dr. Abdurrahaman Muhammad Abdullah Ar-Rifa’I, “Tuntunan Haidh, Nifas dan darah penyakit, tinjauan fiqih dan medis.” Penerbit: Mustaqiim.
[ 0 komentar]
|
|