|
Sejenak Menjadi Ibu Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
Sejenak menjadi ibu. Hal ini saya alami selama 3 minggu sewaktu pulang ke Samarinda. Bukan waktu yang sedikit bagi saya yang belum profesional menjadi ibu tapi juga waktu yang teramat singkat sekali bagi seorang wanita yang fitrahnya adalah menjadi ibu sejati.
Ternyata. Menjadi ibu itu tidak mudah !! nyata sekali saya rasakan, bagaimana susahnya merayu si kakak untuk makan. Memintanya untuk segera tidur siang setelah bermain dengan teman²nya. Lalu menenangkan si adek bayi saat menangis, mengajaknya bercanda dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh makhluk mungil dan menggemaskan itu (luar biasa juga, bayi dengan umur segitu bisa diajak bercakap²). Dibutuhkan kesabaran yang banyak untuk menghadapi mereka.
Alhamdulillah saat ini, saya mempunyai keponakan sendiri (dari kakak kandung) sebanyak 2 orang. Lengkap. Laki² dan perempuan. Yang satu berumur 5 tahun. Hobbynya lari², lalu mencoba sesuatu yang berbahaya misalnya berdiri di pinggir kursi, memanjat sepeda motor dan berdiri dengan gagah di atas sadel motor itu, ikut bantuin ummi nya membuat kue kesukaan dia (sebetulnya bukan membantu, tapi malah menghancurkan adonan kue), mengajak adeknya yang bayi berbicara dan tertawa. Pokoknya bener² dunia anak dengan segala isinya yang penuh dengan permainan.
Lalu yang lain, perempuan usianya baru 4 bulan. Tapi lucu sekali. Saya langsung jatuh cinta saat pertama melihatnya tertawa. Bayi inilah yang sanggup menahan saya untuk tidak sering keluar rumah. sampai² umminya alias mbak saya heran dan bertanya kenapa saya tidak silaturrahim ke rumah teman. Saya hanya nyengir. Pikir saya saat itu adalah toh saya masih bisa bertemu dengan teman² walau melalui sms tapi dengan bayi montok ini, kapan lagi ??
Selama 3 minggu adalah waktu² khusus bagi saya. Jika dengan si kakak saya belajar menyuapinya dengan telaten, bermain lego, memandikan si jagoan kecil yang penuh dengan kehebohan (saya suka tertawa jika melihat caranya sikat gigi, masak pasta gigi dimakan ?? apa karena rasa jeruk ??), mengobati kakinya yang sering berdarah gara² 'doyan'nya bocah itu lari² dan terjatuh, mengajaknya belajar baca dan hal yang paling dia suka, menggambar (saya pernah dimintanya menggambar hampir semua robot²an yang dia punya. Alamakkk !!!). Itu semua menjadi jadwal rutin saya. Melelahkan memang, tapi kalau ingat semua itu untuk pembelajaran bagi saya besok jika telah menikah, kelelahan tersebut segera menghilang.
Lain hal dengan si bayi. Sungguh. Saya sering dibuat salah tingkah oleh si kecil ini. G-r mungkin tapi bagaimana tidak ?? saat saya mengganti popoknya yang basah oleh pipis, dia memandang saya tanpa kedip. Saya yang saat itu tidak memandangnya karena lebih konsen ke popoknya reflek menghentikan aktifitas, karena merasa ada sepasang mata mungil yang memandang saya. Begitu juga saat dia mau bobok. Bayi mungil ini terus tersenyum melihat kepada saya yang sedang mengayunkannya. Duhhh si dedek, bener² bikin saya tersipu² hihihi (atau jangan² ada yang salah dengan wajah saya ??)
Bukan karena apa², sebab saya sering bermain bersama dengan anak² mbak saya. Karena otomatis hal ini akan mengurangi waktu beliau untuk bersama dengan putra-putrinya. Memang ini adalah permintaan saya sendiri lagipula mbak mengijinkan. So, no problem. Tapi ada alasannya sih Ya, saya ingin merasakan bagaimana berdekatan dengan bayi dan anak 5 tahunan yang sedang 'naik daun' alias lagi senang²nya dengan dunia mereka. Satu kesimpulan pertama yang saya dapatkan, tidak mudah menjadi ibu dan tidak mudah mengasuh anak.
Tapi bukan berarti karena tidak mudahnya itu, lantas kaum perempuan tidak mau melaksanakan kodratnya yaitu mempunyai anak dan menjadi ibu. TIDAK. Justru seorang perempuan atau akhwat yang sering berdekatan dengan dunia anak dan seisinya, akan memahami bagaimana menyenangkannya menjadi seorang ibu. Kesabaran orang dewasa benar² diuji jika berhadapan dengan anak kecil. Itu salah satu contohnya.
Memahami anak kecil itu tidaklah mudah. Apalagi jika hal itu dipandang dari sudut kacamata orang dewasa (ehm). Kita lebih mudah untuk meneriakkan kata "tidak jangan awas" dan macam² kata larangannya lainnya kepada anak² yang tanpa si buyung mengetahui mengapa mereka dilarang untuk berbuat hal yang (sebetulnya) berbahaya kalau dilakukan. Di dalam pikiran mereka hanya bagaimana rasanya jika hal baru itu dilakukan ?? dan mereka tidak berpikir apa akibat dari perbuatan itu. Pemikiran anak seperti inilah yang jarang diketahui orang tua. Karena di benak mereka hanya gembiranya bermain dan bermain. Lain sekali jika dibandingkan dengan orang tua. Jika mereka melihat anaknya mulai bertingkah 'aneh', maka keluarlah kata² 'terlarang' itu. Ini karena orang tua yang sudah mendapat pengalaman sewaktu masih kecil.
Jika orang tua bisa mendapatkan pengalaman saat masih kecil, mengapa anak² mereka tidak boleh mendapatkannya juga ?? tugas orang tua dan orang dewasa lah yang memberitahukan kenapa hal ini tidak boleh dan hal itu boleh dilakukan. Bukan hanya sekedar pelarangan² tanpa alasan yang jelas.
Selain itu, jika kita (mau) berpikir. Setiap orang pasti mempunyai jaman dan dunianya sendiri. Begitupula anak². Setiap anak akan merasakan dunia bermainnya yang bebas saat masih kecil. Jika telah beranjak besar, mereka akan berpikir ulang untuk melakukan hal sama saat masih kecil. Mengapa kita tidak belajar berpikir dengan cara berpikir anak² ?? jika kita berhadapan dengan mereka tentu.
Jadi. Jika ingin belajar sabar, salah satunya dengan cara, berdekatan dan hiduplah dengan anak² kecil. Seberapa tinggi tingkat kesabaran kita, mereka yang akan mengujinya. Apakah anak² tersebut semakin senang dengan diri kita atau malah sebaliknya ?? kita sendiri yang akan menyimpulkan. Wallahu'alam bishowab.
(Malang, dipersembahkan untuk ponakan² tercinta. Jazakumullah khair untuk mas Afif dan dek Rafa atas pembelajarannya selama 3 minggu .)
muth_mlg [ 0 komentar]
|
|