|
Menanggung Berdua Uang Jujuran/Hantaran Uneq-Uneq - Saturday, 18 April 2009
Kafemuslimah.com
Bagaimana pandangan �slam tentang uang jujuran dan barang hantaran? Apakah sah suatu pernikahan bila barang hantaran menggunakan uang calon mempelai wanita? Dan juga memberi bantuan uang pada mempelai pria untuk acara resepsi? Mahar sepenuhnya dari uang mempelai pria. Hanya kami berdua yang mengetahui masalah ini. Karna kami malu kalau ketahuan keluarga. saya tidak ingin memberatkan calon suami saya karena
gengsi dan kebiasaan keluarga saya. Mohon pnjelasanny. Karena saya akan menikah. Trimaksih.
Wassalam.
Jawaban:
Paling tidak harus ada 4 (empat) hal pokok yang menjadi rukun atas sahnya sebuah pernikahan. Bila salah satu dari semua itu tidak terpenuhi, batallah status pernikahan itu. Yaitu Wali, Saksi, Ijab Kabul (akad), dan Mahar.
Mahar dan hantaran/uang jujuran adalah dua hal yang berbeda. Mahar adalah bagian dari syariat Islam sedangkan hantaran adalah bagian dari adat atau sosial budaya setempat. Dan sah tidaknya nikah hanya terkait dengan mahar, tidak ada hubungannya dengan masalah hantaran/uang jujuran.
Mari kita bahas terlebih dahulu tentang mahar. Mahar atau maskawin merupakan satu hak yang ditentukan oleh syariah untuk wanita sebagai ungkapan hasrat laki-laki pada calon istrinya, dan juga sebagai tanda cinta kasih serta ikatan tali kesuciannya. Mahar disebut juga shidaq yang berarti kebenaran. Kebenaran ucapan laki-laki atas keinginannya untuk menjadi suami bagi orang yang dicintainya. Mahar adalah syarat sahnya pernikahan. Juga ungkapan tanggung jawab kepada Allah dan kepada wanita yang dinikahinya. Kelak, mahar adalah salah sau aspek penting ang banyak memberi pengaruh apakah sebuah pernikahan akan barakah atau tidak. Pernikahan yang barakah menghasilkan keturunan yang penuh kemuliaan.
"Wanita yg paling agung kebearakahannya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR Ahmad, Al-Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
QS An-Nisa 4:
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita-wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh keberkahan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari maskawin itu dengan senang hati , maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya"
Maka mahar merupakan keharusan tanpa boleh ditawar oleh laki-laki untuk menghargai pinangannya dan simbol untuk menghormati serta membahagiakannya. Besarnya mahar yang baik adalah yang sesuai dengan kemampuan calon suami dan tidak berlebihan. Berlebihan disini bisa diartikan mahar melebihi kemampuan calon suami. Berlebihan juga bisa berarti, melebihi mitsil atau mahar yang biasa berlaku di masyarakat. Bermewah-mewahan dalam mahar hingga masyarakat membicarakannya dikhawatirkan bisa membawa mudharat.
Di sisi lain, tradisi juga mengharuskan adanya uang hantaran/jujuran. Kalau kita lihat di zaman Rasulullah, maharnya Fatimah binti Muhammad SAW adalah baju besinya Ali karromallah wajhah, karena Ali tidak memiliki yang lainnya, lalu ia menjualnya kemudian diberikan kepada Fatimah Az-zahra sebagai mahar. Ada juga wanita shahabiyah yang maharnya hanya berupa cincin besi. Bahkan mahar berupa ayat-ayat Al Qur'an pun ada, yang kemudian diajarkan oleh suaminya.
Kalau kita bandingkan di zaman kita saat ini, banyak kita saksikan mahar-mahar dan barang-barang yang berharga, bahkan berlebih-lebihan perayaannya, pemborosan. Padahal Islam telah menentang pemborosan dan menjadikan pemboros sebagai saudara syaitan. Belum lagi jika hantaran tersebut malah menghalang-halangi pernikahan itu sendiri, padahal yang baik adalah mempermudah dan menyegerakan pernikahan.
Kalau ukhti dan calon suami sudah sepakat untuk menanggung bersama seluruh biaya, termasuk hantaran, ada baiknya hal ini terus terang disampaikan kepada keluarga. Tidak baik memulai segala sesuatu dengan kebohongan. Meski diawal hanya satu, lama kelamaan akan ada banyak kebohongan lain yang bermunculan. Suatu saat hal ini pasti akan terbongkar dan diketahui keluarga. Belum lagi jika dikemudian hari berselisih, bisa saja hal ini diungkit-ungkit dan akhirnya memperkeruh suasana.
Mungkin hal ini adalah salah satu ujian yang harus dilewati dan dengan tetap teguh memilih menjalankan syariat-Nya, insya Allah membawa keberkahan pada pernikahan ukhti nantinya. Banyak cara menuju ke China, andai keluarga kita orang yang fanatik dengan adat, cukup bijaksana kalau mencoba menyampaikan (mensosialisasikan) keinginan-keinginan kita mulai dari sekarang kepada keluarga. Allah menilai proses, bukan hasil.
Usaha sosialisasi ini bisa dimulai dengan pertemuan antara calon suami ukhti dan orang tua ukhti. Karena yang menentukan uang jujuran pada akhirnya adalah keluarga ukhti, gunakan pertemuan ini untuk menyampaikan itikad dan niat baik ukhti dan calon suami dan sampaikan juga apa yang menjadi kendalanya. Namun tentu saja dengan cara yang bijak. Jika kedua orangnya adalah orang tua yang bijak, Insya Allah merekapun akan terkesan dengan sikap ukhi dan calon suami. Tunjukkan sopan santun dan kesungguhan di hadapan mereka.
Ukhti sendiri juga harus menunjukkan upayanya agar prosesnya tidak dipersulit. Caranya, bisa dengan bicara dari hati ke hati dengan orang tua. Jika takut pada Ayah, coba mulai dengan ibu yang biasanya hatinya lebih lembut. Ataupun sebaliknya. Jika masih ditolak, cobalah terus dengan cara bijak. Jangan sampai ada tindakan yang mengarahkan kepada durhaka pada orang tua. Bukankah niat menikah itu adalah hal yang suci? jadi jangan kotori dengan awal yang tidak baik.
Ukhti juga bisa mendekati orang tua dan keluarga besar dengan menemukan wali yang tepat, atau orang yang pandai melobi dalam keluarga. Dengan dukungan beliau, semoga hati orang tua semakin terbuka dengan kendala ini dan pernikahan bisa dipermudah. Ukhti juga jadi tidak merasa tersudut sendirian.
Terakhir, ukhti harus tetap berdoa. Pernikahan adalah setengah dari dien (agama) dan ijab kabul menandai apa2 yang tadinya haram menjadi halal. Janji Allah untuk memudahkan urusan orang-orang yang berniat baik sangat jelas disebutkan dalam Al-Quran. Jadi, senantiasa berdoa, memohon agar hati orang tua dilunakkan, memohon kemudhana, dan memohon diberikan kekuatan untuk menghadapinya. Berusahalah ukhti.
[ 0 komentar]
|
|