[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

Wanted
Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004

Sekitar dua bulan lalu saya ditelpon oleh seseorang bernama Saroh yang sedang bekerja di Kalimantan Selatan. Menurut Saroh, ia mengetahui no telp saya dari beberapa temannya yang sering membaca buku saya dan yakin saya bisa memberi pertolongan padanya.

Ia mengaku berasal dari keluarga miskin di Jawa Timur. Selama enam tahun ia terpaksa bekerja di sebuah keluarga non muslim sebagai perawat orang jompo. Keluarga tersebut dulu pernah menyekolahkannya dari SMP hingga tamat SMA. Maka sebagai balasannya, ia bekerja tanpa digaji, hanya sesekali diberi 50.000 perbulan atau perdua bulan. Kalau ia minta berhenti, ia diharuskan membayar utang uang sekolah dan makan sekitar 10 juta yang selama ini dikeluarkan keluarga tersebut.

"Aku cuma ingin sholat, mbak. Ingin bisa belajar ngaji," katanya di telepon. "Aku mau bekerja di tempat mbak. Kebetulan waktu enam tahun sudah berlalu dan aku bisa bebas."

Saya sebenarnya tak mau menerimanya karena saya sudah memiliki dua khodimat di rumah. Tapi Saroh memaksa dan berulangkali mengatakan ia hanya ingin dibimbing mengenal Islam lebih dalam.

Akhirnya saya jatuh kasihan dan membiarkan ia untuk datang dan bekerja di rumah saya secepatnya. Saya malah menjanjikan membayari ongkosnya ke Jakarta.

Seminggu kemudian, tepatnya 16 September Saroh sudah tiba di rumah saya, diantar oleh seorang laki-laki yang ia akui sebagai tetangganya dulu di kampung. Di Jakarta Saroh mengaku tak memiliki sanak saudara.

Saya mewawancarainya sebentar. Ia cerita banyak hal dengan gaya yang gagap dan terkesan lugu. Saya katakan saya hanya bisa menggajinya 250 rb/bulan karena di rumah saya sudah ada dua khadimah lain. Ia malah mengatakan jumlah itu terlalu besar. Sekali lagi ia mengulang perkataannya di telepon bahwa ia cuma mau saya membimbingnya lebih mengenal Islam dan sebagai tanda terimakasih, ia mau menjadi khadimah di rumah saya.

Saroh ini berusia sekitar 25 tahun dan kalau ke luar rumah selalu mengenakan jilbab. Tapi kalau di dalam rumah ia bebas saja meski banyak laki-laki (ada suami, bapak dan adik lelaki saya).

Karena kasihan padanya hari ke dua di rumah saya, saya dan mama sudah memberinya macam-macam, dari mulai pakaian, tas dan lain-lain. Apalagi ia suka sekali bebenah. Semua yang berantakan ia rapikan. Ia juga berkata bahwa ia tak akan pulang lebaran ini ke kampungnya karena ia kasihan pada saya mengingat dua khadimat saya sebelumnya pasti akan pulang kampung paling tidak H-7 sebelum lebaran. "Tenang aja deh, bu. Ibu baik sekali sama aku. Pokoknya aku mau di sini. nanti kalau dua mbak itu kembali baru aku pulang kampung," ujarnya meyakinkan.

Saya pun mencarikannya guru mengaji. Kebetulan anak saya Faiz memiliki guru les yang juga biasa mengajar mengaji. Maka tiap minggu pukul 13.30 wib, saya memberinya ongkos dan Saroh pergi mengaji di daerah Cilangkap.

Hari berlalu. Herannya sejak ada Saroh, keadaan di rumah lebih sering 'panas'. Dua khadimah saya yang lain kelihatannya tak suka padanya. Sementara itu barang-barang mulai banyak yang hilang. Tapi saya pikir mungkin terselip entah di mana. Saya katakan pada dua khadimat saya yang lain untuk tidak berprasangka pada Saroh. Awalnya salah satu di antara mereka yang sudah bekerja 8 tahun pada saya berkata bahwa Saroh tidak pernah mau membantu bekerja. Ia lebih banyak tidur, pagi maupun siang. Tapi saya tak menanggapi karena selama saya ada di rumah saya lihat ia justru yang paling rajin dibandingkan kedua khadimat saya lainnya. Tapi selintas saya dengar khadimat saya yang lain bergumam, "itu kan hanya depan ibu saja." Lagi-lagi saya tak menanggapi. Sesekali saya bertanya pada Saroh bagaimana dengan pengajian yang diikutinya. Ia bilang bagus dan ia senang.

Suatu hari, setelah hampir sebulan setengah bekerja di rumah saya, Saroh menelpon wartel di kampungnya--yang memanggilkan keluarga Saroh yang tak jauh dari wartel tersebut, bila Saroh ingin bicara. Saroh pun menghampiri saya dengan wajah lesu dan mengatakan ayahnya ingin menjual tanah mereka yang sepetak dan untuk penjualan itu diperlukan tanda tangan Saroh karena oleh ayahnya tanah itu sudah diwariskan padanya. Tanah itu harus segera dijual untuk biaya operasi sang ayah yang sakit sepulang menjadi TKI Illegal di Malaysia.

Tentu saja saya tak bisa menahannya. Apalagi ia bilang ayahnya sudah harus segera dioperasi. "Aku akan balik, bu. Aku senang sekali di sini. Ibu baik sekali. Aku bisa ngaji. Pokoknya paling lama aku cuma seminggu di Jawa," katanya.

Saya pun segera membayar gajinya selama satu setengah bulan, tambah bonus ini itu dan membekalinya macam-macam. Ketika saya tanyakan pada anak saya Faiz apakah ia mau mbak Sarohnya kembali, Faiz yang belum berusia 7 tahun nyelutuk, "Ah bunda. Terserah dialah. Dia kan baiknya kalau di depan bunda dan ayah saja!"

Saya terkejut dan menegur Faiz untuk tak bicara seperti itu. Tapi Faiz tanpa tak peduli dan tidak sedih Saroh pulang.

Keesokan harinya, pagi-pagi saya sudah ke kampus. Rumah sepi dan hanya ada dua khadimat saya yang lain yang menyaksikan kepergian Saroh.

Tiga hari kemudian, barulah kami serumah sadar telah menjadi korban penipuan dari orang yang bernama Saroh ini. Beberapa barang berharga milik saya, mama dan suami hilang. Juga barang-barang bagus milik Faiz. Belum lagi sepatu, tas, jam, CD, baju, bros, koin mas, mutiara, uang dan lain-lain.

Saya pun segera menyelidiki kembali siapa si Saroh itu. Saya ingat, pernah memfotokopi KTPnya. Tapi tas kecil tempat saya menaruh fotokopi identitasnya itu sudah kosong sama sekali dan terlihat bekas diacak-acak.

Saya mengecek ke pada guru ngaji yang diikutinya selama sebulan ini. Apa jawab ukhti tersebut? "Lho, dia nggak pernah datang ngaji sama sekali mbak. Katanya tiap minggu dia harus anter Faiz berenang!"

Saya dibohongi!

Khadimat saya yang lain berkata bahwa pernah ia ingin ikutan ngaji, tapi oleh Saroh tak diperbolehkan. "Ngajinya bayar, mbak. Kasihan nanti ibu. Aku aja bayar 30 ribu pakai uang ibu." Ya, Allah. padahal itu pengajian gratis!

Baru kemudian dua khadimat saya lainnya benar-benar buka suara. Mereka bilang, Saroh hanya tidur-tiduran bila saya dan suami tak ada. Ia tak mau menemani atau mengajari faiz sama sekali. Bahkan ia malas membujuk Faiz makan. Ia sering membuang nasi yang seharusnya dimakan Faiz. Ia berani meminta baju atau barang lainnya pada khadimat-khadimat saya yang lain. Pernah mereka melihat ia memasukkan barang-barang saya ke dalam tasnya. Tapi Saroh bilang ia diberi oleh saya. Ia juga sangat jorok dan sering mencolek makanan dengan tangannya begitu saja dimasukkan ke mulut. Dan ternyata...selama di rumah saya...meski punya banyak kesempatan, ia malah hampir tak pernah shalat! Ia juga punya adik kandung yang tinggal di Ciracas, tak jauh dari rumah saya. Sikapnya juga sangat kurang ajar, sok tahu dan kasar. Seorang khadimat saya mengatakan bahwa tiap minggu jam 13.30 (semestinya jadwal ngaji Saroh---saya tak di rumah), Saroh selalu pergi membawa tas besar berwarna hitam, dan pergi lewat pintu belakang. Pulangnya tas itu terasa kempis.

"Lho kenapa kalian nggak cerita pada saya sebelumnya?" tanya saya pada mereka. Tapi dua khodimat saya itu mengatakan tak berani menceritakannya karena ingat karakter saya yang nggak suka mendengar keburukan orang diomongin. "Nanti kami dikira iri padanya, bu. Apalagi karena ia pakai jilbab akhir-akhir ini ibu sama bapak kelihatan lebih percaya padanya. Ia juga pintar mengambil hati bapak sama ibu," kata mereka.

Begitulah, teman. Saya ditipu habis-habisan oleh perempuan bernama Saroh yang menjadikan Islam, menjadikan jilbab sebagai kedok untuk menipu. Lebih lanjut, saya khawatir Saroh ini bagian dari sebuah kelompok yang biasa mengutus orang-orangnya bekerja sebulan dua bulan untuk mengetahui kondisi rumah dan tempat barang berharga diletakkan. Maka saya pun segera mengganti kunci semua pintu di rumah saya. Apalagi kunci-kunci itu pernah hilang selama beberapa hari saat Saroh bekerja di rumah, lalu secara tiba-tiba ditemukan begitu saja tergeletak di meja.

Oh ya, ciri-cirinya: usia 25 th, kulit hitam, wajah berjerawat, mulut lebar, rambut panjang berombak sering diikat ke belakang (kalau keluar pakai jilbab warna ngejreng), kalau bicara terkesan gugup,logat Jawa, suka membawa buku kemana mana.

Kalau anda menemukannya, atau suatu ketika ia melamar kerja di rumah anda, segera hubungi polisi, sebelum anda menjadi korban berikutnya. Mungkin ia buronan yang selama ini sudah dicari-cari. (HTR)
[ 0 komentar
]

© 2002-2009 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved