|
Supaya Proses Yang Berkelanjutan Jurnal Muslimah - Wednesday, 03 March 2004
Berawal tepat 5 desember 1995
"Wid, boleh pinjam jilbabnya ndak?" Kalimat yang tanpa sebab begitu saja meluncur dari mulutku. Pun sejak itu aku coba jilbab wiwid yang tersampir dikursi ruang makan kost Karangmalang D.24, Yogya. Jilbab merah jambu ukuran 150 cm sejak saat itu akrab melekat dikepalaku.
Sehari kemudian, teman satu kost yang lain menanyakan apakah saya memang akan terus memakai jilbab, dan saya mengiyakan tanpa ragu. Sungguh saya tidak tahu kenapa saya tidak ragu, padahal saya tidak mempunyai baju panjang, hanya beberapa lembar jeans dan kemeja. Satu rok hitam modal OSPEK mahasiswa baru. Tetapi, saya memang beruntung tidak diberi kesempatan untuk berpikir tentang baju, hingga saya yakin dengan niatan memakai jilbab. Modal pertama: Pinjam dari Wiwid. Lucunya, sehari memakai jubah, besoknya memakai jeans...namanya juga hasil pinjaman, apapun yang ada, jadilah.
Sedikit demi sedikit, aku kumpulin baju. Sudah tidak pinjam lagi, dan masalahnya sekarang: Aku tidak bisa baca Qur'an. Lewat tutorial di kampus, mulailah belajar Iqro' dari jilid 1 dan mulai step by step ngapalin bedanya fa dan qaf, ja dan kha....menarik sekali. Kemudian sambil jalan, ikut halaqoh dan sekali lagi jika ingat: Sungguh aku bersyukur tidak diberi rasa malu belajar membaca iqro' sambil nunggu dosen.
Proses tidak pernah berhenti, halaqoh jalan terus sampai tahun terakhir aku di kampus, dan kegiatanku kaya dengan peningkatan kualitas sebagai muslimah. Alhamdulillah, sampai saatnya aku diberi amanah membimbing adik-adik yang memulai proses seperti aku dahulu. Tetapi aku tidak ingin mengatakan, bahwa sebaiknya prosesnya begini dan begitu, karena aku sudah mengalaminya. Aku tidak ingin mengatakan, masuklah kesana dan jangan kesini, karena aku sudah mencobanya. Aku ingin membiarkannya, dan memberi nasihat jika dibutuhkan. Itu akan memperkaya pengalaman mereka, dan itu membutuhkan kesabaran bagi yang membimbingnya.
Hidup dengan model yang aku pilih, ternyata seperti sebuah trend. Kampusku yang kampus negri, ibarat kampus Islam, karena begitu banyak muslimah berjilbab kuliah disana. Dunia kampus membuat aku terbangun, ini memang dunia baru. Ini memang pintu membuka kepada suatu pengertian pada hidup yang selama ini belum aku kenal. Kehidupan religius yang sangat terasa dan kental menemani pengalaman selama hidup di Yogya. Dan kehidupan sebagai mahasiswa memang kehidupan yang serba mungkin: Mungkin untuk menjadi insan beragama yang lebih baik, dan mungkin untuk menjadi insan yang lebih liberal-sekuler. Tinggal kita akan memilih jalan yang mana, semuanya tersedia disana.
Proses hidup masih berjalan. Kehidupan yang nomaden sangat dekat dengan kehidupanku. Berawal dari kota kecil di Jawa Tengah yang bernama Banjarnegara, disana aku lahir dan selesaikan SD dan kelas 1 SMP. Pindah ke Ajibarang di Purwokerto, disana aku selesaikan SMA.Pindah ke Yogya, disana aku kuliah di IKIP Yogya. Pindah ke Swedia, disini aku melanjutkan proses kehidupan sampai saat ini, dan.....proses masih akan berlanjut.....Allahu A'lam.
Itu adalah sedikit dari proses seorang aku, dan didalam prosesnya seharusnya mengikutkan orang-orang disekitar, dan itulah proyek yang sedang dalam penggarapan. Proyek itu tidak akan berhenti dan selalu berkelanjutan. Aku ingin orang lain merasakan nikmat dalam sebuah proses yang religius. Tetapi masih saja aku tidak akan memaksa. Aku hanya akan menunjukan bahwa masuk dalam proses itu tidak akan rugi, tidak akan kecewa, karena menghargaannya adalah kemuliaan abadi.
Tetapi bukankah itu tidak mudah? Tentu saja tidak. Tetapi kita disuruh berusaha, dan jangan pernah menyerah sebelum berusaha. Bukankah begitu?
ukhti [ 0 komentar]
|
|