[utama] Alquran | Hadis Qudsi | Hadis Shahih Bukhari dan Muslim |Doa
[Kami] Kontak | Visi & Misi | Iklan | Link Bersama Kami
[ukhuwah] Webmail| Milis | Buku Tamu
HOME
Wanita Bertanya Ulama Menjawab
Uneq-Uneq
Resep
Profil Muslimah
Oase Ilmu
Muslimah & Media
Mari Menulis
Kisah Nabi
Kiat Muslimah
Jurnal Muslimah
Cantik & Sehat
Bisnis Muslimah
Agenda Muslimah

dBC Network
Tebar Jilbab - LP2i
Bagaimana Hukumnya Pernikahan Karena Hamil Duluan
Uneq-Uneq - Tuesday, 15 September 2009

Tanya: Assalamualiakum Ibu Ade,

Ibu saya mau tanya,saya punya saudara, dia sewaktu menikah sudah hamil duluan,menikah tetap dengan orang yang menghamilinya,.yang saya mau tanyakan adalah saya dapat info bahwa wanita sebelum nikah sudah hamil tetap harus dinikahkan,tapi tidak boleh berhubungan suami istri sampai anak yang dikandung dilahirkan, setelah lahir mereka harus menikah lagi,apabila tidak menikah lagi, bila mereka melakukan hubungan suami istri diangap melakukan zinah,.apakah benar begitu bu atau harus bagaimana? saya tunggu jawabanya secepatnya,atas perhatian ibu saya ucapkan terimakasih

Wassalamualikum.

Jawab:

Wa�alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Akhi, Perkawinan yang didahului oleh kehamilan dinilai sah oleh banyak ulama, walaupun memang ada ulama yang menyatakan bahwa perkawinan tersebut tidak sah. Dengan syarat laki-laki yang menikahi wanita hamil tersebut adalah laki-laki yang memang menghamili wanita tersebut (ayah biologis calon bayi yang ada dikandungan si wanita).

Sahabat Nabi SAW, Ibnu Abbas, berpendapat bahwa hubungan dua jenis kelamin yang tidak didahului oleh pernikahan yang sah, lalu dilaksanakan sesudahnya pernikahan yang sah menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal. Dengan kata lain, perkawinan seseorang yang telah berzina dengan wanita kemudian menikahinya dengan sah, seperti keadaan seorang yang mencuri buah dari kebun seseorang, kemudian dia membeli dengan sah kebun tersebut bersama seluruh buahnya.
Apa yang dicurinya (sebelum pembelian itu) haram, sedang yang dibelinya setelah pencurian itu adalah halal. Inilah pendapat Imam Syafi'i dan Abu Hanifah. Sedang Imam Malik menilai bahwa siapa yang berzina dengan seseorang kemudian dia menikahinya, maka hubungan seks keduanya adalah haram, kecuali dia melakukan akad nikah yang baru, setelah selesai iddah dari hubungan seks yang tidak sah itu. Memang kalau ingin lebih tenang, sehingga dipandang sah juga oleh penganut mazhab Maliki, tidak ada salahnya melakukan nikah ulang, dengan memanggil dua orang saksi, wali wanita serta siapa saja yang bertindak sebagai penghulu. Anak yang lahir itu -- jika diakui oleh suami wanita tadi, maka dia dapat menyandang nama sang suami.

Dengan begitu, mereka tidak perlu menikah ulang. Hubungan suami istri yang mereka lakukan pun bukan lagi dianggap zina oleh sebab pernikahan tersebut.

Hal sebaliknya berlaku jika si wanita hamil tersebut ternyata menikah dengan orang lain yang tidak menghamili dirinya (bukan ayah biologis calon bayi yang dikandungnya).

Pernikahan tersebut haram dilakukan. Jika ternyata si wanita itu sudah terlanjur menikah, maka hubungan suami istri yang mereka lakukan dianggap zina. Untuk itu, maka setela jabang bayi lahir, mereka harus menikah ulang dan barulah hubungan suami istrinya menjadi halal. Si anak pun tidak boleh menggunakan nama ayah tapi harus memakai nama ibunya (dan untuk kesucian darah keturunan, si anak kelak harus diberitahu siapa ayah kandungnya agar tidak terjadi incest yang tidak dikehendaki). Demikian, Wa Allah A'lam.

Wassalamu�alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ade anita

[ 0 komentar
]

© 2002-2011 Kafemuslimah.com
Please report any bug to [email protected]
All rights Reserved